#5 Sahara

2.2K 331 11
                                    

#5

Sahara's POV

Aku gak tahu kenapa mesti bersemu saat Sakha gantian mengoleskan obat memar ke pipiku. Entah karena efek obat yang ditimbulkan atau tangan Sakha punya semacam aliran listrik bertegangan rendah sehingga membuat kejutan-kejutan kecil di jantungku saat kulit kami bersentuhan.

Heart please.

Udah berapa lama sih aku gak interaksi fisik sama cowok?

"Kok bengong?"

Aku cuma bisa menjawabnya dengan cengiran. Aku kelihatan kayak orang bodoh banget deh pasti. Semoga mukaku gak berubah warna.

"Workshop-nya tutup jam berapa?" tanya Sakha.

"Biasanya jam 4 udah tutup, kalau lagi banyak orderan bisa sampai jam 8 malem."

Dia mengangguk.

"Sekarang lagi banyak orderan?"

"Gak sih, semua pesanan udah aku kelarin kemarin malam. Tinggal dipacking karyawan aja."

Sakha tampak berpikir sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Mau makan siang bareng?" dan pertanyaan itu tiba-tiba saja terlontar dari mulut kami berdua.

Sakha sumringah, "Belum apa-apa kita udah sehati aja."

"Gombalan kamu gak mutu banget sih, yuk ah berangkat, aku yang traktir," aku meninggalkan Sakha duluan berusaha menyembunyikan kedutan aneh di pipi yang berhasil menarik kedua sudut bibirku terus-terusan.

Kami memutuskan makan di kedai sate terkenal yang lagi hits itu. Sakha bilang lagi pingin makan yang gurih-gurih pedes. Jadi aku membawanya ke sini, dia terlihat gak nyesal dan langsung memesan beragam jenis sate.

"Hemm gila ini cabe rawitnya berapa butir sih?"

Aku tertawa melihat Sakha yang asik mencolek potongan sate ke dalam sambal sambil kepedesan. Keringatnya bercucuran dan wajahnya memerah, tapi dia tetap aja lanjut makan. Sampai-sampai pria itu harus melepas dua kancing teratas kemejanya karena kegerahan, menarik perhatian para ABG centil di meja lain yang gak berhenti-hentinya cekikikan.

"Sahara, ini kok kayak yang bikin nagih gitu ya? Aku curiga ada narkoba di dalamnya atau jangan-jangan ada penglarisnya nih resto!"

"Sembarangan aja, itu mah karena micin yang ada di bumbunya makanya enak dan bikin nagih."

"Asli enak banget, bisa gawat nih kalau kecanduan."

"Sambelnya jangan kebanyakan nanti overdose."

"Perhatian banget neng, nanti kalau akunya mati gak ada healer yang bisa nyembuhin pas patah hati ya? Eh..."

Aku tertegun mendengar candaan Sakha. Antara pengin kabur ke korea dan oplas muka untuk selamanya atau kabur dari sini secepatnya. Pantesan tadi Sakha senyum-senyum sendiri pas dia nelusurin rak pajangan. Pasti dia baca tulisan nista yang dulu banget pernah aku tulis.

"Kok diem? Aku salah ngomong ya?" Sakha menghentikan kunyahannya dan kini fokus memandangku.

Demi apa pun aku mau pindah planet aja kalau kayak gini. Dia memandangku lekat seakan aku gak bisa kabur kemana-mana.

"Gak usah malu Sahara, gak ada yang salah sama sekali tentang hal itu."

Ya tetep aja malu, apa lagi aku gak tahu apa-apa tentang Sakha saat itu.

"Kapan-kapan ke Venice lagi yuk Ra! Tapi jadiin naik gondolanya, as a couple."

Aku tersedak lime juice yang sedang kuminum. Sakha tuh selalu bikin aku terkaget-kaget sama kata-katanya. Aku gak tahu dia serius atau becanda tapi...

It Starts With Broken HeartWhere stories live. Discover now