Chapter 7 - End of VAMOR

325 15 4
                                    

Setelah Amor dan ayahnya sampai di altar, tiba-tiba...

"Blaaakkk".

Ayah Amor meninju Van Eych. Karena tak terima pemimpinnya dipukuli, seketika para prajurit Van Eych kemudian menembaki ayah Amor, sampai ayah Amor tergeletak penuh darah. Amor sangat sangat kaget. Namun, ayah Amor masih sadar.

"Haaaa, ayahhh!" jerit Amor.

Amor kemudian menidurkan kepala Ayahnya di pahanya.

"Aaayaahhhh". Sahut Amor dengan tersedu-sedu.

Air mata Amor tak dapat dibendung lagi. Ibu Amor juga langsung naik ke atas altar saat melihat suaminya ditembaki.

"Suuuaamiikuuu". Teriak Ibu Amor sambil memeluk suaminya.

"Aamoor sayang, jaangan lanjutkan perniikaahaan ini, Ayah mohon. Iini pesan terakhir Aayah, tidak mungkin kan anak Ayaah meniikaahh dengan orang jahat seperti diaa? ayo sayaang, ikuti kata ayaahhh, jadilah anak yangg patuh kali ini sajaa." Ucap Ayah Amor dengan terbata-bata dan Ayah Amor pun menutup mata untuk selamanya setelah mengucapkan amanah tersebut.

Van Eych, Pendeta dan lainnya hanya terdiam menyaksikan kejadian menyedihkan itu.

Van Eych kemudian menyuruh prajuritnya untuk membawa mayat Ayah Amor. Sang prajurit pun mengangkat mayatnya dan membawanya keluar, Ibu Amor ikut saat suaminya diangkat oleh para prajurit. Amor kemudian berdiri beranjak ingin juga ikut menemani ibunya, namun Van Eych menahannya.

"Where are you going? We must continue this marriage."

Sang pendeta pun melanjutkan upacara pernikahannya.

"Van Eych Mogens, will you, before God and be witnessed by this congregation, promise to love and appreciate, both sick and healthy, in trouble and happiness, the woman on your right you are now holding? Do you promise to put him first in all things, to be a good husband and faithful, to be a hanging place for him, and only for him, forever to the end of your life? Will you please?"
"Saudara, Van Eych Mogens, bersediakah anda, dihadapan Tuhan dan disaksikan oleh sidang jemaat ini, berjanji untuk mencintai dan menghargai, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, di dalam susah maupun senang, wanita di sebelah kanan anda yang sekarang sedang anda pegang? Apakah anda berjanji untuk menempatkan dia sebagai yang utama dari segala hal, menjadi suami yang baik dan beriman, menjadi tempat bergantung bagi dia, dan hanya bagi dia, selama-lamanya hingga akhir hidup anda? Bersediakah anda?"

"Yes, I am willing" jawab Van Eych.

"Amor Arundari, will you, before God and witnessed by this congregation, promise to love and appreciate, both sick and healthy, in trouble and joy, the man on your left you are holding now? Do you promise to put him first, to be a goodand faithful wife, to be a hanging place for him, and only for him, forever to the end of your life? Will you please?".
"Saudari, Amor Arundari, bersediakah anda, dihadapan Tuhan dan disaksikan oleh sidang jemaat ini, berjanji untuk mencintai dan menghargai, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, di dalam susah dan senang, pria di sebelah kiri anda yang sedang anda pegang sekarang? Apakah anda berjanji untuk menempatkan dia sebagai yang utama, menjadi istri yang baik dan beriman, menjadi tempat bergantung bagi dia, dan hanya bagi dia, selama-lamanya hingga akhir hidup anda? Bersediakah anda?"

Amor diam.

Van Eych kemudian menoleh, ia melihat Amor tertunduk sambil meneteskan air mata.

"Amor!" bisik Van Eych.

Amor kemudian melepaskan tangannya dari genggaman Van Eych dan ia juga melepaskan veilnya dan melemparnya.

"I can not. I'm sorry, but before my dad died, he sent me a message so I would not continue this marriage. It is my father's mandate, and I must fulfill it. Sorry, I have to go." ucap Amor
"Aku tidak bisa. Maaf, tapi sebelum ayahku meninggal, dia menitipkan pesan agar aku tidak melanjutkan pernikahan ini. Itu adalah amanah dari ayahku, dan aku harus memenuhinya. Maaf, aku harus pergi."

Amor lalu berlari meninggalkan tempat itu dan mengejar ibunya.

Van Eych sangat sangat marah, ia ditolak lagi oleh Amor.

"Wie heeft dat geschoten?" Teriak Van Eych.
"Siapa yang menembak tadi?"

Tak ada suara.

Van Eych kemudian mengulangi perkataannya dengan nada yang sangat tinggi.

Seketika prajurit yang tadi menembak ayah Amor melangkah kedepan dengan ketakutan. Dan jumlahnya ada empat orang.

"Heb ik je gezegd om de wapens op te nemen? heb ik gezegd dat 'schiet hem neer'?" Tanya Van Eych.
"Apakah aku menyuruh kalian mengangkat senjata? apakah aku bilang bahwa 'tembak dia'?"

Prajurit diam.

"hun hoofd snijden. " Perintah Van Eych.
"Penggal kepala mereka!"

Van eych memerintahkan prajuritnya yang lain untuk memenggal kepala mereka yang tadi mengangkat senjata untuk menembak ayah Amor. Kemudian keempat prajurit itupun dibawa ke ruangan eksekusi dan di penggal kepalanya.

Setelah perginya Amor, Van Eych mengurung diri dalam kamarnya. Ternyata seorang Jendral Besar seperti Van Eych pun punya waktu untuk patah hati.

Namun Van Eych tidak terlihat mencari Amor, dia hanya berdiam didalam kamarnya. Dan seminggu setelah kejadian itu, Van Eych memutuskan untuk meninggalkan desa Amor dan kembali ke Belanda.

"Wis alle spullen en wapens, opdat er geen overblijven. Bevrijd alle gevangen mensen. We komen morgenochtend terug naar Nederland." Suruh Van Eych.
"Bereskan semua barang dan senjata, jangan sampai ada yang tersisa. Bebaskan semua rakyat yang dipenjara. Kita kembali ke Belanda besok pagi."

Walau dengan terheran-heran, para prajurit membereskan semuanya. Dan keesokan paginya saat Kapal telah siap, Van Eych melihat dari kejauhan sosok wanita yang ia dambakkan, Amor. Van Eych kemudian berlari menghampiri Amor yang sedang duduk merenung.

"Amor!" Panggil Van Eych.

Amor berbalik dan melihat sosok pria itu lagi. Ia kemudian berdiri menghadap Van Eych.

"I'm leaving, Amor. I have freed the village and the people. I will not forget you. You're the first person to tame a wild animal like me." Ucap Van Eych.
"Aku akan pergi, Amor. Aku telah membebaskan desa dan rakyat. Aku tidak akan melupakanmu. Kau orang pertama yang menjinakkan binatang liar sepertiku."

Amor terdiam. Ia hanya memandangi wajah Van Eych.

"Do not you want to smile at me before I leave? I never saw your smile. "
"Tidak inginkan kamu tersenyum padaku sebelum aku pergi? aku tak pernah melihat senyuman mu".

Amor kemudian tersenyum.

"Bye, Amor."

"Bye."

Van Eych pun berbalik Dan melangkah pergi meninggalkan Amor. Mereka kemudian berpisah untuk selamanya.

~END~

_penamerah

Between Love & PowerWhere stories live. Discover now