DD || Part 01.2 - Kesalahan Pertama

17.5K 684 23
                                    

Semenjak kepergian Dera dari apartemen Dio, Dio merasa bersalah pada wanita yang semalam ia perkosa katanya. "Sebenarnya dia siapa ya. Kenapa bisa Dera ada di apartemen gue? Ah, jangan-jangan Dera itu tante-tante girang. Padahal Dera sudah sering melakukannya dan mengaku-ngaku kalau gue yang memperkosanya, terus minta tanggung jawab, terus minta uang ganti rugi. Buktinya Dera terkejut saat gue mengatakan kalau gue masih anak SMA!"  Dio menganggukan kepalanya dengan tersenyum sinis seraya membereskan kamarnya yang masih berantakan akibat pergumulan semalam dengan wanita yang baru Dio kenal itu.

Saat Dio menarik selimutnya untuk ia cuci, mata Dio membulat seperti akan mau keluar dari tempatnya karena melihat bercak darah di seprai yang ada di ranjangnya. "A-apa ini?" Dio memajukan wajahnya untuk melihat noda darah itu. "Oh, mampus gue! Gue yakin banget ini noda darahnya Dera. Berarti benar gue sudah memperkosa dia?"

Dio gemetar dan pikirannya sudah mengarah ke hal yang ekstrim seperti ; di tuduh imemperkosa, di keluarkan dari sekolah terus masuk penjara.

"Tidaaaaaaakk, no, no, no. Itu tidak boleh terjadi. Aduh, bagaimana ini. Pasti Papa akan sangat membenci gue di tambah Ibu Tiri gue bisa-bisa gue di cincang habis-habisan. Bagaimana ini, ya ampun. Gawat!" racau Dio yang takut akan ketahuan perbuatannya itu.

Dengan segera Dio menarik seprai dan selimut itu dengan sangat cepat dan akan segera membawanya ke jasa laundry. Tapi, langkah kaki Dio berhenti karena pikiran warasnya kembali lagi. "Kenapa gue bisa bego begini, kalau gue ke laundry, nanti polisi bisa melacak buktinya ke jasa laundry dong. Tidak-tidak! Kalau begitu gue harus cuci sendiri." langkah kaki Dio kembali mengarah ke ruang tengah.

"Tunggu dulu! Kenapa gue seperti orang bego? Wah, ini bener-bener gara-gara itu cewek. Bodo ah!" Dio menghempaskan dirinya ke sofa dan merentangkan tangannya di sandaran sofa.

Mata Dio menoleh ke tas yang berisi seprai dan selimutnya. Apa harus di bakar ya?

***

Dera yang masih menangis di dalam taxi, setelah pergi dari apartemen Dio. Laki-laki yang sudah merenggut kesuciannya. Sementara sang supir taxi hanya melirik dan tidak berani menegur atau menyapanya.

Setelah supir taxi itu mengantarkan Dera di perumahan elit yang sesuai yang Dera ucapkan saat menaiki taxi sebelumnya. Tepat di depan pintu gerbang berwarna coklat yang menjulang tinggi dengan nomor rumah 19 itu. Supir taxi itu masih enggan untuk menegur penumpangnya, hampir 15 menitan supir taxi itu diam, menunggu sang penumpang berhenti dari tangisannya.

Lama kelamaan supir taxi itu kesal karena waktu nariknya terbuang sia-sia kalau ia masih menunggu penumpangnya berhenti menangis. Soalnya dari pertama masuk taxi dan sampai dengan ke tujuan, Dera terus saja menangis. Seakan tidak capek dan air matanya masih saja banyak tidak pernah habis. Luar biasa.

"Ehm, Buk, Eh, Mbak!" panggil supir taxi itu gugup. Dera pun mengangkat wajahnya dan menatap ke depan. Sang supir yang merasa lega karena sang penumpang mendengarnya. "Sudah sampai Buk, eh, Mbak."

Dera melirik keluar jendela mobil. Tanpa mengatakan apa-apa, Dera mengeluarkan uang 100 ribuan 5 lembar dan menyerahkannya pada sang supir taxi.

Sang supir itu pun berniat akan memanggil penumpang wanita itu karena uang yang di berikannya lebih 300 ribu, yang seharusnya 200 ribu yang di bayar karena jarak dari apartemen Dio dan rumah Dera tidaklah jauh melainkan sangat dekat.

Sang supir taxi itu pun tersenyum karena pagi-pagi dapat rejeki nomplok. "Terimakasih Buk." teriak sang supir tidak peduli dengan sebutan Mbak atau Ibu. Yang penting pagi-pagi dapat rejeki nomplok, meski Dera sudah masuk ke rumahnya dan otomatis tidak mendengar ucapan sang supir itu.

Saat Dera masuk rumah dan sebelumnya sudah di bukakan oleh satpam rumahnya. Wajah tua satpam itu mengernyit bingung karena anak majikannya menangis sangat kencang.

"Non, ada apa non?" tanya Pak Aji, satpam rumahnya. Dera berlari cepat seraya menangis seperti anak kecil yang dijaili teman mainnya. Padahal memang Dera sudah dijaili oleh Dio, remaja abg yang sudah membuat Dera menangis.

Zaki yang duduk di sofa ruang tamu yang sedang menunggu Dera karena Mbok Pinem sedang memanggil Dera di kamarnya. Tapi, mata Zaki membulat karena Dera datang dari pintu utama bukan dari tangga lantai atas, dengan masih menggunakan pakaian yang sama semalam.

"Dera?" panggil Zaki heran.

Dera yang masih menangis menoleh ke arah sofa ruang tamu, Dera pun menangis tambah kencang seraya berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

"Dera, Dera. Kamu kenapa?" panggil Zaki yang masih bergeming di tempatnya. Zaki ingin sekali mengejar Dera, akan tetapi Zaki merasa masih belum berhak karena Dera belum resmi menjadi pacarnya di tambah Zaki tidak leluasa karena ia berada di rumah kediaman Ananta. Sementara Zaki hanya seorang tamu. Laki-laki yang tidak berdaya.

Pinem yang ingin ke bawah menemui Zaki untuk memberitahukan kalau Dera sedang tidak ada di kamarnya, mungkin keluar pagi-pagi sekali pikir Pinem. Tapi, saat Pinem akan menuruni tangga, Pinem melihat Dera menangis seraya meringis setiap kali Dera berlari menaiki undakan tangga satu persatu.

"Non, ada Den Zaki datang." ucapan Pinem tidak disahuti Dera dan hanya melewati Pinem begitu saja. Membuat Pinem mengerutkan keningnya yang sudah keriput tambah keriput. Tidak biasanya anak majikannya itu menangis dan tidak terlihat ceria, ada apa dengannya?

"Non Dera, ada apa?" Pinem cemas melihat anak pertama majikannya itu. Terlihat sangat kacau.

"Mbok, ada apa?" tanya anak majikannya yang lain yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Itu, Kakak Non Naya terlihat sangat kacau dan menangis." Naya yang mendengarnya menautkan keningnya dalam.

"Kak Dera menangis?" Pinem mengangguk cepat. "Tidak biasanya!"

"Justru itu Non, Mbok tidak tau ada apa dengan Non Dera, makanya Mbok takut kenapa-napa, Non."

Naya mantan pacarnya Dio yang tak lain adalah adiknya Dera itu menghela nafasnya pelan. "Kalau begitu, biar Naya aja yang lihat Kak Dera, Mbok!"

Pinem mengangguk, Dera dan Naya memang saudara kandung. Tapi, berbeda sekali watak dan sikap yang dimiliki Dera dan Naya. Apa jadinya kalau Dio mengetahui kebenaran tentang Dera dan Naya? Bagaimana reaksi Dio?

Dunia memang sangat sempit, sampai-sampai langkah kaki yang di pijak pun terasa sangat kecil. Sangat menegangkan!

***

Salam Hangat

(Wanda Niel)

Dio and Dera [Series #2] ✅ Where stories live. Discover now