Core 15 - [Berbalik Arah]

363 52 12
                                    

Peperangan berlangsung cukup lama. Memang prajurit yang terluka mulai sedikit yang berdatangan, tetap saja jumlahnya terbilang cukup banyak. Irie dan Nia terlihat kewalahan. Mana mereka terkuras banyak dan hampir pada batasnya. Sementara itu, Erlia masih tegar untuk menyembuhkan para prajurit terluka yang terus memenuhi tenda penampungan.

“Enak, ya? Erlia-sama bisa menyembuhkan orang sebanyak itu tanpa merasa lelah,” keluh Irie yang iri.

Irie dan Nia beristirahat sejenak untuk memulihkan kekuatan mereka. Agar tak menghalangi orang-orang yang berlalu lalang, mereka berdua duduk di depan api unggun yang tak jauh dari tenda dan menghangatkan diri.

“Kurasa karena dia adalah roh suci,” balas Nia yang sejak tadi bermain api dengan ranting.

“Memang apa bedanya roh suci dengan manusia? Setelah melihat seseorang yang tidak peka dan dingin itu mengejutkan kita dengan kemustahilan. Aku yakin, kalau dia tidak abadi, dia takkan ada di sini bersama kita sedari awal.”

“Tapi, Kak Shiki adalah manusia.”

Mendengar pernyataan Nia, Irie terdiam karena balasan tersebut tak sesuai dengan yang dia inginkan.

“Ya, manusia. Manusia yang ‘sedikit’ berlebihan, dalam banyak hal,” gumam Irie kemudian dan diakhiri dengan helaan napas berat.

Tiba-tiba sekelebat bayangan melintas dan menghampiri mereka. Bayangan tersebut mulai menampakkan dirinya yang berjalan santai sambil menguap.

“Hoaamm ... Ini membosankan sekali.”

Rambut birunya sedikit bersinar terkena pantulan cahaya dari api. Irie yang menyadari keberadaannya merasa aneh dengan beberapa pertanyaan bermunculan di kepalanya.

“Hm? Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya tugasmu melindungi tenda penampungan? Kalau tidak salah, namamu Noir, ‘kan? Eh- Tunggu, atau Nino? Tidak, tidak. Noir? Nino? Yang mana, ya?”

“Aku Noir. Jangan lupakan ini,” jawabnya sembari menunjuk alis kirinya.

Irie yang mengikuti arahannya terlihat tidak mengerti apa yang dia maksud. Meskipun dia berusaha mengingat sesuatu yang berhubungan dengan alis kiri, tetap saja dia tak tahu sama sekali arti di baliknya.

“Apanya?” Pada akhirnya, itulah pertanyaan yang dia lontarkan.

Sekilas, urat kepala Noir berkedut. Namun, kekesalannya dia tahan dengan menghela napas berat.

“Aku tak menyangka Pangeran punya teman sebodoh ini ...,” ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Irie langsung tersentak kaget. Kelihatannya dia mengerti yang Noir ucapkan barusan.

“Ano ... Kak Noir,” panggil Nia sedikit takut. “Ba-bagaimana keadaan di garis depan? Apakah kak Shiki baik-baik saja?”

“Pangeran takkan mati semudah itu melawan iblis-iblis kecil,” jawabnya sambil menyeringai. “Kita bisa bersantai sedikit dan percaya saja pada Pangeran dan Tuan Putri. Mereka berdua adalah monster yang sebenarnya. Kuat dan abadi. Benar-benar pasangan serasi. Hahahaha! ....”

“Ahahaha ....” Mendengar tawa jahat Noir, Irie hanya tertawa pahit. Kasihan sekali si Marcus tidak ikut disebut. Sepertinya Noir menganggapnya sebagai lalat kecil. Batinnya.

**********

Hmm ... Dari yang kulihat, mereka cukup terkoordinir. Lumayan juga untuk sebuah aliansi. Tapi tetap saja aku heran. Aku tak pernah melihat susunan semacam itu. Umumnya prajurit biasa yang melakukan pertahanan dengan bermodalkan perisai dan tombak. Unik sekali.

Alfreiden Core [On Going]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora