Core 06 - [Alasan]

1.7K 150 46
                                    

Besok...

Sembari memandang langit penuh bintang berkilauan, aku terus menggemakan itu di dalam pikiranku. Keluar ke teras depan saat malam hari memang dapat menyegarkan pikiran. Hanya saja, entah kenapa pikiranku tak bisa tenang. Memikirkan hari esok, rasa khawatir memenuhi hatiku. Ada alasan mengapa aku begini. Alasan itu...

"Kau masih belum tidur?"

Tangan seseorang yang menyentuh bahuku dan suaranya begitu mengejutkanku. Seketika menghilangkan semua yang kupikirkan tadi. Kuputar kepalaku ke samping kananku.

"Apa.. kau memikirkan sesuatu?"

Matanya yang sebiru laut ketika terpantul cahaya bulan, sangat indah. Aku bahkan sampai tak dapat mengalihkan mataku darinya.

"Besok kau berangkat, kan?"

Aku hanya mengangguk untuk meresponnya.

Dia mendongakkan kepalanya, mencari apa yang sebenarnya kupandang lama di malam dingin ini. Rambut pirang emasnya melambai diterpa angin lembut. Begitu beberapa helainya menghalangi matanya, dia sibakkan ke belakang telinga.

"Langit yang indah.." Dia mengucapkannya dengan senyum manisnya. "Tak heran kau terus memandanginya," lanjutnya.

Perasaan itu ternyata masih ada. Syukurlah. Meskipun yang lainnya telah hilang, setidaknya untuk perasaan ini aku tidak ingin itu hilang. Ini terlalu berharga untuk hilang dari bagian diriku. Merasakan cinta pertama itu...

..terlalu istimewa bagiku.

"Anna, aku ingin mengatakan sesuatu."

Tatapan mataku serius. Namun jantungku berdebar kencang.

"Hm?" Tetap dengan senyumnya, dia pun menoleh.

Mulutku terus mengatup, seakan tak membiarkan satu kata pun keluar. Walaupun anggota tubuhku tidak menegang atau apapun itu, jantungku berasa tak mau tenang.

Ketika aku ingin memulai, detak jantungku bertambah cepat seperti akan jatuh dari sarangnya. Meski dengan keberanian sekalipun, tetap saja mulutku tidak mau terbuka.

Inikah yang dialami lelaki lainnya ketika akan mengungkapkan sesuatu kepada orang yang dicintainya?

"Ada apa?" Senyuman tersebut hilang digantikan kecemasan yang terlihat jelas dari raut wajahnya.

Di matanya, mungkin aku terlihat biasa saja dengan wajah datar. Seperti raga tanpa jiwa.

Namun sebenarnya, keadaan diriku sekarang sama seperti lelaki lainnya yang lebih normal.

Bahkan aku tak dapat mengatakan sepatah kata pun isi hatiku padanya. Mulutku terkunci rapat.

"...."

"Kau ingin mengatakan apa? Kenapa dari tadi diam saja?" Tanyanya.

"...."

Yang benar saja. Aku tak bisa mengatakan apapun.

Aku ini pengecut sekali..

Entah kenapa, setelah mengolok diriku sendiri dalam hati, semua kembali seperti semula. Jantungku berdetak normal. Aku merasa lebih tenang dibanding sebelumnya.

Kurasa aku akan mengatakannya nanti.

Aku berbalik, berniat kembali ke dalam penginapan yang sama dengan Hanz dan lainnya. Tapi sebelum itu, aku berhenti untuk menjawab Anna.

"Tidak. Bukan apa-apa. Ayo masuk, kau bisa sakit kalau terus di luar pada malam hari yang dingin seperti ini."

Dengan begitu, aku pun masuk tanpa menoleh ke belakang untuk melihat Anna mengikutiku atau tidak. Namun, aku tak mendengar atau pun merasakan langkah kaki di belakangku.

Alfreiden Core [On Going]Where stories live. Discover now