Bab 1 - Alam Semesta

562K 19.2K 1K
                                    

Yay! Akhirnya Alfa naik gunung! Yay! Yay! Yay! Norak sedikit enggak dosa kan, ya? Kakiku masih gemetaran saking capeknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Yay! Akhirnya Alfa naik gunung! Yay! Yay! Yay! Norak sedikit enggak dosa kan, ya? Kakiku masih gemetaran saking capeknya. Naik gunung ternyata memang penuh perjuangan. Pantas saja Bunda suka wanti-wanti kalau memang bukan karena kewajiban kuliah, mending enggak usah pengen-pengen naik gunung. Tapi kalau udah berdiri begini, di sini, rasanya aku pengen bilang ke Bunda, "Bun, ini nih yang namanya hidup!"

Asli, kacau sih ini. Wow! Wow! Rasanya pengen teriak-teriak terus. Ya gimana, ini adalah saat pertamaku naik gunung dan rasanya memang seajaib itu. Setelah mengucap syukur, sekarang yang pengen aku lakukan cuma loncat-loncat dan bilang, "You did great, Alfa!" Sayangnya, kata si Miras yang sudah lumayan expert naik gunung, jangan kebanyakan polah kalau enggak mau kenapa-kenapa. Jadinya cuma bergejolak di dalam dada.

Aaaaaa....! Kurang lebih begitu sih isi teriakan di dalam kepala sama di dalam hatiku. Sesenang itu, serius. Apalagi mengingat perjuangan naiknya yang penuh drama. Sebagai seorang newbie, semua teori tentang perjalanan di alam bebas rasanya cuma jadi sekedar teori. Belum juga sampai di pemandian air panas, rasanya udah mau mati saking capeknya. Untungnya nih, partner naik gunungku sekarang ini semuanya solid. Cinta banget deh sama mereka.

Mereka enggak capek menanggapi rengekanku, 'Masih jauh?' dan semua kompak menjawab, 'Sebentar lagi'. Sebentar lagi, yang artinya masih berjam-jam perjalanan penuh drama lainnya. Dan Miras berkata, "Mending lo nyanyi lagu koplo aja deh Al, kayak si Agam kalau di kelas. It works. Cobain deh!" Akhirnya dia sendiri yang mengorbankan diri menjadi badut perjalanan demi menguatkan sahabatnya yang letoy ini. Cinta banget sama Miras! Dan 2.958 mdpl ini menjadi jawabannya. Bahwa aku bisa. Biasanya kan cuma mentok di 1.675 mdpl saja. Dan di sinilah aku, di Puncak Gunung Gede.

Kalau pemandangan dari atas puncak gunung memang selalu semengagumkan dan semendebarkan ini harusnya aku sudah dari dulu merengek izin dari Bunda biar diizinkan naik gunung bareng teman-temanku. Mereka saja sudah dari semester satu sering naik ke Gede, katanya sudah bosan, termasuk si Miras. Lah aku? Ckckckck so pathetic.

Selalu berdalih belum siap fisik dan mental. Untung saja di antara kebosanan Miras, Kak Ziko, Deni, dan Silvia mereka masih mau 'mengantarku'. Kalau Miras sih jelas alasannya karena Denta ikut, sok heroik saja dia katanya demi aku. Halah! Tapi dia berjasa bantuin aku minta izin ke Bunda. Jadi ya, aku tetap cinta Miras.

Aku mau serius menikmati sunrise terindah selama hampir 19 tahun hidupku. Deru napas lelah yang mengeluarkan uap menjadi hal yang menyenangkan untuk dirasakan. Ada kekuatan yang tak bisa tergambarkan mengenai betapa sempurnanya pagi pukul 05.15 ini. Di saat posisi bumi dan matahari hampir berhadapan, maka cahaya-cahaya kemilau sudah menjadi pertanda hadirnya hari baru. Dan tidak ada yang lebih indah dari menyaksikan matahari terbit dari atas gunung.

Ternyata begini rasanya. Ada seseorang yang pernah bilang sensasi berdiri di puncak gunung, di saat oksigen menipis dan dingin luar biasa, memandang sekeliling yang tidak bertepi itu tidak akan pernah tergantikan. Ternyata begini rasanya. Hei kamu, aku bisa merasakannya sekarang.

I [Never] Give Up On You a.k.a Jarak Antarbintang - [Telah Terbit]Where stories live. Discover now