A Gift

8 5 0
                                    

"Nona, sarapan Anda sebaiknya segera dihabiskan," ujar seorang pelayan sembari menatapku malas.

Dasar, tidak punya sopan santun.

Aku segera memakan sarapanku secepat mungkin. Bukan karena aku menuruti perkataannya, tetapi karena aku muak melihat wajah menyebalkannya.

"Hei, jangan bertingkah tidak sopan seperti itu padaku, Raymond." Aku mengambil sapu tangan kemudian membersihkan sudut bibirku. Lalu aku menenggak segelas air putih.

"Ah, maaf. Saya hanya merasa sedikit ... bosan." Raymond yang awalnya menyandarkan diri di dinding, sekarang berjalan menghampiriku sambil melipat kedua tangannya di atas dada.

"Apa Nona tidak merasa seperti itu?"

Merasa bosan? Hm, setelah 12 tahun di dalam menara, tentu saja membosankan. Apalagi di sini hanya ada kasur tanpa penyangga apapun yang dijahit sedemikian rapi, sebuah jendela besar yang mengarah pada taman istana, karpet merah yang besar nan empuk, jam kuno yang menempel di dinding dan beberapa pakaian yang digantung di sisi lain jendela.

Tak ada cermin, meja, kursi, lemari, aksesoris, peralatan menulis, peralatan memasak, peralatan melukis, peralatan menggambar, peralatan kebersihan.

Sarapan, makan siang, makan malam, dan mandi, semua peralatan akan dibawakan Raymond ketika waktunya telah tiba. Sehingga kemungkinan aku menyakiti diri sendiri menjadi lebih kecil.

Untuk apa pula aku menyakiti diri sendiri? Dasar, kakek tua bangka.

Raja istana ini—Istana Api—adalah kakekku, kakek tua bangka yang sangat benci ketika aku berada di luar menara ini. Dia juga yang mengurungku di dalam menara tanpa ada sesuatu yang dapat menghiburku. Ayah dan ibuku tidak bisa berbuat apa-apa selain mentaati ketentuan yang dibuat oleh kakek. Raja menyebalkan itu juga melarangku bertemu dengan ayah dan ibu, begitu pula sebaliknya. Hanya Raymond-lah yang menemaniku di dalam menara ini.

Terkadang aku merasa iba kepada Raymond, dia harus memantauku 2 jam sekali untuk berjaga-jaga kalau ada sesuatu yang terjadi padaku. Dia harus berlari menaiki dan menuruni tangga menara lebih dari puluhan kali. Namun hal itu membuat tubuhnya berotot. Keren.

"Nona?"

Saat-saat seperti ini adalah saat-saat yang paling kusuka di sepanjang 12 tahun aku dikurung di menara. Rasa bosanku meluap begitu saja bila Raymond datang menghampiriku. Oleh karena itu, aku selalu menantikannya selama 2 jam itu.

"Ya ... sangat membosankan."

Mungkin dengan aku berkata seperti itu, Raymond bisa membawaku keluar menara. Yah, aku cukup berharap dengan kalimat itu.

"Kenapa Anda dikurung di dalam menara, Nona?"

"Apa?"

"Mungkin saja aku bisa membantu Nona dengan mengetahui alasan kenapa Nona dikurung di menara ini."

Aku masih ingat apa yang terjadi saat 12 tahun yang lalu, tetapi aku takkan mengatakannya. Walaupun sudah 12 tahun Raymond mengabdikan hidupnya padaku, aku masih tidak mempercayainya.

Lagipula, kejadian 12 tahun itu kejadian yang sangat buruk. Tidak baik untuk diungkit-ungkit lagi.

"Sepertinya waktumu di sini sudah habis, Raymond." Aku melihat jam tua yang menggantung di dinding.

"Baiklah, sampai nanti, Nona." Aku mengangguk pelan.

Raymond segera keluar dari kamarku, menutup pintu kemudian menguncinya. Itulah kebiasaan yang harusnya dilakukan setiap ia keluar dari ruanganku. Namun, hari ini dia tidak menguncinya.

CerpenRa (Mampukah Kau Menebak Akhir Kisahnya?)Where stories live. Discover now