{3}🌺Sepucuk surat

6K 435 50
                                    

Pelajaran Fiqih sudah dimulai sejak satu jam yang lalu. Udara sejuk siap memanjakan kedua pelopak mata. Suara guntur mulai terdengar. Bahkan kilat-kilat putih pun sesekali muncul seperti blits kamera.

Air hujan mulai mengguyuri kota Bandung. Beberapa santriwati mulai jenuh. Selain karena cuaca yang nyaman memejamkan mata seperti saat ini, Ustazah yang menjelaskan pun membawakan nada yang lirih dan gemulai.

Sedari tadi tangan Hasna bergerak lebih cepat, dengan genggaman pulpen di tangan kanannya yang entah sejak kapan, mata dan pikirannya sama sekali tidak fokus dengan pelajaran hari ini.

Kertas berwarna kuning itu sama sekali tak terdhabit sedikitpun. Hanya garis-garis abstrak yang terpampang nyata di kitab syarahsittin miliknya. Berulang kali gadis itu menahan kantuk yang bersengatan. Sampai pada akhirnya kepala Hasna bersentuhan dengan meja yang berada di hadapannya, tak kuasa lagi ia menahan kantuk.

Beberapa santriwati yang lain pun ada yang menyimak penjelasan dengan seksama, dan adapula yang membuang kejenuhan mereka dengan membaca Novel.

"Baiklah, sampai disini dulu penjelasan saya, kalau begitu ada yang mau mengulang penjelasan saya? Supaya saya tau, apakah kalian benar-benar memperahatikan dan paham dalam pembahasan kali ini. "

Hening. Tidak ada suara satu pun

"Amel? Bagaimana, bisa jelaskan kembali keterangan ustazah barusan?? "

Amel pun berdiri dari mejanya, seraya menjelaskan tentang materi pelajaran hari ini.

"MasyaAllah Tabarakallah, Amel. Kami semua, puas dengan penjelasan kamu barusan."

"Baiklah, sekarang saya minta satu orang lagi dan itu Hasna silahkan ke depan."

Yang dipanggil malah hening tak ada jawaban. Semua mata tertuju pada Hasna yang tertidur pulas, sesekali terdengar dengkuran kecil dari mulutnya.

"Na, bangunn!" tegur Nindy. Tetap tidak ada respon dari Hasna. Sepertinya, mimpinya terlalu indah untuk dibangunkan.

"Hasna...," Tegur Ustadzah Aisya dengan bernadakan lembut.

"Na!" ucap Nindy kemudian, sambil menggoyang-goyangkan tubuh Hasna.

"Apaansih, Nind ganggu aja!" ucapnya. Lalu, hendak menundukkan kepala kembali. Tapi sadar, semua yang berada dikelas memperhatikan-nya.

"Em... Ustazah aja ngga punya waktu buat tidur, kalo kamu enak banget yah?" katanya dengan lembut tapi menusuk.

"Kalo begitu, Ustadzah ngasih kamu pelajaran gimana? Kan udah ngga dengerin penjelasan dari ustazah kan? Toh ustazah cape lo, kalo disuruh milih dengerin atau jelasin, jelas ustadzah pilih dengerin daripada ngejelasin. Karena, ngejelasin ilmu itu susah-susah gampang Hasna, kita perlu banyak sharing tentang ilmu yang akan kita sampaikan. Karena ada hadits nabi yang berbunyi 'Man qolla 'ilmuhu katsura i'tiraduhu.' ada yang tau artinya? "

Amel pun mengajungkan jari telunjuknya.

"Silahkan, Amel... baca dengan suara yang nyaring."

"Barangsiapa yang sedikit ilmunya maka banyak menghujatnya atau dalam kata artian anak zaman sekarang ngejudge dengan sepihak, tanpa ada dalil-dalil yang nyata. "

"Shohih, Amel. Nah begitulah, maksud Ustadzah sekarang...siapapun yang sedang memberikan petuah atau ilmu kepada kalian, maka hendaklah kalian menyimaknya dengan betul-betul. Itu semua salah satu dari rasa hormat dan rasa menghargai kepada guru-guru kita, ingat... beliau menyampaikan ilmunya bukan sekedar mengeluarkan dari isi mulut saja. Akan tetapi, beliau pasti mencari ilmu-ilmu tersebut dari satu buku atau kitab ke kitab yang lain, mengapa begitu? Supaya murid-murid juga mengetahui kalo ternyata apa yang diperbolehkan dalam agama islam itu dari satu ilmu itu bermacam-macam dalilnya.

Segenggam Harapan Cinta (Pesantren) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang