6. Getting tired of waiting

490 80 8
                                    

Mengapaーsejak kapan aku merasa tersiksa seperti ini?

Ketika apa yang kupikirkan semua terasa membingungkan

Kau tahu? Aku menunggu, dan terus menunggu

(dan aku tak mendengar kabar apapun darimu)

Aku bukan seseorang yang akan terus menangis hanya untukmu

Dan kau bukan seseorang yang akan pergi hanya karena diriku

Tapi mengapa aku merasa begitu lelah?

(Apa lagi yang harus kulakukan?)

.
.
.

"Sensei, sampai jumpa lagi besok!" Teriak bocah kecil berpipi gempal, sembari menggenggam erat jemari sang ibu dan melambai-lambai penuh semangat.

Tetsuya Kuroko tersenyum. Pria manis itu balas melambaikan tangan, sampai akhirnya sosok kecil anak didiknya menghilang dibalik tikungan.

Ia menghela nafas. Kini daycare terasa sepi tanpa ocehan anak-anak yang ia sayangi. Masing-masing sudah pulang ke rumah, dimana mereka akan disambut dengan hangat dan kasih sayang.

Sedangkan yang akan menyambutnya nanti hanya melodi kesukaan dari kotak gramofon hitam, dan kertas-kertas bergambar abstrak yang berhamburan.

Baru saja Tetsuya membalikkan tubuh dan memutuskan untuk melangkah masuk, sebuah sentuhan di kepala membuat gerakannya terhenti.

"Otsukare, Kuroko-sensei," suara berat menyapa, diiringi aroma buah-buahan dan pohon cedar yang menghampiri hidung.

Tetsuya menoleh, dan manik samudera miliknya seketika membulat.

"Kagami-kun?"

.

Taiga Kagami adalah salah satu dari beberapa orang terdekat Tetsuya yang menyematkan kata sahabat di dada kirinya dengan banggaーpadahal ia punya motif tersendiri.

Hal tersebut terkadang membuat Taiga merasa dirinya selevel dengan si idiot Ryouta dan si bodoh Daiki.

Oleh karenanya, saat mendengar bahwa Tetsuya memutuskan untuk mundur dari percintaan yang nyaris di ambang jurang, hal pertama yang dilakukan Taiga adalah membeli tiket kereta secepat yang ia bisa dan menyogok Daiki Aomine demi alamat baru sang pujaan hati.

"Tidak kusangka aku akan merendahkan harga diriku di depan Ahomine hanya untuk mendapatkan alamatmu," Taiga bersungut-sungut, melepas topi dan merebahkan diri pada sofa yang empuk.

Tetsuya hanya meringis, sedikit kejam karena faktanya ia sempat tidak memikirkan eksistensi Taiga yang selalu ada untuknya jauh sebelum Seijuurou hadir.

"Maaf Kagami-kun. Semuanya serba mendadak dan tidak ada persiapan dariku."

Lengan kecil Tetsuya meraih teko, menuang rebusan teh pada cangkir, lalu mengaduknya. Taiga mengamati wajah mulus dan pinggang ramping itu diam-diam.

Kurang apa coba Tetsuya?

"Aku hanya punya teh, tidak keberatan kan?" Sensei muda itu menghampiri sang tamu, lalu meletakkan cangkir beserta stoples berisikan kukis vanilla.

"Aku lebih keberatan kalau kau tidak memberikan nomor teleponmu yang baru," balas Taiga. Stoples dibuka, isinya dilahap cuek. Kebetulan sekali dia lapar.

"Itu..." Tetsuya tampak berpikir.

"Kau tidak mempercayaiku?"

Nada tersinggung Taiga membuatnya sedikit menciut. "Bukan begitu Kagami-kun, aku hanya ingin, yah...aku butuh waktu untuk sendiri dulu."

Taiga mendengus.

"Kise-kun dan Aomine-kun juga tidak tahu nomorku," Tetsuya berujar.

See? Levelnya memang tidak jauh beda dari duo sialan itu.

Tidak ingin memaksa lagi, Taiga hanya mengamati Tetsuya lebih seksama. Dari dulu memang Tetsuya bertubuh ringkih, namun setidaknya lebih berisi dan nyaman untuk dipeluk. Tidak seperti ini, rahang dan tulang selangka yang tercetak jelas, wajah yang semakin pucat, dan mata yang seolah tidak lagi bersinar.

"Berapa kali sehari kau makan?" tanya Taiga.

"Um, tiga?"

"Tiga kali seminggu?" Taiga ingin tertawa sarkas. "Kau pikir aku mengenalmu baru 5 tahun seperti si bajingan itu?"

"Kagami-kun..."

"Kukira aku bisa tenang bekerja di luar provinsi karena sudah ada dia disampingmu. Tapi nyatanya apa? Dia berhasil membuatmu menjadi Kuroko yang nyaris tidak kukenal."

"Kagamiー"

"Bahkan, kau sampai nyarisーah, atau mungkin kau sudah melupakanku?"

"Kagami-kun!" Tetsuya memekik emosi. Tangan dan bahunya bergetar hebat.

"Tolong Kagami-kun, tolong jangan bahas itu dulu sekarang," nadanya pelan-pelan melembut. Namun tetap saja Taiga bisa menangkap manik samudera yang berkaca-kaca, seakan hendak mengalir menuju hulu.

"Maaf," Pria bertubuh besar itu menghela nafas dalam-dalam, berusaha menekan ego. Ia berdiri hanya untuk duduk mendekat, berusaha meminimalkan jarak di antara mereka.

"Maaf tadi aku berkata seperti itu. Aku sama sekali tidak bermaksud menyakitimu Kuroko."

Tetsuya menggeleng, berusaha mengukir senyum tipis di bibir. "Tidak Kagami-kun. Aku yang seharusnya minta maaf. Tidak seharusnya aku membentakmu. Apalagi kau sudah jauh-jauh mengunjungiku."

"Aku juga minta maaf untuk kejadian ini, aku sama sekali tidak melupakanmu," ia menambahkan. "Hanya sajaーhanya saja..."

Akhir-akhir ini pikiranku kacau dan hatiku kebas rasa.

Tetsuya tidak melanjutkan, namun Taiga sangat tahu. Karena itu yang ia lakukan hanya meraih tubuh kurus itu dalam satu rengkuhan erat, menghirup aroma vanilla itu kuat-kuat, dan membelai helaian samudera yang begitu lembut di jemarinya.

.
.
.

'Aku lelah Kagami-kun, aku sangat lelah.'

'Aku tahu. Oleh karena itu Kuroko, berhentilah menunggu.'

Won't Stop, Don't Stop ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang