{26}🌺Lampu tidur

3.2K 204 41
                                    

"Nind, sumpah gugup." Hasna membenarkan gaya hijab pashminanya berulang kali. Nindy yang memperhatikan hanya bisa menggeleng pasrah. Sudah dilihatnya ritual yang Hasna lakukan berlalu selama setengah jam.

"Percaya deh, cantik kok, serius." Nindy berucap pasrah.

Hari ini seminggu sebelum ujian akhir semester dilaksanakan, Syafiq berinisiatif mengajak Hasna jalan-jalan ke Mall terdekat. Refreashing katanya. Tentunya Hasna didampingi Aisya, sepupu Syafiq. Syafiq mengajak Hasna dan Aisya untuk menonton flm yang baru saja liris minggu kemarin. Tentu tak ada penolakan dari Hasna. Rasa-rasanya sudah hampir satu tahun dia tidak pernah ke mall.

"Kek emak-emak gak sih gue?" Tanya Hasna sekali lagi.

Nindy mendengus kesal."Iya! Kek nenek-nek malahan,"ujarnya ketus.

"Ih, Nind kok gitu?"

"Habisnya juga, dibilang cantik malah nyolot terus."

Hasna terkekeh pelan. Setelah memakai parfum bacarrat wangian khas seorang Hasna, ia pun langsung bergegas keluar asrama menuju rumah Buya.

Saat Hasna melalui taman belakang mesjid—yang dimana jalan tersebut adalah jalan menuju rumah Buya, Hasna tak sengaja berpapasan dengan Raffi yang tengah duduk di tempat duduk kesukaan Hasna. Raffi sempat melirik, namun lekas menunduk. Hasna jadi enggan untuk menyapa, ia pun berlalu begitu saja.

Pria itu tersenyum pasrah. Seperkian detik saja memandang wajah Hasna usahanya untuk melupakan wanita itu berujung sia-sia. Ia pun menutupi wajahnya dengan tapak tangannya. Ia menangis di sana. Katakanlah jika ia memang pria yang lemah.

Raffi pernah mengatakan di umurnya yang dewasa, jika ia takut untuk jatuh cinta. Tapi tanpa ia sadari, ia sudah jatuh cinta sebelum mengenal apa itu cinta, di masa kecilnya.

Dan hari ini, ketakutannya benar-benar terjadi. Ia lemah, hatinya patah remuk bersepai tanpa sisa. Hanya Allah yang Raffi yakini yang tak pernah akan mengecewakannya. Raffi sadar akan sesuatu, jika hari ini engkau menaruh harapan pada selain-Nya, maka detik itu pula kau sudah menciptakan apa yang namanya itu kecewa.

Ya, berharap kepada makhluk hanya berujung patah hati yang menciptakan luka.

✨✨

"Ustaz? Hasna cantikkan?" Hasna bertanya tanpa malu kepada Syafiq, pria itu mengalihkan pandangan dari buku hadapannya untuk menatap Hasna sekilas. Gugup, berdebar, itu yang Syafiq rasakan dan pria itu hanya membalas perkataan Hasna dengan anggukan.

Syafiq sempat terkejut dengan pertanyaan Hasna barusan, ia tak habis fikir dengan sikap Hasna yang kadang malu-malu, dan kadang blak-blakan. Beberapa minggu ini ia sudah memang tak melihat sikap asli Hasna kala waktu awal bertemu. Akhir-akhir ini ia melihat sifat Hasna yang kalem.

"Serius? Kok cuma diem?"

"Kalo udah nikah, saya puji kamu sehari lebih seratus kali." Jawab pria itu namun tetap fokus dengan buku yang ia baca.

"Hidih. Gombal doang lu," tukas Aisya tak percaya.

Hasna hanya terkik geli. Syafiq pun menutup buku yang ia baca tatkala Ummi muncul dari ambang pintu kamar. Selepas itu mereka pun izin pamit, untuk keluar.

Sepanjang perjalanan Hasna hanya diam membisu menatap cahaya lampu dari gedung yang berjejer. Jalanan lumayan padat. Namun Hasna menikmatinya. Syafiq sempat melirik Hasna yang duduk di kursi belakang, lewat kaca spion dalam mobil. Pria itu tersenyum, Hasna sangatlah cantik gumamnya dalam hati.

Segenggam Harapan Cinta (Pesantren) Where stories live. Discover now