Ruas 6 : Gas Hantu

14 2 0
                                    

Kami mengambil kursi lipat yang tersandar pada sudut ruangan dan menempatkannya mengelilingi ranjang wanita itu. Di tengah keheningan, Surya melipat jari-jemarinya dan mulai bicara, 

"Baiklah, sebelum kita mengintrogasi Ibu Fira, kita akan berdiskusi terlebih dahulu mengenai barang bukti yang telah tim dan Brian kumpulkan."

Walaupun wanita itu, ibu Fira, sudah siuman, sepertinya mentalnya belum cukup stabil untuk dilempari pertanyaan-pertanyaan. Mengintrogasi sekarang hanya akan membuatnya histeris mengingat bayi yang tinggal di dalam perutnya hilang entah kemana.

"Tapi saya ingin mengingatkan dulu."

"Sampai ada bukti kuat siapa tersangka, kalian berdua akan tetap memiliki alibi terbesar walau sebagai saksi mata." lanjut Surya.

"Tentu saja. Itu sesuai ekspektasi. Saya juga akan berpikiran seperti itu, kalau saya di posisi Anda." balasku.

Brian segera menyodorkan hologramnya. Pixel demi pixel terhimpun, menampilkan sebuah tangkapan layar sistem informasi rumah sakit. Background laman yang berwarna putih itu berisikan tabel nama-nama yang sebagian telah diberi highlight.  

"Gedung ini, gedung unit kandungan, hanya bisa diakses oleh dokter, perawat dan keamanan yang bekerja disini. Mereka semua terdaftar dalam 'Database fingerprint yang lolos Uji Keamanan Unit Kandungan RSCN'. Bentuk 'Uji Keamanannya' adalah mesin absensi fingerprint  di setiap akses menuju gedung unit kandungan dan alat elektronik di gedung ini."

"Setelah merekap data dari mesin-mesin tersebut, inilah daftar nama dokter, perawat dan keamanan yang mengakses gedung unit kandungan tanggal 16 Agustus 2050." ujar Brian. Namun Brian masih belum menjawab inti mendasar yang membuat kami bingung.

"Lalu yang diberi highlight  warna merah ini?" tanyaku sambil menunjuk masing-masing kotak highlight merah itu, menghitung jumlahnya. Hanya ada 5 orang yang ditandai. Jumlahnya sangat sedikit dibanding jumlah absen gedung unit kandungan--150 orang.

"Nah." Brian membawa hologram baru dari tangan kirinya. Hologram tersebut kali ini menampilkan rekaman CCTV yang terpaku pada suatu ruangan.

"Ruangan TKP itu sebenarnya salah satu ruang pemeriksaan kandungan lama yang sekarang menjadi gudang. Hanya beberapa perawat atau dokter yang menghampiri ruangan itu. Mereka mungkin hanya mengambil berkas-berkas lama atau alat-alat bedah baru yang tersimpan di dalam kardus." balas Surya.

 "Benar. Dan rekaman CCTV ini menunjukkan pekerja yang mengunjungi ruangan itu tanggal 16 Agustus 2050. Diantaranya ada kita berdua, dokter Rayyani." lanjut Brian.

Setelah berpikir panjang dan menyimpulkan dari penjelasan mereka yang berputar-putar,
"Ah. Jadi artinya, nama-nama yang dihighlight adalah dokter dan perawat yang masuk ke gedung unit kandungan dan juga memasuki gudang itu?" ujarku. Keduanya mengangguk-angguk, tidak sabar ingin segera berpindah topik. Yak, mohon maap loh otakku ini memang lamban.

Sementara Brian dan Surya mendiskusikan bukti-bukti lain yang mereka temukan, pikiranku masih terpaku pada footage CCTV dan nama-nama yang dihighlight merah itu.  Ada yang aneh.

Prof. dr. Megankusuma, Sp. OG. (spesialis kebidanan dan kandungan) Akses jam 11.00

dr. Nadya Sukma Putri, Sp. OG. (spesialis kebidanan dan kandungan) Akses jam 12.00

dr. Sanni Farah Wirananta, Sp. KK. (spesialis kulit dan kelamin) Akses jam 15.00

dr. Rayyani Hersa Fadia, S.Ked. (dokter umum) Akses jam 17.00

Dian Damian, S.Kep. (perawat) Akses jam 18.00

Rekaman CCTVnya berakhir pada momen Dian yang memasuki gudang, ketika dia sedang memergoki kami menjahit ibu Fira. Orang ini.... Memang ingin menjebak aku atau Dian. Tapi itu tidak akan terjadi, karena aku mengetahui kebenarannya.

Lalu, bagaimana aku membuktikan kebenaranku pada Inspektur Surya? Bagaimana aku membuktikan kalau pelakunya ada di antara Dokter Megan, Dokter Nadya dan Dokter Sanni? Atau mungkin keduanya? Ketiganya?

"Mengenai hal itu, aku punya pertanyaan yang pasti bisa dijawab oleh Dokter Rayyani." ujar Surya yang tiba-tiba mengalihkan pandangan padaku. Ia mengeluarkan sebuah barang yang terbungkus plastik ziplock dari tas kecilnya. Sebuah masker respirator. 

"Tidak mungkin, bukan, seorang dokter membedah menggunakan masker gas? Apa ini ada dalam protokol kalian?" tanya Surya.

"Tidak mungkin. Dokter bedah hanya cukup menggunakan masker bedah."

"Ah, tapi mungkin saja kalau dokter itu sedang melakukan penelitiaan. Mengingat ini gedung unit kandungan." balasku.

Ia mengangkat barang bukti itu, menerawang masker gas itu ditengah sinar matahari. Matanya dengan lincah menggeledah partisi demi partisi masker gas tersebut, mencari kejanggalan, seperti bagaimana dia biasa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai inspektur. Masker gas itu berbahan karet sintesis, sehingga masuk akal jika kilauan matahari yang menyinari masker gas tersebut tidak memberi efek warna pada benda itu, tidak seperti rambutnya inspektur Surya.

Tempat seperti apa yang sekiranya seperti masker gas ini, disinari sinar matahari sebanyak apapun, tetaplah gelap gulita? Apa yang orang-orang lakukan disana? Apa yang mereka rencanakan?


"Wahahaha, kau berhasil menarik perhatianku, dokter." ujar seorang wanita tua yang sedang menggenggam cangkir kopinya, dengan tingkah yang elegan, layaknya seorang bangsawan.

Dihadapannya duduklah seorang wanita yang tersenyum, "Izinkan saya melanjutkan pembicaraan sambil mengenakan masker ini, Dokter besar Megan." balasnya. Dokter Megan tertegun. Ia tidak berhenti-berhentinya memelototi masker respirator tersebut. Setelah mengetahui satu hal atau lebih dengan kecepatan otaknya yang sudah berumur, Ia hanya bisa berkesimpulan. "Terlambat, dokter Megan."

Wajahnya mengangkat sedikit demi sedikit, menatap dengan gemetar sosok dihadapannya itu. Wanita itu sudah memasang masker respiratornya dengan rapi. Masker itu telah menutupi seluruh wajahnya. 

Hanya saja, tidak dapat dipungkiri, rambut pendeknya itu memperlihatkan lehernya yang dialiri garis-garis berwarna perak. Setelah selesai sampai di kepala, garis-garis tersebut berpijar di kulitnya, bagaikan lampu neon, menampilkan pola circuit yang khas nan teratur.

Dokter Megan tersentak, ia bergegas kabur menuju pintu manapun yang terdekat di depan matanya, "Dia seorang CRISPR!? Selama ini......Bahkan sebelum Indonesia melegalkannya pun!?"

"Kau sudah tahu terlalu banyak, Dokter Megan."   "Dan keberadaanmu tidak menguntungkan kami." ujarnya dengan tenang, mengikuti kemanapun dokter Megan lari. 

Langkahnya telah mengantarkannya ke sebuah ruangan yang tidak ditembus matahari sedikitpun. Satu-satunya yang menerangi ruangan itu hanyalah lampu-lampu yang menempel di tabung inkubasi. Ya, ruangan ini penuh dengan tabung inkubasi yang berisi manusia.

"Kau sudah tau mengenai rahasia gelap rumah sakit ini. Mungkin sebentar lagi, kau sudah akan tau mengenai organisasi kami dan bagaimana seorang CRISPR diciptakan."

Ia melangkah dengan percaya diri, melewati satu demi satu tabung inkubasi tersebut. Manusia yang tersimpan dalam tabung-tabung itu memiliki bentuk yang berbagai macam. Ada yang masih janin, ada yang sudah berbentuk fetus, dan ada pula yang sudah besar--yang beberapa anggota tubuhnya bukanlah wujud manusia.

"Sayangnya, kau masih berada di ruangan ini." ujarnya.

Dari penghujung ruangan itu, jeritan bergema, bagai suara orang yang dicekik. Jeritannya merajalela, mengitari ruangan bertembok dan berlantai baja itu. Ia berhenti persis di depan tubuh dokter Megan yang terbaring tewas. Kulit leher dan wajahnya sudah berubah berwarna biru. Bayangkan saja jumlah gas oksigen yang ada di ruangan itu.

"Apa kau pernah mendengar kisah 'Karbon Monoksida si gas hantu'?" tanya wanita itu, tersenyum.

The Shaking WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang