Chapt 6 : konsekuensi

5.5K 231 10
                                    

Sebenarnya hati kecil Azzahra merasa tidak tega ketika melihat Arissa menangis di hadapannya. Ia seakan melihat ibunya yang berada di Bandung itu ketika melihat Arissa seperti ini.

Tapi mau bagaimana lagi,bahkan sekarang ia sudah memiliki rencana yang sudah ia pikirkan matang-matang.

Tiba-tiba saja sebuah tangan hangat -walau dalam keadaan bergetar- itu menyentuh tepat di kedua tangan Azzahra yang berada di atas pangkuannya.

Azzahra yang sejak tadi menundukkan kepalanya,langsung saja ia dongakkan untuk melihat pemilik tangan hangat tersebut.

Hati Azzahra terenyuh ketika mendapati Arissa yang kini tengah menatapnya dengan air mata yang terus membanjiri kedua pipinya.

"B-bu.." Lidah Azzahra tiba-tiba saja terasa kelu ketika melihat pemandangan ini.

Langsung saja Azzahra turun dari kursi yang ia duduki lalu bersimpuh tepat di hadapan kaki Arissa. Dan Arissa yang terkejut dengan tingkah Azzahra 'pun langsung menundukkan kepalanya dan melihat Azzahra yang berada di tepat di hadapan kakinya itu.

Azzahra melakukan ini bukan semata-mata mencari perhatian orang lain atau apapun. Tapi ia melakukan ini karena ia sudah tak sanggup melihat Arissa yang terus menangis dan itu semakin menyayat hati Azzahra ketika ia teringat kepada sang ibu yang berada di Bandung itu.

Azzahra bahkan sudah membayangkan bagaimana kecewanya sang ibu,bagaimana sakit hatinya sang ibu ketika ia tahu bahwa anak bungsunya kini sudah ternodai.

"I-ibu tidak perlu meminta maaf,karena ini bukan kesalahan ibu. Tapi yang harusnya meminta maaf itu adalah putra ibu...." Azzahra berhenti sebentar sebelum melanjutkan perkataannya "..maaf sebelumnya jika saya lancang. Saya ingin berkata jujur bahwa saya benar-benar kecewa dengan putra ibu yang dengan mudahnya mengambil sesuatu yang paling berharga dalam diri seorang wanita. Saya sendiri sudah membuat keputusan,bahwa saya akan mengundurkan diri dari pekerjaan saya dan hari ini 'pun saya meminta ijin bahwa saya akan keluar dari rumah ibu sepulang dari apartement ini."

Arissa menegang atas apa yang diucapkan Azzahra. Walau bagaimana 'pun Arissa sudah menganggap Azzahra seperti anaknya sendiri.

"Nak,mungkin kamu bisa berhenti dari pekerjaan di rumah ibu. Tapi ibu mohon kamu jangan pergi dari rumah ibu. Biarkan anak itu bertanggungjawab atas perlakuannya terhadapmu nak." Ujar Arissa dengan suara yang sangat lembut.

"Maaf bu,tapi ini sudah keputusan saya. Dan saya tidak bisa untuk terus tinggal di rumah ibu." Balas Azzahra.

"Nak Ara,saya mohon biarkan anak saya bertanggungjawab atas perbuatannya." Kini giliran Khairan yang angkat bicara.

"Maaf pak,bu saya tidak bisa menerima putra ibu dan bapak. Saya benar-benar sakit hati atas perlakuannya terhadap saya. Biarkan saya sendiri. Insyaalloh saya bisa menjalankan ini sendiri walau tanpa putra ibu dan bapak...." Ujar Azzahra secara halus. "..maaf pak,bu,saya meminta ijin untuk membawa semua barang saya."

"Nak,ib--" Ucapan Arissa terpotong oleh suara Azzahra yang kini sedang menagis tersedu-sedu.

"Bu,saya m-mohon ijinkan saya pergi dari rumah ibu. Hanya itu. Hanya itu yang saya inginkan saat ini." Ucap Azzahra. Arissa yang akan mengeluarkan kata-kata lagi terhenti ketika sang suami menyentuh jemari tangannya dan sedikit memberi kode bahwa ia ingin mengatakan bahwa 'Azzahra membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya'.

"Baiklah."

☆☆☆

Kini Azzahra dalam perjalanan menuju sebuah tempat yang pernah ia tinggali sebelum ia pindah ke rumah Arissa.

Kost-annya dengan Karina.

Ya,itulah tempat yang ingin ia kunjungi saat ini. Sebelumnya Azzahra berfikir jika ia pulang ke Bandung,ia takut jika sang ibu mengetahui semuanya,walaupun memang seharusnya jika Alma~ibu Azzahra~ mengetahui apa yang terjadi terhadap anaknya.

Satu hal yang membuat Azzahra mengurungkan niatnya jika ia pergi ke rumah Alma,yaitu ia tidak ingin membuat Alma kecewa karenanya. Karena itu ia sedikit mengulur waktu untuk memberitahu sang ibu mengenai dirinya saat ini. Meskipun sekarang ia memang sudah membuat sang ibu kecewa walau tak dirasa secara langsung oleh sang ibu,tapi setidaknya ia ingin memiliki waktu untuk menenangkan dirinya dan mengumpulkan keberanian ketika menghadapi sang ibu.

Tak lama,Azzahra 'pun sampai di sebuah halte. Lalu ia segera turun dari bus yang ia tumpangi setelah membayarnya.

Setelah itu,ia 'pun langsung berjalan melewati jalan yang terlihat ramai oleh penghuni rumah yang ada di kompleks perumahan ini.

Kurang dari sepuluh menit,Azzahra sudah sampai di tempat kost yang ia huni sebelumnya. Lalu ia mengetuk pintu berwarna cream itu dan tak lama keluarlah seorang wanita yang masih mengenakan pakaian tudurnya lengkap dengan penampilan yang sangat berantakan.

"Lho,Zara?..." Ucap Karina dengan wajah setengah terkejut ketika melihat sahabatnya yang kini berada di hadapannya dengan penampilan yang jauh dari kata rapi dengan kedua tangan memegang masing-masing satu tas besar. "..Tumben kamu kesini? Dan..kenapa kamu bawa tas?"

Tanpa menjawab pertanyaan Karina,Azzahra tiba-tiba saja memeluk Karina dan menjatuhkan tasnya. "Hiks...hiks...hiks.." Suara isakan Azzahra kini semakin membuat Karina bingung. Dan langsung saja ia membawa Azzahra ke dalam kostannya dan membawakan tas Azzahra yang tergeletak di ambang pintu masuk.

Azzahra masih saja terisak ketika ia sudah terduduk di sebuah karpet tebal di ruangan depan kostan tersebut. Karina langsung melangkahkan kakinya ke arah dapur untuk membawakan Azzahra minum agar ia bisa sedikit tenang.

☆☆☆

Berbeda dengan suasana di kediaman rumah Alfha yang kini dalam keadaan tegang. Khairan terus saja menatap putra laki-lakinya itu yang kini sedang tertunduk dan duduk dihadapannya tepat diruang kerja Khairan.

"Jelaskan." Suara bariton itu terdengar menakutkan bagi Alfha. Seumur-umur ia belum pernah mendengar suara Khairan yang begitu tegas juga mendalam. Biasanya ketika Khairan berbicara tegas,itu tak akan sampai membuat bulu kuduk Alfha merinding seperti saat ini. Jika sudah seperti ini,Alfha berpikir bahwa Khairan memang benar-benar marah padanya.

Sebelum Alfha menjawab,terlebih dahulu ia membuang nafasnya berat-berat untuk menghilangkan sedikit ketakutannya kepada Khairan. "Aku harus menjelaskan apalagi ayah? Sudah jelas-jelas wanita itu yang bersalah. Dia datang ke apartementku malam-malam. Tidak biasanya 'kan? Lalu alasan apa yang dia punya selain menggodaku dan menyerahkan dirinya? Bagaimana 'pun aku ini pria dewasa ayah."

"Alfha!!!!! Berani sekali kau menuduhnya!!! Jelas-jelas kau yang salah! Kau mabuk! Dan apa ini?! Kau bahkan tak pernah menyetuh bahkan menginginkan minuman haram itu?! Dan sekarang kau dengan mudahnya menuduh Azzahra yang bahkan tak tahu apa-apa!!! Dan kamu harus tahu,Azzahra bukanlah wanita semacam mantanmu yang j*lang itu.!!! Dia wanita yang baik. Tegaskan itu!!! Dan satu hal lagi,kau harus menikahi Azzahra sebagai bentuk tanggung jawab atas perbuatanmu itu.!!! Dan ayah tidak akan menerima alasan apapun. Dan jika kau menolak,ayah dengan ikhlas akan mencoret namamu dari keluarga ini. Ayah tidak akan sudi menerima anak yang tidak bertanggungjawab atas perbuatannya." Ucap Khairan yang menekankan beberapa kalimat untuk menegaskan bahwa perbuatan anaknya itu sudah sangat kelewatan.

"Ayah ak--"

"Terserah saja. Keluar dari keluarga ini,atau nikahi Azzahra. Itulah konsekuensinya." Ucap Khairan yang membuat tubuh Alfha semakin tegang atas perkataan sang ayah.

☆☆☆

Tbc
---***---

MistakeWhere stories live. Discover now