Rubah Hitam

22 8 0
                                    

Di daerah terpencil, di sebuah desa yang bernama Marlio, terkenal akan legenda-legenda yang sangat mereka percayai hingga sekarang.

Legenda yang paling terkenal adalah ketika bertemu dengan rubah hitam, sebaiknya segeralah berlari. Namun bila ia masih mengejarmu, maka harus membawanya dan meminum darah rubah itu sebanyak 3 tegukan agar tak terkena sial atau kutukan. Dan ketika rubah hitam itu masih hidup setelah kamu meminum darahnya, kamu harus membuang jauh-jauh rubah itu.

Dan hal yang membuatku hampir jatuh pingsan adalah ketika aku menemukan seekor rubah hitam yang masuk ke dalam teras rumahku. Ia menggoyangkan tubuhnya yang penuh bulu untuk meminimalisir air yang ada pada tubuhnya.

Aku masih mengawasi hewan itu di balik jendela. Aku tak mau terkena kutukan. Mungkin setelah hujan reda, ia akan pergi dari rumahku.

Dengan sedikit ragu, aku kembali memasuki rumah dan memilih untuk tidur di tempat tidurku.

Mataku langsung terbuka ketika secercah cahaya menyapa tubuhku dan kelopak mataku. Aku berjengit, terbangun, ketika melihat sosok lelaki yang berdiri di dekat tirai jendela.

"Siapa kau?" tanyaku dengan rasa bingung yang terus menerus menyapa pikiranku sekarang.

"Ah, kemarin kamu lupa mengunci pintu. Jadi aku masuk saja."

"Siapa kau?!" sentakku ketika ia tak menjawab pertanyaanku dan malah membahas masalah lain.

Aku memang tidak pernah mengunci pintu karena dua blok dari rumahku terdapat pos ronda yang biasanya dipenuhi oleh pria berusia dua puluhan sampai empat puluhan. Dan hal itu membuatku tidak khawatir bila aku tak mengunci rumah.

"Aku, makhluk kehujanan tadi malam yang hanya kamu amati dibalik jendela."

Aku mengerutkan kening. Dan ini membuatku cukup ketakutan. Aku melirik ke sebuah lampu tidur di sebelah kananku. Sepertinya ini bisa digunakan sebagai senjata.

"Pergi!"

Ia tersentak ketika aku mengusirnya. Tak lama kemudian, ia menatapku lembut.

"Terima kasih, kamu sengaja tidak menutup pintu rumahmu agar aku bisa membersihkan diri, bukan?"

"Tidak."

"Kamu tahu ada makhluk aneh di luar dan tak menutup pintu? Kamu ini manusia yang aneh."

Akh! Dia cerewet sekali. Dan sekarang, aku sudah sangat ketakutan. Seharusnya aku semalam mengunci rumah.

Brak! Aku melempar lampu tidurku yang cukup besar dengan kedua tanganku. Ia menepis, tetapi tangannya langsung terluka karena tergores hiasan tajam yang ada pada lampu tidurku. Dan yang membuatku terperangah adalah warna darahnya. Putih. Ini konyol. Dia bukan manusia.

"Siapa kau?!"

"Bukankah aku sudah menjawab ini sebelumnya?"

"Lebih detail!"

"Aku, rubah hitam."

Napasku tercekat. Aku ingin pingsan, tetapi kalau aku pingsan di sini, bisa saja dia memakanku atau dia menculikku atau mencuri barang-barangku. Aku takkan membiarkan hal itu terjadi. Dan sepertinya aku lapar.

Aku turun dari tempat tidurku, lalu pergi ke dapur untuk memasak sesuatu. Sosok lelaki yang menyebut dirinya rubah hitam itu mengikutiku. Sepertinya ia juga lapar.

Aku memasak dua telur mata sapi, memanggang empat lembar roti tawar dan membuat dua gelas susu coklat dingin. Ia menatapku terus menerus ketika aku sedang mondar-mandir menyiapkan sarapan.

Sekilas, aku baru sadar kalau kedua telinganya berbentuk lebih lancip daripada manusia pada umumnya. Ia memiliki rambut hitam legam berkilau; sedikit berantakan, mengenakan kaos putih berlengan pendek dan celana jeans biru muda semata kaki yang aku yakin ia ambil dari kamar tamu yang sengaja tak dikunci, dan juga mata biru dongkernya yang berkilau karena terkena cahaya matahari.

CerpenRa (Mampukah Kau Menebak Akhir Kisahnya?)Where stories live. Discover now