3. Surya dan Mantan Terindah

6.2K 1.1K 68
                                    

Jangan lupa⭐ dan 💬
Makasih banyak, ya❤️

❤️❤️❤️


Salju tersenyum sinis saat Surya tidak menjawab apa pun. Ini yang sangat ia sayangkan dari sahabatnya itu. Surya terlalu lemah jika dihadapkan dengan perempuan yang sudah pernah menaklukannya.

"Gue salamin, deh," cetus Salju sambil melambaikan tangan dan meninggalkan Surya yang terdiam di tempatnya berdiri.

Tidak ada yang bisa menghentikan laju motor Salju yang seperti orang kesetanan. Ia tidak peduli roknya menghalangi aksi ngebutnya. Melihat keadaan Rosa tadi pagi benar-benar membuatnya habis kesabaran.

"Shit!" umpatnya saat gerbang masih tertutup rapat tanda belum berakhirnya sekolah hari itu. Ia berani memanjat, hanya saja yang terpenting sekarang adalah menyiapkan taktik cara menampar yang baik untuk pipi semulus milik Raya. Ia akan bangga jika membuat pipi Raya memerah tanpa menggunakan blush on.

Salju menunggu di bawah pohon beringin depan gerbang. "Bang, siomainya 5000 nggak pake lama."

"Duh, galak amat, Neng."

Salju nyengir. "Isi amunisi, Bang. Sambel sama kecapnya yang banyak."

"Siap, Neng."

Salju lapar setiap saat. Tetapi ini bukan untuk perutnya. Ngomong-ngomong ... perutnya kini mulai terasa nyeri. Sialan, jangan bilang tamunya sudah nongol di saat yang tidak tepat. Ia menengok ke kanan dan kiri, berharap ada penjual di dekat situ. Tetapi saat matanya menatap dua remaja berseragam putih biru di deretan penjual cilok, ia menghampiri.

"Dek, punya pembalut nggak?" bisiknya yang membuat kedua remaja berbeda jenis kelamin itu segera melepaskan tautan tangan mereka.

Si cewek menggeleng. "Saya belum menstruasi, Tante."

Salju lantas melotot. "Astaga, lo belum menstruasi tapi udah pegangan tangan gitu?" Ia lantas menoleh pada si cowok yang garuk-garuk kaki. Gatelen kayaknya. "Eh, lurusin dulu pipis lo. Ngancing celana aja masih njepit kok udah macarin anak orang."

Parahnya anak di bawah umur sekarang. Pacarannya ngeri banget.

"Neng, siomainya nih."

"Iya, Bang, bentar." Salju kembali menoleh ke dua anak remaja belum cukup umur itu. Meneliti sesaat, lalu membiarkan saat keduanya seperti tengah menahan malu.

"Biasa itu, mah. Anak zaman sekarang, nggak pandang umur, udah pegang-pegangan."

Salju duduk di samping Bang Siomai. "Iya, Bang. Zaman sekarang yang muda kelakuannya kayak orang tua, yang tua kelakuannya berasa anak muda."

"Neng ini dari sekolah mana? Saya nggak pernah lihat."

"Bukan siswa sini. Cuma mampir."

Belum sempat Salju menelan makanannya, perutnya terasa sangat nyeri, membuatnya meringis kesakitan. Ia lalu berdiri perlahan, berharap tidak ada bercak merah di rok abunya. Tepat saat itu terdengar bel melengking. Salju mengembuskan napasnya pelan. Ia harus bisa menghadapi Raya. Harus. Wajib. Untuk Rosa.

Salju berjalan pelan mendekati gerbang, meneliti satu per satu siswa yang keluar dari sana. Ia hafal jika Raya dan budak-budaknya sangat menonjol di antara banyaknya siswa. Bukan hanya karena riasan yang super menor, pakaian kurang bahan, juga bandana merah yang mereka gunakan sama.

Norak!

Tempat parkir terletak di luar sekolah, tepat di sebelah. Jadi semua siswa memang harus melewati satu jalur gerbang utama sebelum masuk ke tempat parkir. Dan Salju mengikuti gerombolan alay itu sampai di depan tempat parkir.

SURYA & SALJUWhere stories live. Discover now