Ruas 7 : CRISPR

10 1 0
                                    

Karbon Monoksida si Gas Hantu.

Hanyalah sisa pembakaran tak sempurna, gas ini sering kali diremehkan banyak orang. Keberadaannya, kehadirannya, tidak ada yang tau. Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berwujud dan tidak menyesakkan. Namun suatu saat, riset mencatat 50 kematian pertahunnya disumbangkan hanya oleh keracunan karbon monoksida di rumah. 500 kematian tak disengaja setiap tahun terjadi oleh si 'Gas Hantu' di Amerika. Pada zaman Protomillennia pun, kematian seorang idol ternama akibat menghirup gas ini berhasil mengguncangkan satu dunia. Berbagai media mengabarkan kematiannya bermotif bunuh diri. Namun tetap saja,

Apa lagi yang perlu diremehkan dari gas ini?

Mungkin saja gas itu sedang bersama kita sekarang. Terhirup, memenuhi haemoglobin kita, meninggalkan tidak sedikitpun ruang di tubuh kita untuk oksigen.

Mungkin saja bukan?

"Hah!" seru Surya, menerawang masker respirator yang terbungkus plastik di tangannya.

"Anda menemukan sesuatu?" tanyaku terheran-heran.

Ia menunjuk sesuatu di masker respirator tersebut. Sebuah ukiran matahari kecil yang terletak di daerah pelipis. "Mata...hari?" ujar Brian menggaruk-garuk kepalanya. 

"Salah, 'Mentari'." Kami semua tertegun mendengar Ibu Fira tiba-tiba angkat bicara. 

"Nama dokter itu Mentari."

Ia langsung menundukkan kepalanya. Beliau masih tampak gelisah, namun tetap memaksakan diri untuk bicara,

"Dan dia tidak sendiri, dia bersama seorang dokter kandungan lainnya."

Brian menggulir-gulir hologramnya, dahinya mengkerut kebingungan, "Hmm? Tapi disini tidak ada yang namanya 'Mentari', bu-"

"Itu nama yang dia kenalkan setiap kali saya memeriksa kandungan. Setiap kali..... Setiap kali kami menjalankan kontrak itu." ujar Ibu Fira yang terdengar berat hati. Kami semua terbungkam. Suasana di ruangan itu kini senyap,

Aku sedikit mengintip hologram Brian yang masih ia gulir-gulirkan. Hologram itu kini menampilkan website administrasi rumah sakit dan baru dalam sebuah tabel.

"Ah, Brian, boleh aku melihat-lihat sedikit bagian itu?" tanyaku berbisik.

Brian meminjamkan hologramnya padaku. Jemariku tancap menyentuh pita-pita user interface laman tersebut. Administrasi Pasien Lama & Baru. 16 Agustus 2050. Download .xlsx. Fira Aisyahnandun.

'0 dari 0. Kata tidak ditemukan.'

"Ada yang aneh....." ujarku spontan. 

"Apa yang ada di pikiran Anda, Dokter Rayyani?" tanya Surya.

"Mekanisme rawat jalan dan inap di rumah sakit ini sudah sangat terstruktur dan teruji oleh nama besarnya. Dan kalau memang Anda diberi tindakan dan oleh dokter yang bekerja di sini, "

Aku mengoper hologram Brian tepat ke hadapan wajah Ibu Fira. Dari wajahnya sedikit terpantul sinar yang menampilkan dokumen administrasi pasien. 

"Setidaknya nama Anda harusnya ada di daftar administrasi rumah sakit ini, bukan begitu?"

Ibu Fira tersentak. Raut wajahnya seperti berteriak 'jangan lanjutkan kata-katamu itu!'

Namun, benakku tetap lanjut berbicara, "Apa Anda mungkin...." 

Mungkin saja, bukan?

"Pasien penelitian ilegal?" tanyaku, mengunci tatapan matanya.

Mereka semua tertegun. Apa mereka lupa kalau sekarang ini tahun 2050? Paras wajah yang seolah-olah tidak percaya terhadap apa yang baru saja kukatakan. Tentu saja aku akan membuat mereka percaya. Dengan logika dan sedikit intimidasi.

"Apa maksudmu, Dokter Rayyani?" ujar Brian. "Bagaimana mungkin Ibu-"

"Anda benar."

"Saya menandatangani kontrak penelitian ilegal CRISPR dengan Mentari." lanjut Ibu Fira.

Apa? CRISPR katanya?

"Apa!? Apakah anda tidak tau apa yang akan anda tebus dengan membuat kontrak itu!?" ujar Salim.

"Kau tidak akan mengerti!" bentak Ibu Fira. Bibirnya gemetar tanpa henti. Matanya membelalak terancam oleh sesuatu yang memberatkan pikirannya. Kepalan tangannya menampakkan dengan jelas segala trauma yang ia miliki.

"Kalian tidak akan mengerti perihnya.... Dukanya melahirkan.... membesarkan seorang anak bisu-tuli dan berpotensi autisme seorang diri......" ujar Ibu Fira. 

Tetesan air mata bergulir keluar dari matanya, "Saya hanya ingin.... yang terbaik untuknya! Bukankah alangkah baiknya membuatnya sempurna selagi bisa!?" mengisakkan tangis yang tertahan selama ini.

Tidak ada lagi yang bisa kukatakan. Hal seperti inilah yang terus mendorongku. Berapa banyak sudah kulihat mereka yang terkucilkan oleh gen jelek? Berapa banyak dari mereka yang rela kehilangan nyawanya demi penelitian yang tak kunjung-kunjung nyata? Seberapa sering aku tidak melihat masa depan dari mata mereka? Dimana otak rasional pemerintah?

Terik matahari Jakarta kini sudah tidak terasa. Surya memutuskan untuk mencukupkan interogasi hari ini pada Ibu Fira. Kami tidak mau trauma Ibu Fira memperparah luka bekas-bekas operasinya. Aku berpikir untuk menunggu Salim dan Tiana untuk membicarakan ini semua, sambil menenangkan kemuakkanku di kantin. Hanya tinggal sejam lagi shift hari Sabtu mereka selesai.

"Aha, Dokter Rayyani! Sudah selesai kerja lagi?" ujar Elsa, seorang pegawai wanita kasir kantin. Dia masih memanggilku 'Dokter Rayyani'.....

"'Lagi'? Apa aku selalu paling cepat ke kantin?" tanyaku ramah-tamah padanya. Ia mengambil pesananku dari balik biliknya. Kali ini pun aku masih makan donburi ramen.

"Ini pesanan favorit Dokter Rayyani! Apa kamu ga bareng Dokter Tiana dan Dokter Salim?" tanya Elsa. "Ahahaha, mereka masih belum selesai, sih. Makan dulu yak!" balasku sambil sedikit mengangguk kepala. Lantas aku mencari meja kosong dengan sekeliling yang tidak ada siapapun.

Namun dunia ini tidak hanya milik sendiri bukan? Apapun bisa menjadi faktor dari segala sesuatu. Apakah segala sesuatu selalu karena usaha diri sendiri? Kalau dilihat dari atas, secara objektif, tentu pernyataan itu bukanlah kebenaran, kan? 

Begitulah yang sekiranya terjadi pada tubuh yang sudah tidak bernyawa itu. Dokter Megan. Tidak berdarah, hanya membiru. Sudah sejam ia terkapar semenjak wanita itu meninggalkannya. Lagipula siapa yang bisa tau kalau ruangan yang dimasukinya dipenuhi karbon monoksida?

Hanya alarm pendeteksi kebakaran.

TEEEEEEEETTTTTTTTT

Seluruh ruangan tiba-tiba berdenging. Sedikit demi sedikit terdengar kerusuhan. Panik. Semua orang berhamburan keluar dari rumah sakit.

"A-ada apa ini??" ujar Tiana tersentak. 

"Alarm kebakaran...." ujar Salim yang bergegas menarik tangan Tiana. "Mohon maaf Bapak dan Ibu, sepertinya terjadi kebakaran. Untuk sekarang, mohon kita berkumpul di lapangan luar." ujar Salim.

Pasien yang sedang ditindak Tiana dan Salim terpaksa harus keluar mengikuti arus manusia. Setelah membawa barang-barang berharga, mereka segera pergi, melebur bersama arus manusia.

Segelintir orang telah berkumpul di lapangan dekat pintu masuk utama rumah sakit. Beberapa dari mereka sudah memanggil pemadam kebakaran, sementara yang lainnya mencari lokasi ternyaman untuk mereka menunggu aba-aba.

Sementara itu, jauh dari permukaan. Basement mobil B1. Sejumlah mobil terparkir dengan rapi. Gelap, hening sewajarnya basement.

 "Di saat seperti ini, hanya satu hal yang aku penasaran..."

Ia melangkahkan kaki keluar dari mobil hitamnya. Badannya berpaling menuju sumber cahaya di basement itu. Langkah kakinya spontan membawanya menuju cahaya tersebut.

"Dimana posisimu di saat seperti ini, Dokter Rayyani?" ujar Surya.

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Mar 25, 2020 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

The Shaking WorldTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon