Chapter 8

15 3 4
                                    

'Sepertinya hari ini ia berlatih cukup keras. Bisa-bisanya dia tidak terjaga saat aku pulang' batin Vio yang tengah sibuk menyiapkan menu makan malam sembari sesekali menatap kearah Minho yang masih tertidur pulas di atas sofa ruang tengah. 'Bahkan tidak bergerak sedikitpun saat aku memberinya selimut. Parah sekali pria itu. Tidurnya persis seperti orang mati saja' dengusnya geli.

"Oh astaga!" pekiknya saat berbalik setelah menutup pintu kulkas mendapati Minho yang sudah berdiri dihadapannya dengan tampang cemberut. "Kau ini bisa tidak sih muncul dengan cara normal" keluhnya.

"Kapan kau sampai?" tanya Minho masih dengan ekspresi yang sama dan mulai mengekori Vio ke meja makan.

"Satu jam yang lalu" Vio sudah duduk di kursinya.

"Kenapa kau tidak membangunkanku?" kini Minho juga sudah duduk di kursinya.

"Bomin-ah, bisa-bisanya dia bertanya seperti itu padaku" serunya pada udara kosong disebelah Minho yang segera membuatnya melirik kearah yang sama. "Kau itu tidur seperti orang mati. Kau tidak sadar aku pulang, tidak sadar juga saat aku memakaikanmu selimut" lanjutnya dengan tampang tak habis pikir.

"Kau... memakaikan aku selimut?" tanya Minho dengan perlahan.

"Dia yang menyuruhku melakukannya" jawab Vio cuek dan mulai menyantap hidangan didepannya.

Minho hanya mendengus sebal setelah mendengar jawaban tersebut, 'tenyata bukan inisiatifnya sendiri, kalau begitu percuma saja barusan aku merasa senang'.

"Kenapa menatapku seperti itu? Kalau kau tidak mau makan biar aku dan Bomin saja yang makan semua jatahmu"

Minho buru-buru menjejalkan sesendok penuh nasi kedalam mulutnya dengan kesal dan tatapan sebal pada makhluk di hadapannya itu.

"Hmm... apa... urusanmu sudah... selesai?" tanya Minho ragu sembari menunggu reaksi gadis itu.

Vio tampak berpikir sejenak, "Belum" jawabnya singkat tampak berusaha mengulaskan sebuah senyum.

"Apa... sangat penting?" tanya Minho lagi masih berusaha sehati-hati mungkin.

"Tentu saja" jawabnya pasti. "Karena ini adalah salah satu alasan utamaku untuk datang ke negara ini, jadi aku harus segera menyelesaikannya" lanjutnya dengan sangat tegas dan tetap tersenyum lebar.

"Perlu bantuanku?" tawar Minho berharap gadis itu mengiyakan namun sayangnya tidak.

Vio menolaknya dengan halus, "Tidak, terima kasih. Aku bisa menyelesaikannya sendiri. Minho-ssi".

Deg.

Seketika itu juga jantung Minho mulai berdetak cukup keras. Membuatnya mengusap dadanya yang terasa nyeri, menimbulkan perasaan aneh tapi menyenangkan. 'Apakah semenyenangkan ini mendengarnya menyebut namaku dengan senyum lebarnya' batinnya tak habis pikir. 'Aku ini kenapa sih sebenarnya?'.

"Bagaimana kabar Junho oppa dan yang lainnya hari ini?" tanya Vio tiba-tiba mengganti topik pembicaraan. "Wah, sehari saja tidak bertemu mereka aku sudah serindu ini. Apalagi kalau berpisah nanti ya" ujarnya kemudian.

'Apa-apaan dia ini, harus ya menyebutkan panggilan oppa itu sampai segitunya. Sedangkan ia menggunakan ahiran –ssi untukku dan menggunakan oppa untuk Junho hyung, keterlaluan sekali gadis ini' Minho hanya menatapnya sebal namun tidak berniat menanggapi.

***

"Kenapa kita ke departemen store bukannya ke perusahaan?" tanya Vio bingung.

Hari ini Minho sengaja mengosongkan jadwal latihannya beberapa jadwal lainnya. Khusus untuk hari ini. Mereka sudah tiba di sebuah departemen store di kawasan gangnam.

Two the WorldWhere stories live. Discover now