{22}🌺Gugup

3K 238 30
                                    

Pagi-pagi sekali Hasna dan Ummi sudah berkutik di dapur. Syurganya emak-emak. Awalnya Hasna enggan membantu Ummi, ingin sekali berbohong jika badannya masih terasa sakit. Namun niat tidak baiknya itu ia urungkan tatkala melihat wajah Ummi yang meneduhkan. Lagian mungkin ini kali pertama Hasna membantu Ummi di dapur. Hasna belum menemukan moment ini sebelumnya, jadi ia rasa tak salahnya membantu Ummi memasak. Toh, keadaan Hasna jauh lebih mendingan dibanding kemarin.

Dengan pelan Hasna membersihkan sayur-sayuran yang sudah dibeli Abi subuh tadi. Pagi sekali sebelum sholat shubuh, Abi Hasna sudah berangkat ke pasar usai melaksanakan tahajjud. Membeli lauk pauk, sayur mayur, dan bahan rempah lainnya. Jangan heran, Abi Hasna sudah terlatih sejak menjadi seorang santri dalam hal pasar. Bahkan sampai ketika awal menikah dengan Ummi Hasna pun, tugas berbelanja adalah tugas Abi. Abi hebat dalam segala hal. Maklum, anak santri sudah terbiasa mandiri sejak masih bujangan. Masak, mencuci, adalah hal yang mudah bagi mereka.

Bahkan semenjak kepergian Ummi pun, Abi Hasnalah yang berperan sekaligus menjadi Ibu-dan Ayah untuk Hasna. Abi pria hebat. Bisa menjadi koki handal tatkala perut Hasna terasa lapar, dan bisa menjadi tukang loundry yang sigap mencucikan pakaian Hasna dengan rapi dan wangi. Dan satu lagi, Abi juga menjadi madrasah pertama bagi Hasna. Yang melajarkan Hasna menulis, membaca dan sebagainya. Peran Ummi jauh banyak tergantikan oleh Abi. Mengingat masa kecil Hasna begitu menyedihkan. Tapi hari ini Hasna sangat bersyukur jika ia masih diberi kesempatan untuk bisa bersama kembali dengan Ummi.

"Hasna, potong kentang ya," titah Ummi dengan lembut.

Hasna pun mengambil nampan dan memotong kentang dengan sangat berhati-hati. Jujur, Hasna belum begitu cekatan dalam masalah hal dapur. Sejak kecil ia sangat dimanja oleh Tante dan Abi.

"Um, kok banyak banget yang dimasak. Ada acara ya?"

Ummi tersenyum manis. "Iya, ada yang mau datang."

"Siapa?"

"Liat aja deh nanti," Ummi menjawab dengan kekehan pelan.

Hasna pun kembali memotong kentang dengan begitu teliti. Irisannya terlihat tak terlalu rapi. Toh fikir Hasna nanti ujung-ujungnya juga dimakan, gak papa kalo asal-asalan.

"Um, Hasna pernah denger dari Ustazah, sebenarnya tugas masak di dapur, mencuci dan sebagainya itu kewajiban suami. Terus kenapa gak Abi aja yang masak?" Tanya Hasna polos.

Ummi terkekeh pelan. "Kenapa? Emang Hasna gak mau bantuin ummi ya? Atau Hasna cape? Kalo cape, Hasna istirahat aja."

"Ih, gak gitu Um... Hasna cuma heran kok, kebanyakan kan di indonesia identik perempuanlah yang bertugas di dapur. Bahkan Hasna denger ni ya, sampe nikah aja kalo mantu perempuannya gak bisa masak, bakal dinyinyirin sama mertua. Emang kenapa sih? Harus banget ya perempuan bisa masak?"

Ummi kembali tersenyum sembari membuat rempah-rempah sop ke dalam panci. "Sekalipun bukan kewajiban, apa yang dilakukan seorang istri, entah itu memasak, mencuci, membersihkan rumah, sudah jadi ladang pahala. Lowongan seorang istri menuju Syurga itu banyak banget loh. Seperti yang kayak ummi sebutkan tadi."
Ummi mengambil beberapa potongan kentang yang sudah selesai Hasna potong lalu memasukkannya ke dalam panci sop tadi.

"Bahkan, ketika Rasulullah menjenguk putri tercintanya Sayyidah Fatimah, yang tatkala beliau menjenguknya, saat itu Sayyidah Fatimah tengah menangis dihadapan penggiling gandum dan ternyata Sayyidah Fatimah menginginkan seorang Jariyyah agar bisa membantu pekerjaan rumahnya. Singkat cerita, Rasulullah pun bersabda, "Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.
Ya Fathimah, perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah SWT menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit."

Segenggam Harapan Cinta (Pesantren) Where stories live. Discover now