Chapter 9

21 2 1
                                    

Sejak meninggalkan departemen store tadi keduanya mulai di sibukkan dengan pikiran masing-masing. Minho yang mengemudikan mobilnya sesekali mendengus geli atau sesekali mengulum senyum mengingat perlakuannya yang tidak biasa seharian ini pada Vio. Sedangkan gadis itu sibuk dengan perasaan anehnya karena perlakuan Minho terhadap dirinya benar-benar diluar dari kebiasaan pria itu memperlakukannya selama ini.

"Berhenti melihat foto itu, aku yang asli jauh lebih menarik" goda Minho yang sadar betul bahwa sedari tadi gadis itu terus menengok ponselnya beberapa kali.

"T-tidak, siapa juga yang sedang melihat fotomu" elaknya dengan terbata dan segera mengutuk diri sendiri karena bisa-bisanya ia bicara terbata-bata seperti itu di depan Minho yang langsung terkekeh karenanya. "Yak, berhenti menertawaiku" keluhnya.

"Habis kau itu lucu" komentar Minho yang semakin terbahak setelah melihat wajah Vio kini sudah bersemu.

"Sebenarnya kita mau menghadiri pesta siapa?" tanya Vio kemudian setelah tawa Minho reda.

"Salah seorang pemegang saham Rain entertaiment. Putrinya berulang tahun hari ini. Kami diminta untuk hadir karena kebetulan putrinya sangat mengidolakan kami" jawab Minho menjelaskan.

"Berarti Junho oppa dan yang lainnya juga datang?" tanyanya lagi kini dengan mata berbinar.

"Kau ini bisa tidak memanggil Junho hyung dengan sebutan lain selain sebutan oppa?" balas Minho sewot.

"Mana bisa, lagi pula Junho oppa kan lebih tua dariku. Aku ini perempuan dan dia laki-laki, jadi bukankah sudah seharusnya aku memanggilnya dengan sebutan oppa. Masa aku harus memanggilnya dengan sebutan hyung" sahut Vio tidak kalah sewot.

"Kalau begitu kau juga harus memanggilku dengan sebutan yang sama. Aku kan lebih tua darimu. Cepat panggil aku dengan sebutan oppa" perintahnya.

"Tidak mau" tolak Vio.

"Kenapa tidak?" tuntut Minho.

"Yah... pokoknya tidak saja"

"Ini diskriminasi namanya" protes Minho masih tidak terima.

Akhirnya sepanjang sisa perjalan mereka menuju tempat berlangsungnya pesta dihabiskan dengan perdebatan yang terasa kekanak-kanakan hanya karena perkara panggilan tersebut. Keduanya sama-sama bersikukuh dengan pendiriannya masing-masing. Lebih tepatnya keras kepala.

Mereka tiba di sebuah hotel bintang lima. Minho segera menghentikan mobilnya di pelataran hotel.

"Biar ku bukakan pintu untukmu" kata Minho mencegah Vio yang hendak membuka pintu mobilnya.

Minho segera turun dari mobilnya, berjalan menuju sisi lain mobilnya untuk membukakan pintu bagi Vio. Ia mengulurkan tangan kanannya yang segera disambut oleh gadis itu dengan perasaan kikuk. Diserahkannya kunci mobilnya kepada seorang valet parking, yang langsung menghampiri mereka.

"Didalam sana pasti sudah ada puluhan wartawan dan kamera. Kau hanya perlu memasang senyum kearah mereka" ujar Minho.

"Yak, kenapa kau tidak bilang kalau akan ada banyak wartawan di acara seperti ini" seru Vio panik.

"Bukan hanya itu saja, kita juga akan berjalan diatas red carpet menuju kedalam ruang pesta tersebut" jelas Minho semakin membuat Vio panik dibuatnya.

"Lebih baik aku pulang"

"Mana boleh begitu. Kita sudah jauh-jauh datang, sudah melakukan banyak persiapan" Minho memberikan jawaban melalui tatapannya terhadap Vio dari atas hingga bawah tubuhnya. "Kalau kau pulang begitu saja, itu baru pantas kau sebut sebagai pemborosan".

Vio yang sudah tidak dapat berkata-kata lagi hanya mengerucutkan bibirnya kesal karena merasa dikerjai habis-habisan oleh Minho.

"Kau tidak perlu merasa takut. Kalau kau takut, kau bisa menggenggam tanganku dengan erat" usul Minho kemudian mengulurkan tangannya lagi pada Vio. "Kau kan tidak sendirian, ada aku bersamamu".

Two the WorldWhere stories live. Discover now