Lesatan Swift-Tuttle di Rasi Perseus

83.3K 3.5K 439
                                    

To: auriga@septario.com
From: centauri@radistya23.com
Date: February 23, 2016 20.42
Subject: Cinta, Fana dan Renjana (?)

Bangun dan dibuat menangis oleh Sajak yang dibacakan oleh Sapardi Djoko Damono, Dongeng Marsinah, Kak.

Aku ingin memprotes beliau rasanya. Kenapa sih harus selalu membicarakan tentang kefanaan? Itu... rasanya menyakitkan. Di bagian ini, sungguh, sakit banget dengarnya (nanti aku sertakan link-nya di bawah)

"Marsinah itu arloji sejati. Tak lelah berdetak meminta kefanaan yang abadi. Kami ini tak banyak kehendak. Sekedar hidup layak, sebutir nasi."

Kak... kita ini generasi Millenial macam apa? Apa memang rasa peduli pada sesama itu semakin mengikis?

Kak, aku ingin seperti Kakak. Seperti Bunda. Yang memiliki hati setulus itu untuk adil pada sesama. Kak... kenapa aku selalu merasa aku bukan siapa-siapa?

Kak, aku ingin Kakak membersamai aku dalam pendewasaanku. Apa aku terlalu banyak keinginan bahwa aku ingin engkau mencintaiku dengan sederhana?

Sapardi lagi,

Sepertinya Sapardi memang diperuntukkan untuk kita yang sedang mencinta ini. Kamu, masih cinta 'kan Kak?

Walaupun sudah ada di mana-mana, tapi Sapardi dan rasanya tetap eksklusif bagiku. Atau bagi kita. Terserah.

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada."

Bagaimana mungkin pelepasan energi yang sebegitu hebatnya disebut sederhana? Katanya Sapardi menulis ini hanya 15 menit lho, Kak. Dan persis, beliau bilang ini tidak sederhana sama sekali. Sapardi bilang, jangan percaya mulutnya. Aku juga tidak percaya. Cinta tiba-tiba, dengan energi yang sangat besar, mungkin ada pengorbanan di sana. Di mana letak sederhananya?

Sajak ini, dibuat Sapardi sekali jadi, Kak. Entah kenapa yang dia bilang itu (dibanding penulisan sajak Dongeng Marsinah yang membuatnya terus-terusan marah dalam waktu lama) mengisyaratkan ada renjana di sana. Dan cinta yang menggebu-gebu itu, apa sederhana? Bahkan, cinta sederhana itu apa?

Rasanya aku sepakat dengan Joko Pinurbo bahwa puisi itu tidak sederhana sama sekali. Mencintai dengan sederhana itu adalah yang paling sulit. Mencintai dengan sederhana justru itu yang paling tidak sederhana. Bahkan, barangkali, karena terpikir bahwa ini adalah pengungkapan cinta yang tak sampai makanya menjadi tidak sederhana?

Ah, sudahlah aku jadi pusing sendiri menjelang Subuh begini mikirin cinta.

Aku sih tetap pada definisi pertama, cinta yang sederhana itu...

Warm regards,
Alfa C Radistya

I [Never] Give Up On You a.k.a Jarak Antarbintang - [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang