Kisah ashabul kahfi (part5)

4.6K 569 3
                                    

Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran.

Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya:

"Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mahu makan dan tidak mahu minum?"

"Teman-teman," sahut Tamlikha, "hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.

" Teman-temannya bertanya:

"Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?"

"Sudah lama aku memikirkan soal langit," ujar Tamlikha menjelaskan.

"Aku lalu bertanya pada diriku sendiri:

"Siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang sentiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah?"

"Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu?"

"Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?"

Kemudian ku fikirkan juga bumi ini:

"Siapakah yang membentang dan menghamparkannya di cakrawala?"

"Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak senget?" Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri:

"Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku?"

" Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius..."

Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha dicium sambil berkata:

"Hai Tamlikha, dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh kerana itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!"

"Saudara-saudara," jawab Tamlikha, "baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang zalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!"

"Kami setuju dengan pendapatmu," sahut teman-temannya.

Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat wang sebanyak 3 dirham.

Wang itu kemudian diselitkan dalam baju. Lalu berangkat berkenderaan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.

Setelah berjalan 3 batu jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya:

"Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki.

Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar."

Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah kerana tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.

Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya:

"Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?" "Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,

" sahut penggembala itu. "Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan.

Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Cuba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!"

"Ah..., susahnya orang ini," jawab mereka. "Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?"

"Ya," jawab penggembala itu. Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka.

Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil mencium kaki mereka, ia berkata:

"Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya.

Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian." Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya.

Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya."

Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, cuba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?"

"Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Talib,

"Kekasihku Muhammad Rasul Allah SAW. menceritakan kepadaku, bahawa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qitmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya:

"Kita khuatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahsia kita!"

Mereka meminta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.

TBC

*

yap readers bagaimana kisahnya?
Lanjut lagi, next part 6 yaa

Top Kisah Islami √Where stories live. Discover now