IV: "Beverly"

5.5K 520 4
                                    

"Apa hal yang paling kau inginkan jika sudah dewasa nanti?" Roxanne mendatangi Martini dan Beverly saat mereka sedang saling mengisi di diary masing-masing.

Saat itu Beverly menuliskan kenangan di diary Martini, begitu pun sebaliknya.

"Aku ingin masuk ke sekolah yang berbeda dengan Logan. Aku benci Logan!" jawab Beverly sambil menyorot ke luar jendela. Disana Logan dan teman-temannya sedang bermain bola hingga lumpur memenuhi seragam mereka.

Roxanne memutar bola matanya. "Bukan setelah lulus. Tapi setelah kau dewasa." Roxanne berusaha menjelaskan.

Beverly mengetukan ujung telunjuknya di bibir sambil berusaha berpikir.
"Dewasa, ya..." satu detik, dua detik, tiga detik. Rupanya Beverly berusaha memahami esensi kata dewasa. Satu menit kemudian. "Ah! Aku ingin menikah dengan pria yang paling kucintai." akhirnya Beverly tersenyum bangga. Beverly adalah tipe gadis manis yang menanti datangnya pangeran berkuda putih.

"Siapa itu? Bisa lebih spesifik?" tuntut Roxanne lagi.

"Aku tidak tahu karena aku belum dewasa sekarang." kemudian ia mengalihkan pandangannya lagi ke luar jendela. "Yang jelas bukan seseorang seperti Logan."

"Well, mengapa kau sangat membenci Logan?" Roxanne tidak sungguh-sungguh bertanya.

Beverly tersentak. Ia menoleh cepat pada Roxanne dengan sorot mata menilai. Ternyata Beverly tidak tahu pasti mengapa dirinya membenci Logan.

Martini melihat Roxanne selalu menulis di buku misteriusnya setiap Beverly menjawab. Ia berpikir bahwasannya Roxanne ingin membuat diary kenangan seperti yang mereka buat sekarang, hanya saja Roxanne tidak ingin orang lain menyentuh bukunya sehingga ia melakukan 'wawancara'.

"Apa yang kau tulis?" tanya Martini. Hal itu langsung membuat tubuh Roxanne bergerak waspada.

Roxanne mengangkat dagunya dengan angkuh. "Tidak ada! Aku hanya berusaha mengabadikan keunikan kalian sebelum kita lulus sekolah. Sekarang katakan apa impianmu ketika dewasa?"

"Aku ingin menuliskan sendiri impianku di bukumu." Martini berkeras untuk melihat isi buku Roxanne.

"Katakan saja dan aku akan menuliskannya." Roxanne gigih menjaga buku itu tetap dalam dekapannya.

"Kalau begitu tidak ada!" Martini melipat tangannya di dada, merajuk dengan cara khas anak-anak sambil membuang muka. Hal itu membuat Roxanne mundur teratur dan tidak lagi mendesak Martini.

"Jadi seperti itulah, aku tidak masuk dalam buku harapan Roxanne." Martini menyeret kembali dirinya dari kenangan masa kecil mereka.

"Apakah karena itu Roxanne tidak mengundangmu?" tanyaku.
"Yah, paling masuk akal. Helbert berkata ia mendapat undangan Roxanne namun tidak mengundangku. Ia mengundang kalian berdua juga. Apalagi jika bukan karena ia tidak lagi mengingatku. Aku tidak masuk dalam daftar di buku misteriusnya itu."
"Ah! Jadi menurutmu Roxanne hanya lupa memiliki teman sekelas bernama 'Martini'?" Lacey menyimpulkan.
Martini menyesap lagi sodanya. "Kurasa begitu."

Lacey bertepuk hingga mengejutkanku yang sedang larut dalam pikiranku sendiri. "Nah! Ternyata seperti itu. Masuk akal, bukan? Kau tinggal meminta Helbert mengajakmu ke acara itu. Selesai!"

"Tapi dia mengundangku." Aku berhasil menemukan suaraku. "Aku tidak mengatakan apapun pada Roxanne waktu itu." aku berusaha berpikir keras.

Aku mendengar Lacey menghela nafasnya dengan lelah. "Alex, mungkin saja kau lupa. Kau hampir melupakan segalanya."

"Jangan terlalu meremehkan otakku, Lacey. Seingatku pada hari kelulusan itu aku bermain dengan seseorang." Jawabku hampa.

"Salah seorang kekasihmu, ya?" Martini berseloroh canda padaku dan Lacey tergelak. Well, bukan salah mereka. Semua orang tahu jika aku sudah mulai berpacaran sejak sekolah dasar.

Naughty Dirty HopeWhere stories live. Discover now