Core 01 - [Hubungan]

1.4K 143 25
                                    

Pantulan sinar mentari membentur langit serta awan menjadi jingga kemerahan. Nyanyian burung berangsur-angsur menghilang digantikan suara serangga malam.

Angin yang semula kencang kini mulai menyapu pelan dedaunan pohon rindang. Hewan-hewan pulang ke rumah mereka untuk berlindung dari binatang buas dan nokturnal.

Matahari menipiskan cahayanya, bersembunyi di balik belahan dunia, menggantikan siang menjadi malam.

Pemandangan senja yang hampir pudar ini memang indah dilihat dari ujung tebing di hutan. Tapi jika berdiam diri di sini, monster mungkin akan menjatuhkanku ke bawah sana.

"Oi, Shiki! Apa yang kau lakukan di sana?! Jangan diam saja! Setidaknya bantulah kami!"

Teriakan seseorang di balik suara dentingan pedang dan benda tajam beradu memasuki telingaku. Segera saja kulirikkan mataku ke belakang guna memeriksa apa yang dilakukannya sampai meneriakiku seperti itu. Namun yang kulihat, dia sepertinya tak butuh bantuanku sama sekali. Malahan musuhnya yang kesulitan menghadapi benturan berat dari pedang miliknya. Apalagi dengan serangan bertubi-tubi dan terkesan brutal khas dirinya. Bisa dibilang, tak lama lagi musuhnya bakal tumbang.

"Kurasa tak perlu, Marcus. Ogre itu saja sudah kuwalahan menghadapimu. Lagipula sebentar lagi dia mati karena serangan brutalmu itu." Balasku.

"Iya, aku tahu itu."

"Kalau memang sudah tahu, kenapa kau mengajakku?"

"Diamlah! Bukan itu maksudku! Kau tahu sendiri, kan, ogre yang muncul tidak hanya satu, melainkan tiga! Bagaimana kalau dua ogre lainnya menyerang gadis-gadis itu?!"

Dia tidak sadar, kah.

Sepertinya dia terlalu sibuk dengan lawannya sampai tidak memperhatikan sekitar. Memang fokus diperlukan dalam bertarung. Tapi, terlalu fokus kepada lawan di depan saja bisa meregang nyawamu dengan mudah. Bukan lawan di depanmu yang melakukannya. Namun, apapun di sekitarmu dapat melakukannya. Jadi, fokus pada sekitar juga diperlukan dalam bertarung.

Sudah bertahun-tahun dia belajar teknik bertarung, tapi tak ada kemajuan dalam hal dasar semacam itu. Benar-benar konyol. Lalu, rank S itu dia dapat dari mana? Suap?

"Itu sudah kubereskan. Kau tidak perlu khawatir. Yang harus kau lakukan saat ini adalah bunuh ogre di depanmu."

Crashh!

Dalam sekejap dia langsung membelah ogre itu menjadi dua bagian atas dan bawah. Setelah itu dia mengibaskan pedangnya untuk membersihkan bilahnya dari cipratan darah milik ogre tadi.

"Sejak kapan?!" Kagetnya menoleh ke arahku dengan mata melebar tak percaya.

Aku menggerakkan tangan kananku dengan malas menunjuk ke sisi belakang Marcus.

"Lihat saja sendiri." Ujarku.

Tanpa banyak bicara, dia memutar kepalanya ke arah yang kutunjuk barusan. Tepat di sana, dua ogre yang sudah tak utuh lagi tergeletak berlumuran darah dengan bekas tebasan dan bekas terbakar yang disiram air pada batang pepohonan di sekitarnya. Kukira dia akan terkejut atau apalah, ternyata dia malah memasang wajah datar seolah mengatakan "Sudah kuduga."

Dia pun menyarungkan pedangnya di balik punggung lalu kembali menatapku.

"Seperti yang diharapkan dari ahli pedang dan master sihir." Dia mengatakannya sembari tersenyum kecut. "Aku heran, bagaimana kau melakukannya secepat itu?" Tanyanya kemudian.

"Mau kuceritakan detailnya?"

Begitu mendengar pertanyaan balik dariku, dia langsung memasang raut wajah seperti sedang menahan sembelit. "Tidak usah, lupakan saja."

Alfreiden Core [On Going]Where stories live. Discover now