Core 18 - [3 Jenderal Naga dan 7 Jenderal Iblis]

607 60 28
                                    

Selama beberapa waktu, aku menenangkan diri dalam pelukannya. Sekarang, aku tak lagi menangis. Semua air mataku sudah jatuh tanpa menyisakan perasaan sedih yang kurasakan akibat bocornya ingatanku yang mendadak.

Kesampingkan itu, aku bertanya-tanya, bagaimana Anna terbebas? Raja iblis takkan melepas wadahnya begitu saja, kecuali adanya alasan tertentu yang membuatnya memilih untuk membuang Anna secara cuma-cuma.

“Hei, bukankah kau bersama raja iblis?”

Tangannya yang dari tadi mengelus kepalaku pun menghentikan aktivitasnya. “Dia melepasku.”

“Ya, dengan melihatnya saja aku sudah tahu. Tapi mengapa?”

Dia menurunkan kepalaku dan menidurkannya ke pangkuan. Aku mendongak. Mengintip raut wajah yang dia keluarkan ketika akan menjawab pertanyaanku.

“Dia ...” Ada rasa sedih dan marah bercampur dalam nada suaranya. Kemudian dia melanjutkan, “Raja iblis menemukan tubuh aslinya.”

Lagi-lagi hal yang mengejutkan. Sebelum aku sempat merespon jawabannya, dia meneruskan kata-katanya bersamaan dengan air mata yang menetes.

“Dunia ini akan berakhir ... Ketika raja iblis mendapatkan kembali tubuhnya, dia akan menjadi lebih kuat dari iblis lainnya. Dia menjadi ancaman terbesar. Dia ... Dia tidak terkalahkan. Kita hanya seperti semut kecil baginya. Mudah diinjak dan diratakan dengan hentakan kaki. Kita takkan punya kesempatan bahkan untuk mengulur waktu. Kita akan habis. Aku tak bisa melakukan apa-apa ... Aku hanya menyusahkan kalian semua ... Aku ... Aku menjadi beban ... Kalau saja ada sesuatu yang bisa kulakukan ... Kalau saja aku bisa membantu kalian ... Aku ....”

Air matanya semakin deras. Dia menyerukan perasaannya dengan terisak. Dia menunduk. Tetesan-tetesannya membasahi pipiku yang tepat berada di hadapan wajahnya.

“Aku tak mau ini terjadi ... Aku tidak mau dunia di mana kau tinggal ini hancur ... Shiki-kun, aku harus bagaimana?”

Jika saja tenagaku masih ada ... Jika saja kutukan ini tidak ada sejak awal ... Jika saja aku mampu melakukan semua yang kuinginkan sesukaku seperti sebelumnya ... Aku ingin menghentikan tangisannya.

Oh, setidaknya ada satu cara.

“Anna, tolong tempelkan telapak tanganku di pipimu.”

Dia pun melakukan sesuai permintaanku. Segera saja, aku menyapu pelan air yang ada di bawah bulu matanya dengan ibu jariku. Walaupun hanya satu sisi, setidaknya itu mampu merubah momentumnya.

Meski beberapa orang bilang aku tidak peka, namun setidaknya aku mengerti yang Anna rasakan. Dia menanggung rasa bersalah itu sendiri. Dia merasa bahwa bangkitnya raja iblis merupakan salahnya. Berpikir dia terlalu lemah sampai diculik semudah itu oleh iblis. Lalu membiarkan dirinya dikendalikan.

“Anna, biar kukatakan satu hal. Kau memang beban. Terimalah kenyataan itu. Kau tidak punya kekuatan untuk melawan pasukan iblis. Kau tidak punya kesempatan melawan mereka. Jadi tidak ada gunanya melawan yang bukan tandinganmu. Tapi Anna, kau bisa membantu dari belakang. Bukti kalau raja iblis membutuhkanmu sebagai wadah sementaranya adalah karena energi mana-mu. Demi mempertahankan wadahnya, dia bukan hanya sekadar menyedot energi kehidupan, dia juga menyedot mana sebagai gantinya. Yang berarti, mana yang kau miliki sangat besar. Kalau kau tak bisa bertarung, maka kau bisa men-support kami.”

“Ta-tapi ... Aku hanya bisa healing magic dan protection.”

“Itu cukup. Manfaatkan itu sebaik mungkin. Selain itu, tegakkan kepalamu. Kau menjadi wadah raja iblis itu hanya kebetulan. Jika aku tak tertangkap mereka, kau takkan diculik dan raja iblis takkan bangkit. Itu semua sepenuhnya salahku. Jadi, jangan merasa bersalah.”

Setelah apa yang kukatakan padanya, dia masih tetap menangis meskipun tidak sederas sebelumnya. Aku tidak percaya aku bisa berkata panjang lebar begini. Melelahkan, tapi apa boleh buat?

“Kau tidak ingin yang buruk terjadi pada dunia ini, bukan? Kalau begitu, kita tak punya waktu lagi. Ini bukan saatnya untuk berduka lebih awal. Kita lakukan sebisa kita, kemudian hasil akhir itulah yang menentukan apakah usaha kita berhasil atau sia-sia.”

Tahap demi tahap, akhirnya ekspresinya berubah. Wajah sedihnya mulai berubah seolah dia menemukan harapan. Begitu juga dengan air matanya yang berhenti keluar.

Dengan dilapisi senyum kecilnya yang manis, dia menganggukkan kepalanya. “Um.”

“Omong-omong, di mana yang lain?”

Sejenak, dia menghapus air matanya sebelum menjawab pertanyaanku. “Arelia-chan dan yang lain sedang melawan raja iblis. Sementara Irie-san dan Nia-chan membantuku memulihkanmu.”

“Lalu, di mana mereka berdua?”

Dia menoleh ke kiri dan menunjuk ke arah sebatang pohon. Terlihat dua orang gadis saling bersandar di batang pohon tersebut. “Di sana. Mereka kelelahan dan aku meminta mereka untuk beristirahat. Rasanya aneh melihat mereka seperti ini. Seakan kekacauan yang terjadi saat ini hanyalah mimpi. Begitu damai dan menenangkan.”

“Sungguh, aku tak habis pikir bagaimana mereka bisa setenang itu ketika tidur dan mengabaikan suara-suara berisik ini.”

Menanggapi ucapanku, dia kembali mengangguk setuju.

**********

Swoshh ... Sring!

“Ck! Kenapa kukunya keras sekali?!”

Dalam keadaan kesal, gadis rambut karamel itu turun kembali ke tanah karena gravitasi bumi.

“Ini sudah cukup bagus bahwa kita berhasil menahan mereka semua di sini,” balas Hanz yang kini tengah memasang kuda-kuda untuk menghadapi lawannya yang kuat. “Bagaimana yang di sana? Masih hidup, kah?” teriaknya merujuk ke Marcus yang sibuk menangkis serangan bertubi-tubi dari musuhnya tak jauh dari mereka berdua.

“Jangan berkata seolah aku akan benar-benar mati setelah ini! Sialan! Kenapa kita harus melawan monster-monster ini sih?!” keluh Marcus.

Mendengar percakapan mereka bertiga yang isinya kebanyakan keluhan, Noir tertawa. “Kalian sungguh tak beruntung, ya? Melawan naga, apalagi satu lawan satu. Hahahaha!”

“Bukankah kau sendiri tidak beruntung, hah? Kau melawan penunggangnya. Yang jelas, penunggangnya jauh lebih kuat. Jadi kupikir, melawan naganya bukan apa-apa,” balas Marcus terdengar bangga.

Hanz memulai serangan menebas ke depan, namun, dengan segera ditepis menggunakan ekor besar dan panjang. Akibatnya, dia terpental mundur dan kembali pada kuda-kudanya untuk bertahan. Sementara sang naga tak memperlihatkan pergerakan, Hanz mencuri pandang ke pertarungan Noir. “Kau keliru, Marcus. Dibandingkan dirimu, Noir itu jauh lebih kuat. Melihat Noir yang dengan santainya melawan si penunggang, berarti naga yang kau lawan itu hanya masalah kecil baginya. Jika memang kau menganggap si penunggang lebih kuat dari naganya, maka sebaiknya kau khawatirkan dirimu sendiri yang sekarang kesulitan melawan naga itu. Karena Noir menganggap enteng penunggangnya.”

“Sebenarnya kau memihakku atau dia, hah?”

“Ini bukan tentang aku memihak siapa. Kita sekarang menghadapi musuh yang sama. Seharusnya kau fokus dulu terhadap lawanmu. Setelah kau mengalahkannya, kau bisa mengeluh apa saja.”

“Hah ... terserahlah!”

Sudah cukup lama mereka melawan naga dan penunggangnya. Arelia, Hanz, dan Marcus sedang mengatasi 3 naga dengan satu lawan satu. Sedangkan Noir, Nino, lalu Maya, melawan penunggang yang berjumlah sama dengan para naga.

Mereka mengira bahwa hanya para naga dan penunggangnya itulah musuh yang harus diatasi. Akan tetapi, selang beberapa waktu sampai mereka sedikit kelelahan, Valdra dan yang lain muncul beserta raja iblis yang kini dengan wujud aslinya.

Melihat para manusia itu kesulitan melawan anak buahnya, sang raja iblis menampakkan seringai di wajahnya.

"Kalian takkan bisa mengalahkan bawahanku yang kuat ini. Pasukan khusus yang diantaranya hanya terdapat bawahan terkuatku. Para pemimpin pasukan besar iblis, 3 Jenderal Naga dan 7 Jenderal Iblis, yang kunamai, Dravil."

Alfreiden Core [On Going]Where stories live. Discover now