Ruas 2 : Benang Merah Rayyani

37 3 0
                                    

Sepukul 1 siang, telah terjadi tabrakan masif dua bus antar pulau di jalan Sudirman. Tabrakan tersebut diduga terjadi karena salah satu supir mengantuk dan kehilangan kendali. Korban kedua pihak telah dilarikan ke rumah sakit terdekat dan diberikan perawatan intens. Namun sayangnya, belum ada satupun korban yang sadarkan diri.

Begitulah beritanya. Sebagian besar dokter umum yang ada di rumah sakit diperintahkan untuk berjaga di UGD jikalau pasien dipindahkan. Diantaranya, termasuk kami.

"Setelah dironsen dan medical check-up, pria ini mengalami fraktur tulang di servikal dan lengan atas. Memar dan luka-lukanya tidak akan memperparah kalau sudah diobati dan diperban."

Baru seorang pria dipindahkan ke UGD kami. Setelah 3 jam berjaga, sepertinya semuanya sudah ditangani di rumah sakit terdekat dengan baik.

"Dokter Nia akan memimpin operasi pria ini. Jadi kalian bisa kembali berjaga. Terima kasih atas kerja kerasnya."

Kami bubar dari pengumuman tersebut dan kembali ke tempat nyaman masing-masing. Ketentuannya adalah untuk ke toilet, beli makan ataupun minum harus bergantian dan dijatah 3 orang dokter dan 3 orang perawat dalam 3 menit. Kami harus tidur dan menghibur diri kami di UGD, entah itu menggunakan alat elektronik, atau bahkan berpacaran.

"Kenapa Tiana sebegitu kesalnya denganku begitu sih? Masa buat ke jamban saja tidak mau menemani?" ketus ku.

Burung - burung gagak yang berterbangan berkicau, memenuhi langit senja yang berwarna oranye kemerahan. Matahari terbenam, menggelapkan pemandangan sekitar, menyebabkan bayangan bertebaran dimana-mana.

Ah hampir saja aku lupa. Gara-gara Tiana sih.

Aku menghentikan langkah yang telah mengantarku ke lobby rumah sakit. Ada banyak spektrum manusia disana. Tidak ada lagi yang kupedulikan disini selain benang merahnya. Ya, benang-benang merah yang melilit entah sebagian atau bahkan seluruh anggota tubuh mereka.

Semua orang bilang ini adalah pandangan jauh yang menatap masa depan, tetapi..

"Dokter Danu, lulusan FK UI dengan IPK 3.6. Topik utamanya adalah 'kehidupan lajang' di usia kepala tiganya. Kalau kubilang kehidupan lajang orang itu, itu artinya kehidupan yang benar-benar buruk."

Memantau semua polanya, gerak-geriknya.

"Masih sama. Tidak boleh berdakwah padanya kecuali kalau dia sudah tidak berguna. Mudah salah paham. Juga jangan berduaan terlalu lama dengannya kalau tidak mau reputasiku hancur karena ketidaknyamananku." 

Memperkirakan kapan bisa kumanfaatkan dan kapan dia berbahaya sampai-sampai harus kuhancurkan.

"Ah, dan benangnya..." Benang merahnya masih hanya sebatas lengan kiri dan rahang bawah Dokter Danu. Tapi setidaknya, benang-benang tersebut sudah melilitnya kencang.

Ini hanyalah mata tajam yang memastikan hubunganku dengan manusia-manusia lain.

"Mungkin aku harus sedikit pencitraan lagi? Tapi aku khawatir akan senjata makan tuan kalu aku tidak menyadari batasannya..."

Dimensi ini terlepas dari realita. Tidak ada benda mati disini karena benang merah itu tidak dapat melilit apapun dari mereka. Sebagai gantinya, nuansa putih silau inilah yang memenuhi dimensi ini. Hanya mereka, nuansa putih, dan akulah...

Aku, benang merah yang berakar dari kehampaan hatiku.

"Lalu di depanku, Brian, Customer Service. Topik utamanya adalah...."

Tunggu. Kenapa Brian ada di depanku?

"Dokter Rayyani!!!!" seru Brian. "WHOAAA!!!" Badanku tersentak. Tak terlihat lagi benang-benang merah itu. Kini, aku telah kembali ke realita.

"Whoa, kau mengagetkanku, Brian. Ada apa ini?" ujarku.

"Maaf dokter! Aku hanya ingin bertanya sebentar." Ia mengeluarkan dompet wanita dari kantong celananya. Ia membuka jepit kecil yang mengunci dompetnya. Terpapar lah wajah seseorang yang dicetak di atas sebuah KTP. "Apa kau tahu siapa pemilik dompet ini?" tanya Brian.

"Wajah itu... Sepertinya ini punya Dokter Nadya dari unit kandungan. Apa kau berniat mengembalikannya ke sana?"

"Iya. Aku rasa beliau belum menyadari dompetnya yang ketinggalan semalam." balas Brian.

"Kalau begitu, aku ikut denganmu. Kau tidak akan bisa masuk ke gedung unit kandungan tanpa seizin dokter disini."

"Ah, betulkah? Tapi bukannya kau ada tugas berjaga di UGD?" tanya Brian. "Tenang saja, belum 3 menit kok. Lagipula sejak tadi baru satu orang korban yang dipindahkan kemari dan itupun sudah ditangani." balasku menggaruk leher. Habis ini, aku harus langsung mandi. "Baiklah kalau begitu." ujar Brian.

Kami berjalan melalui selasar-selasar rumah sakit. Unit kandungan memiliki sebuah bangunan khusus untuk mereka. Semenjak CRISPR diilegalkan di Indonesia, pemerintah berusaha menerapkan percobaan pada makhluk hidup apapun kecuali manusia dengan meningkat jumlah dan kualitas fasilitas unit kandungan. Setelah percobaan tersebut sukses pada monyet, hewan yang gennya paling mirip dengan manusia, barulah bisa diproyeksi pada embryo sedikit demi sedikit. 

 Yah maksudku, CRISPR sendiri kan artinya manusia-manusia yang dirancang semasa janinnya. Masuk akal kan?

"Coba kita cek dulu ruangan ini ya. Biasanya dia nongkrong disini." ujarku. Brian hanya mengangguk-angguk kepalanya. Aku mengetuk pintu ruangan pemeriksaan kandungan itu. "Dokter Nadya, apa kau di dalam?"

Tidak terdengar suara apapun.

"Coba masuk saja." ujar Brian. Tanganku membuka lebar-lebar pintu ruangan. Decit pintu kaca ini membuka keheningan luar biasa di kemudian waktu. 

"GYAAAHHH!!!!!!"

"D-d-dokter! Itu!!!"

Dihadapan kami, terbaring tak berdaya seorang wanita hamil. Darah berkucuran dari perutnya yang terbelah di bawah pusarnya, memperlihatkan setidaknya organ-organ pencernaannya. Sudah berapa lama darahnya berkeluaran dari perutnya yang terbuka lebar-lebar itu?

"A-apa... yang terjadi..."

Bau darahnya sengit sekali, rasanya seperti akan memarut tulang-tulangku hingga serbuk. Tanganku refleks menutup mata yang penasaran ini. Meskipun begitu, dari sudut pandang manapun, tidak terlihat dimana bayinya berada.

Dimanakah bayinya?

"Ini pembunuhan terencana..."

Kami menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya kami saksikan. Kenapa?

"Brian!! Bawakan aku trolley itu di sana! Aku akan menolongnya, SEKARANG !!!" bentakku.

Karena semua orang akan mengira kami lah pembunuhnya.


The Shaking WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang