XXIX: "Ceasefire"

4.5K 448 73
                                    

Tidak ada Jesse yang mengunjungiku setiap hari di tempat kerja. Kemarin Jesse pergi untuk urusan bisnis yang aku pun tidak tahu apa pekerjaan Jesse sebenarnya.

Tapi sekarang ada pria ini...

Aku berdiri bersedekap sambil menyandarkan pinggulku pada meja bar. Aku membuang muka dari pria itu, berpura-pura tidak melihatnya hingga Maurice mencubit lengan atasku.

"Aww! Maurice!" aku memekik sambil mengusap kulit mulusku yang mulai meremang merah.

"Kau lihat pria disana? Sepertinya ia berniat menyetorkan uangnya pada kita. Bekerjalah!"

Aku memutar bola mataku dan menggerutu. Seharusnya Maurice masih mengambang di Laut Mati.

Aku menghampirinya malas-malasan, "Silahkan dengan pesanan anda, Sir!" aku menjaga kesopananku padanya.

"Apa yang paling fenomenal disini?" Russell bersandar sambil membolak-balik buku menu yang hanya berisi empat lembar. Astaga, sepertinya perubahannya yang setampan model Sean O'Pry tidak selaras dengan kinerja otaknya.

"Fenomenal? Kau mencari makan atau mencari sensasi?" aku mendesis padanya dan ia tertawa lepas menunjukan lesung pipinya dan deretan geliginya yang rapi. Nah, kalau seperti ini dia membuat tubuhku panas. Em...gerah?

Aku terkejut. Tawa Russell terdengar begitu akrab dan hangat di telingaku. Aku berusaha mengabaikan sensasi yang menggetarkan sesuatu di dalam diriku. Kuakui hal itu membuatku gelisah.

"Berikan aku sesuatu yang kau rekomendasikan untuk dimakan dan diminum." Russell menutup buku menu itu dan meletakannya di atas meja.

Aku menuliskan pesanan Russell dengan huruf kapital. "RECOMENDED MENU-F&B"

"Boleh kutahu mengapa kau datang kemari?" aku bertolak pinggang sambil mengerutkan dahiku padanya.

"Sarapan!" jawabnya singkat. "Sudah pergi saja sana siapkan makanan yang enak untukku." ia mengibaskan tangannya dan mulai mengeluarkan komputer jinjingnya.

Aku menyerahkan sisanya pada Cercei untuk mengantarkan pesanan Russell. Lebih baik meminimalisir kontak langsung dengannya atau aku bisa terkena serangan jantung. Sungguh tensi darahku naik pagi ini hanya karena seorang... Russell.

Indra penciumanku menangkap aroma sedap dari dalam dapur dan perutku bergolak seketika. Aku selalu melewatkan sarapan pagi dan baru makan pada jam sebelas. Tapi dengan mencium aroma ini tiba-tiba saja aku ingin sarapan.

"Wangi apa ini?" Aku mengendus sembari bertanya pada Cercei yang sedang sibuk menata beberapa potong pie.

"Pie kacang tanah. Maurice menemukan resep ini sepulangnya dari melancong dan ia menyiksa Matthew semalaman di pantry untuk menemukan racikan yang pas."

Matthew yang malang. Dia adalah satu-satunya koki yang dimiliki Maurice. Ia juga menjadi sasaran obsesi Maurice ketika dirinya menemukan menu baru dari pulau-pulau eksotis yang dikunjunginya.

Aku menggigitnya sedikit dan merasakan kacang tanah melebur dalam mulutku. Sangat fantastis. Mungkin Russell benar, pie ini...fenomenal.

"Sepertinya Matthew memberi terlalu banyak coklat, aku hampir tidak dapat mencium aroma kacangnya." komentarku sambil lalu. "Jadi inikah menu yang paling direkomendasikan?"

"Ya." jawab Cercei singkat karena ia harus menyebarkan pie itu pada setiap pengunjung yang datang.

Aku menyendok sekali lagi, tepat saat itu aku tersadar sesuatu. "Russell-"

Aku berlari secepat mungkin menuju meja dimana Russell duduk. Aku melihatnya baru saja melahap sepotong pie dengan sendoknya sebelum mendongak dan mata kami bertemu. Ia menatapku heran sementara aku menatapnya cemas.

Naughty Dirty HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang