The Salty Boy and The Saddest Girl

6 2 0
                                    

Aku duduk di bangku kelas yang terletak paling belakang, beserta beberapa temanku untuk berbagi cerita. Tidak, kami tidak menggosip seperti gadis-gadis pada umumnya. Kami selalu berbagi kisah horor atau film-film bergenre thriller horor yang kami temukan.

Bel istirahat baru saja berbunyi. Kami memutuskan pergi ke kantin sebelum penuh sambil melanjutkan cerita yang tertunda karena bel istirahat. Aku tertawa ketika salah satu temanku memperagakan bagaimana si pembunuh menggorok leher korban. Ekspresinya sangat jelek sekaligus aneh.

Setelah sampai, seseorang malah menarik tanganku. Spontan, aku menepis tangan itu sekuat mungkin, barulah aku melihat pelakunya.

"Ikut aku," katanya, lalu menarik tanganku lagi.

Dasar, padahal aku sudah kelaparan. Lihat, teman-temanku bukannya membantuku lepas dari orang ini, malah sibuk menertawakanku sambil memesan makanan. Padahal aku juga lapar!

"Lihat!" serunya sambil menunjuk sesuatu di depan dengan dagu lancipnya.

Aku melihat seorang lelaki culun yang di-bully habis-habisan dengan kakak kelas. Orang di sebelahku ini bukannya menolong, malah tersenyum sambil menopang dagu di tangannya yang bertengger di pagar pembatas.

"Kau mengajakku hanya untuk melihat ini?" tanyaku sambil mengerutkan kening.

Ia menoleh ke arahku, lalu memamerkan senyuman tipisnya, menampakkan kedua lesung pipi yang menambahkan nilai plus. Yah, walaupun tampan, cerdas dan jago berolahraga, tetapi sifatnya itu yang membuat orang ini tak mempunyai teman.

"Ya, bagus bukan?" Ia tersenyum lebar.

"Tak berniat membantu?"

"Tidak. Untuk apa? Apa untungnya?"

Aku mendengus kesal. Selalu saja begitu. Dia ini sangat suka melihat orang lain kesusahan. Inilah yang membuatnya tidak punya teman selain aku.

"Aku lapar."

Tiba-tiba dia melemparkan sesuatu padaku. Aku menangkap, lalu melihatnya. Sebuah tas kecil? Aku membuka tas itu dan rupanya berisi susu kotak rasa coklat dan sekotak bekal.

"Makan itu."

"Lalu kau?"

"Sudah."

Aku menatapnya penuh tanda tanya. Apa benar ini untukku? Apa dia memang sudah makan? Atau jangan-jangan bekal ini miliknya?

Bruk! Kemudian dia melemparkan tas kecil satu lagi padaku. Dan aku segera membuka isinya. Sekotak bekal. Kosong. Ah, berarti dia menyiapkan bekal untukku, ya?

"Terima kasih."

"Ya, dan lebih menyenangkan ketika kau melihat yang di bawah itu."

Aku mendengus kesal. Dia masih saja melihat orang yang di-bully itu. Dasar salty boy.

***

Aku tertawa terpingkal-pingkal ketika kepala korban pembunuhan itu menggelinding di lantai berubin putih. Lalu, sesosok manusia malah menendang kepala itu dan menjadikannya bola. Aku tertawa sampai berguling-guling di atas ranjang. Astaga, sungguh lucu.

"Alexa."

Aku menoleh ke asal suara. Rupanya si salty boy sudah sampai di rumahku, dan sekarang dia berdiri di depan kamarku yang terbuka.

"Masuklah," ujarku yang kemudian ia turuti. Dia mengenakan baju berlengan pendek warna putih dan celana jeans biru muda selutut, tak lupa sneakers abu-abunya yang menempel pas di kaki panjangnya.

"Lihat! Ini sangat lucu!" seruku sambil tertawa lagi.

Si salty boy mendudukkan diri di bibir ranjang dan melihat ke layar laptop. Sekilas, aku melihatnya mengerutkan kening.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 15, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CerpenRa (Mampukah Kau Menebak Akhir Kisahnya?)Where stories live. Discover now