9. Turn your back to me

429 75 11
                                    

Kau membalikkan punggung dan berjalan terus

Kita bahkan tidak bertukar kata sedikitpun

Hatiku bergetar, dan aku tidak bisa untuk tidak mengatakan,

"Jangan pergi, tolong jangan pergi," seperti anak kecil

Aku berbohong dan mengatakan padamu bahwa kebahagiaan hanya ilusi. Kemudian meninggalkanmu dan masa depan kita

(Masa depan, dan apa yang tidak bisa ku genggam lagiー

ーharapanku)

.
.
.

Seijuurou menghabiskan paginya dan menggerutu. Dengan secangkir espresso yang mendingin, dan snek yang tidak disentuh sama sekali, ia menatap tajam sahabatnya.

"Tidak ada rokok di kafeku, Akachin. Ruangannya ber-AC," seolah mengerti, Atsushi setengah berteriak dari meja kasir, lalu kembali fokus pada pelanggan di hadapannya. Tangannya dengan cekatan memindahkan pudding dari etalase ke dalam dus makanan.

Seijuurou berdecak. Shintarou yang tertawa dalam hati hanya membuang muka sembari mengetik sesuatu pada tablet miliknya.

"Ini hukumanmu membolos empat hari dan melimpahkan semua pekerjaanmu padaku," ia bergumam. Matanya sedikit melirik Seijuurou, lalu buru-buru fokus pada layar saat rubi sang sahabat menyambar.

"Kali ini kau harus mendengarkanku, Direktur Akashi," Shintarou mendesah. Tugasnya sendiri sudah banyak, ini di double kerjaan Seijuurou yang terbengkalai, mau tidak mau Shintarou protes.

"Mendengarkan ocehanmu sambil tidak merokok? Kau bercanda?"

"Kau baru merokok seminggu belakangan ini, Akashi. Jangan berbicara seolah kau sudah pro dalam merokok," desis Shintarou.

Patah hati boleh, bego jangan, tambahnya dalam hati.

"Lagipula Akachin tidak pernah merokok sebelumnya. Setelah tahu Kurochin pindah dan nomor teleponnya ganti, baru merokok seperti orang tidak punya harapan lagi. Seperti bukan Akachin kan, Midochin?"

"Diam kau, Atsushi."

Yang mau Atsushi bilang sebenarnya adalah, Seijuurou seorang yang optimis, bukan pesimis. Tapi Seijuurou mana mau tahu.

"Aku tidak peduli alasanmu, kau harus memeriksa dokumen-dokumen ini secepatnya. Lusa kita sudah meeting dengan Hyuuga-san. Jangan sepelekan hal ini," ujar Shintarou serius, yang terkadang membuatnya ragu siapa yang sebenarnya atasan disini.

"Terserah," Seijuurou mengibaskan tangan dan menoleh pada jendela kaca. Anak-anak kecil yang berlarian diluar sana entah mengapa jauh lebih baik dari pada wajah tembok Shintarou.

"Salin saja filenya dalam flashdisk dan setelah kita pulang ke Tokyo, biarkan aku bekerja dengan tenang tanpa gangguan kalian." Ia mendesah lelah.

.
.
.

Hari sudah beranjak siang saat Seijuurou memutuskan untuk menyudahi acara ceramah dari sahabatnya dan memilih untuk berjalan-jalan di sekitar kafe.

Aku ingin merokok diluar, alasannya saat Atsushi bertanya, dan Shintarou merepet jengkel karena nasihatnya hanya dianggap angin lalu.

Jujur, ia mengikuti saran Atsushi untuk ikut keluar kota karena murni ingin refreshing. Kebetulan juga pria bongsor itu baru saja membuka kafe yang kedua dan Seijuurou sekali-kali ingin menikmatinya.

Satu hal yang tidak disangka, Shintarou ikut serta dengan membawa setumpuk berkas dan file yang harus segera ia kerjakan. Membuat kepalanya berdenyut nyeri.

Dasar sekretaris sialan.

.
.
.

Dan disinilah ia berada sekarang.

Tidak jauh dari kafe Atsushi, kakinya melangkah menuju taman bermain, suatu hal yang sebenarnya ia dihindari.

Taman bermain itu ramaiーSeijuurou tidak suka keramaian.

Taman bermain itu banyak anak berlarianーia selalu merasa terganggu dengan tawa dan teriakan mereka.

Taman bermain itu mengingatkannya pada seseorangーdan hatinya tiba-tiba ngilu.

Sayangnya kini semua berbanding terbalik, seakan taman bermain mendadak menjadi magnet baginya. Seijuurou sudah masa bodoh, yang penting ia terhindar dari kerjaan kantorーsementara saja.

Sepasang kaki jenjang miliknya berhenti, tepat di bawah sebuah wahana yang begitu padat antrian. Seijuurou komat-kamit, antara ingin naik wahana tersebut, namun enggan berdesakan dengan orang asing.

Saat ia memutuskan mundur dan berbalik arah, hidungnya seketika mencium aroma familiar, berjalan bertolak belakang dengan arah ia melangkah, dengan sekelebat syal biru muda yang tidak asing lagi.

Seijuurou Akashi tersentak.

"Tetsuya?"

Won't Stop, Don't Stop ✔Where stories live. Discover now