49. Akhir Sebuah Cerita

7.8K 226 37
                                    

Gelora 💗 SMA

Si Tukang Becak Ganteng itu telah mengantarkan aku pulang hingga tiba di rumah dengan selamat. Setelah aku membayar uang sesuai dengan ongkos kesepakatan, laki-laki yang kutaksir masih berusia di bawah 30-an itu segera pergi. Aku hanya bisa memandangi punggungnya hingga bayangannya lenyap dari pandanganku.

''Poo ... kamu sudah pulang?'' sapa Mak Ijah. Beliau adalah tetanggaku. Rumahnya tepat bersebalahan dengan rumahku.

''Ya, Mak, habis jalan-jalan di Bali ...'' jawabku.

''Wah, enaknya ... mana oleh-olehnya buat Emak?''

''Ada, Mak ... nanti aku bagi!''

''Asiikk!'' Mak Ijah tersenyum girang.

''Oh ya, Poo ... ini kunci rumahmu!'' Mak Ijah menyerahkan kunci ke tanganku, ''tadi orang tuamu menitipkan kunci kepada Emak, mereka mau buru-buru pergi'' lanjut Emak Ijah menjelaskan.

''Pergi ke mana, Mak?'' tanyaku heran.

''Katanya mau jenguk Mbakyu-mu yang mau Babaran (Lahiran/Persalinan),'' jawab Mak Ijah.

''Oh, gitu ...'' Aku mengangguk. Pantesan mereka tidak ada yang sempat menjemput aku. Ternyata ini toh, alasannya.

''Ya udah, kalau begitu terima kasih ya, Mak ...''

''Iya, sama-sama, Poo ...''

''Eh Mak ... tunggu sebentar!'' Aku menahan langkah Mak Ijah yang baru saja membalikan tubuhnya. Dan wanita setengah baya ini langsung melengos ke arahku.

''Ada apa, Poo?'' ujar Mak Ijah.

''Ini oleh-oleh buat Mak Ijah!'' Aku menyerahkan satu besek salak Bali ke tangan Mak Ijah.

''Wah ... terima kasih banyak ya, Poo ...'' ungkap wanita berkerudung merah ini senang.

''Ya, Mak ... kembali kasih!'' timpalku, lalu beliau pun ngacir meninggalkan aku sendiri.

Tanpa banyak berpikir, aku langsung membuka pintu rumahku dan memasukinya dengan perasaan hati yang lega. Lega karena akhirnya aku bisa berjumpa dengan kamar pribadiku. Aku sudah rindu dengan kamarku yang penuh dengan ornamen warna biru yang berhubungan dengan Doraemon. Yes, aku pecinta kartun Doraemon. Banyak sekali koleksiku yang bernuansa robot kucing dari negeri sakura itu.

''Assalamualaika!'' Aku membuka pintu kamar tidurku. Boneka Doraeman pemberian Akim masih tersusun rapi di tempatnya. Boneka ukuran Baboon itu nampak tersenyum seolah menyambut kedatanganku. Tapi setiap aku melihat boneka itu aku selalu melihat wajah Akim. Hmmm ... apa jangan-jangan Akim guna-gunain aku lewat boneka itu, ya? Bisa jadi! Tapi aku tidak mau Suudzon. Bagaimana pun boneka itu lucu dan aku menyukainya. Walaupun setiap aku memeluk boneka tersebut aku seolah memeluk tubuh Akim ... iiihhh males banget deh! Wkwkwkw ...

Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur. Pandanganku menerawang ke arah langit-langit kamarku. Ada kipas angin baling-baling yang berputar-putar berwarna kuning. Seperti baling-baling bambunya Doraemon. Kipas itu menerpakan angin yang segar seolah meninabobokan mataku yang lelah hingga aku terlelap. Mungkin, karena kondisi tubuh yang capek, dalam sekejap aku pun tertidur pulas.

Aku terbangun ketika hari menjelang sore. Namun aku belum merasakan tanda-tanda bahwa kedua orang tuaku sudah pulang ke rumah. Suasana rumah masih nampak senyap. Aku sendirian. Aku baru mendapatkan kabar dari orang tuaku sehabis waktu maghrib, mereka menelponku kalau mereka tidak bisa pulang, karena harus menginap di rumah kakak. Begitulah mereka ketika mempunyai cucu baru mereka jadi melupakan anak bungsunya. Nasib jadi anak bontot, selalu kesepian. Tapi sudahlah ... aku tidak mau bersedih. Biarlah aku hadapi dengan senang hati menikmati malam sendirian. I am home alone.

Gelora 'G' SMAWhere stories live. Discover now