Sejarah sosok Lukman dalam Al-Qur'an(QS.Lukman)

1.4K 122 0
                                    

Siapakah Lukman al-Hakim itu?

Para ulama salaf (ulama generasi terdahulu) mengalami perbedaan pendapat mengenai asal usul Lukman al-Hakim apakah ia seorang nabi ataukah sebatas seorang hamba Allah yang shalih saja. Terhadap kedua pendapat tersebut kebanyakan para ulama salaf setuju kepada pendapat kedua. (Ibnu Katsir : 1990 : III : 427).

Jamaal ‘Abdul Rahman mengutip pemaparan Imam Jalalain (Musthafa Jalalain dan Jalaluddin as-Suyuti) mengenai Lukman yang diberi gelar al-Hakim sebagai berikut. Lukman al-Hakim adalah seorang lelaki yang dikaruniai hikmah oleh Allah SWT sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Ny, (QS.Luqman [31]:12)

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman….” (Al-Qur’an dan Terjemahnya Depag RI : 2005 : 412).

Hikmah yang Allah SWT berikan kepadanya antara lain berupa ilmu, Agama, benar dalam ucapan, dan kata-kata yang bijaknya cukup banyak lagi telah dima’tsur. Dia memberi fatwa sebelum Nabi Dawud as diutus dan sempat menjumpai masanya, lalu menimba ilmu darinya dan (Lukman) meninggalkan fatwanya.

Ketika ditanyakan kepadanya tentang sikapnya itu, dia menjawab : “Tidakkah lebih baik bagiku berhenti memberi fatwa bila telah ada yang menanganinya ?.”

Mujahid mengatakan bahwa Lukman adalah seorang budak hitam dari Habsyah, tebal kedua bibirnya, dan lebar kedua telapak kakinya.

Pada suatu hari ketika ia sedang duduk di majelis sedang berceramah kepada orang banyak, datanglah seorang lelaki menemuinnya, lalu bertanya : “Bukankah engkau tadinya seorang penggembala kambing di tempat anu dan anu?”,

Lukman menjawab : “Benar!” lelaki itu bertanya : “Lalu apakah yang ku lihat sekarang ini?”,

Lukman menjawab : “Benar dalam berbicara dan diam terhadap hal-hal yang bukan urusanku.”

Khalid Ar-Rib’i mengatakan bahwa Lukman adalah seorang budak Habsyi dan tukang kayu.

Pada suatu hari tuannya menyuruhnya : “Sembelihkanlah buat kami kambing ini” Lukman pun menyembelihnya dan tuannya berkata : “Keluarkanlah dari dalamnya dua gumpal darah yang terbaik.”

Lalu Lukman mengeluarkan lidah dan hati, Lukman tinggal beberapa lama sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, lalu tuannya berkata lagi : “Keluarkanlah dari dalamnya dua gumpal darah yang paling kotor”

maka Lukman mengeluarkan lidah dan hati pula, membuat tuannya bertanya : “Ku perintahkan kamu untuk mengeluarkan dua gumpal darah yang terbaik dari dalamnya.

maka kamu mengeluarkan keduanya, dan ku perintahkan pula kamu untuk mengeluarkan dua gumpal darah yang terburuk dari dalamnya ternyata kamu mengeluarkan keduanya pula.”

Lukman pun menjawab : “Sesungguhnya tiada suatu bagian pun yang lebih baik daripada keduanya jika keduanya buruk.” (Ibnu Katsir : 1990 : III : 427).

Jamaal ‘Abdul Rahman mengutip pemaparan Al-Qurthubi yang mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, Lukman adalah anak laki-laki saudara perempuan Nabi Ayyub as yang menikah dengan anak laki-laki adik perempuan ibunya.

Pernah ada seorang lelaki yang memandanginya, maka Lukman berkata : “Jika engkau lihat aku mempunyai sepasang bibir yang tebal lagi kasar, maka sesungguhnya di antara keduanya keluar kata-kata yang lembut, dan jika engkau melihat rupaku hitam, maka sesungguhnya kalbuku putih.” (Jamaal ‘Abdul Rahman : 2005 : 338).

Sebuah Kisah Lukmanul Hakim Beserta anaknya yaitu ketika Lukman mengajak anaknya untuk menunggangi seekor keledai mengelilingi suatu kota. Pada suatu hari Lukman bermaksud untuk memberi nasihat kepada anaknya maka ia pun membawa anaknya menuju suatu kota dengan menggiring seekor keledai ikut berjalan bersamanya.

Ketika Lukman dan anaknya lewat kepada seorang lelaki, maka ia berkata kepada keduanya : “Aku sungguh heran kepada kalian, mengapa keledai yang kalian bawa tidak kalian tunggangi ?” setelah mendengar perkataan lelaki tersebut Lukman lantas menunggangi keledainya dan anaknya mengikutinya sambil berjalan.

Belum berselang lama, dua perempuan menatap heran kepada Lukman seraya berkata : “Wahai orang tua yang sombong!. Engkau seenaknya menunggangi keledai sementara engkau biarkan anakmu berlari di belakangmu bagai seorang hamba sahaya yang hina!.” Maka Lukman pun membonceng anaknya menunggangi keledai.

Kemudian Lukman beserta anaknya yang ia bonceng melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul di pinggir jalan, ketika mereka melihat Lukman dan anaknya seorang dari mereka berkata :

“Lihatlah! Lihatlah! Dua orang yang kuat ini sungguh tega menunggangi seekor keledai yang begitu lemah, seolah keduanya menginginkan keledainya mati dengan perlahan.” Mendengar ucapan itu Lukman pun turun dari keledainya dan membiarkan anaknya tetap di atas keledai.

Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan hingga bertemu dengan seorang lelaki tua. Lelaki tua itu kemudian berkata kepada anaknya Lukman : “Engkau sungguh lancang! Engkau tidak malu menunggangi keledai itu sementara orang tuamu engkau biarkan merangkak di belakangmu seolah ia adalah pelayanmu!.”

Maka ucapan lelaki tua itu begitu membekas pada benak anaknya Lukman, ia pun bertanya pada ayahnya : “Apakah yang seharusnya kita perbuat hingga semua orang dapat ridha dengan apa yang kita lakukan dan kita bisa selamat dari cacian mereka?” Lukman menjawab :

“Wahai anakku, sesungguhnya aku mengajakmu melakukan perjalanan ini adalah bermaksud untuk menasihatimu, ketahuilah bahwa kita tidak mungkin menjadikan seluruh manusia ridha kepada perbuatan kita, juga kita tidak akan selamat sepenuhnya dari cacian karena manusia memiliki akal yang berbeda-beda dan sudut pandang yang tidak sama, maka orang yang berakal ia akan berbuat untuk menyempurnakan kewajibannya dengan tanpa menghiraukan perkataan orang lain.” (Lafif min’l-Asatidzah : tt : 135-136).

Demikianlah gambaran singkat tentang kepribadian Lukman yang dengan kebijaksanaan-kebijaksanaannya itu ia diberi gelar al-Hakim. Tidak heran bila kemudian Allah SWT mengangkat derajatnya dengan memasukan namanya pada al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam.

***
Wallahu'alam

Top Kisah Islami √Onde histórias criam vida. Descubra agora