6. Si Pengirim Puisi

5K 987 36
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya.
Makasih banyak.
***

"Permisi, Pak."

Setelah Salju mengetuk tiga kali, baru kaca mobil itu terbuka. Salju bisa melihat senyum Rinto di dalam mobil. Seketika ia membuka pintu setelah memastikan kanan dan kiri tidak ada siswa lain yang melihat. Bukan apa-apa, ia hanya tidak mau menjadi bahan gosip.

"Takut banget ada yang lihat, ya?"

Salju meringis. Ia tidak menjawab, tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. "Nggak enak aja kalo dilihat siswa, Pak."

"Di luar sekolah gini, masih tetap manggil 'Pak'?

"Bapak kan guru saya."

"Mungkin minggu depan udah nggak."

Jawaban itu lantas membuat Salju menoleh, "Maksud Bapak?"

Rinto tersenyum kecil. Ia tetap fokus ke jalanan. "Aku akan jawab kalau kamu udah nggak panggil aku pake sebutan itu."

Salju tidak menanggapi. Lagi pula, ia merasa segan jika tiba-tiba mengubah panggilannya sementara besok pagi masih berstatus sebagai siswa dari Rinto. 

"Oh iya. Ini buku Bapak." Salju mengeluarkan satu jilid buku tebal dan meletakkannya di dashboard. "Makasih banyak. Kalau nggak ada ini, mungkin saya tadi nggak bisa ngumpulin tugasnya Bu Mini."

"Iya sama-sama, Sal. Kalau butuh apa-apa, bilang aja ke aku."

Tidak, tidak lagi! Daripada terjebak di mobil berdua dengan sang guru! Masalahnya, Salju tidak pandai bercakap dengan orang baru. Rasanya kikuk, apalagi dengan seseorang yang ia anggap senior.

"Denger-denger, kamu sering juara teater dan bawa nama baik sekolah, ya?"

Salju terkekeh. "Itu waktu kelas X, XI, Pak. Sekarang udah vakum. Udah kelas XII, fokus belajar aja."

"Hebat juga, ya, kamu."

"Biasa aja, Pak. Lebih hebat yang pintar Fisika."

Rinto tertawa pelan, sedikit mengejutkan Salju.

"Menurutku, kamu pintar secara akademik dan nonakademik. Hebat."

Salju hanya mengucapkan terima kasih dengan lirih, berusaha menyudahi pembicaraan itu. Tapi sepertinya keinginannya tidak terkabul saat Rinto mengarahkan mobil ke jalan yang jelas-jelas tidak tertuju ke rumahnya.

Mengerti kebingungan itu, Rinto menanggapi, "Mampir ke toko buku sebentar? Kalau kamu nggak keberatan, sih."

Bagaimana Salju bisa menolak? Rinto adalah gurunya! Guru! Ya, mau tidak mau Salju mengiyakan. Tidak mungkin ia menolak, lagi pula kata Rinto minggu depan sudah tidak mengajar di sekolahnya lagi, kan? Aman, lah.

Dan sampailah mereka di toko buku. Sementara Rinto mencari buku—entah apa—di bagian pengetahuan umum, Salju melarikan langkahnya ke rak berisi novel-novel terbaru. Setelah membaca blurb novel-novel di sana, tanpa sadar sudah ada 5 novel di tangannya! Astaga, ia bahkan hanya membawa uang yang cukup untuk membeli setengah dari satu novel itu.

"Sal, udah?"

"Eh." Salju menoleh ke kiri. Melihat banyaknya buku di tangan Rinto membuatnya tertegun. Nafsu membaca Rinto benar-benar hebat. Jiwa malas baca Salju juga bergejolak.

Itu buku pengetahuan umum yang kebanyakan orang 'kurang' betah membacanya, dengan jumlah halaman yang tidak tipis, sungguh gurunya ini harus menyandang predikat manusia paling betah membaca buku.

"Nggak jadi beli?" tanya Rinto melihat Salju yang meletakkan novel-novel itu kembali ke rak.

"Cuma lihat-lihat aja, kok, Pak." Selain tidak membawa uang yang cukup, Salju juga malu jika Rinto tahu genre apa yang ia sukai, sangat kontras dengan apa yang Rinto beli.

SURYA & SALJUWhere stories live. Discover now