The Wasted Angel (02)

27 8 0
                                    

Kini, aku memutuskan untuk mencari gua yang cukup jauh dari desa, alasannya adalah agar pemerintah itu tidak mampu mengejar kami lagi. Daun-daun dan dahan-dahan pohon sedikit demi sedikit kulewati, aku melihat tanah yang ditumbuhi rerumputan pendek.

Srek srek! Suara itu membuatku merinding seketika. Aku merasakan keringat dingin yang membasahi wajah.

Aku melihat sekitar, dan menemukan dahan kayu yang cukup besar untuk memukul. Dengan perlahan, aku menghampiri semak belukar itu kemudian memukul sebelum melihat apa yang ada di sana.

"Aaaawww!"

"Siapa kau?"

"Siapa aku? Aku ini tukang kayu dari Desa Warard! Seenaknya saja memukul orang."

"Kau mau kemana?"

"Kemana? Tentu saja kembali ke desa."

"Jangan, pemerintah ada di sana."

"Hahaha, bercandanya tidak lucu, Nona manis."

"Aku bersungguh-sungguh."

Kesal karena ia tidak percaya perkataanku, akhirnya aku memutuskan untuk menceritakan semuanya tanpa membuka kedok Araqiel dan masa lalunya. Setelah itu, ia hanya mengangguk paham sembari menuntunku menuju gua yang biasa ia gunakan istirahat saat mengumpulkan kayu bakar.

"Oh ya, namaku Mariana. Panggil saja Maria."

"Kalau Ana?"

"Kalau Ana? Boleh saja. Namamu?"

"Arisa."

"Jadi kita akan di dalam gua sampai kapan?"

"Tunggu sampai saudaraku datang."

"Oke. Daripada berdiam diri, bagaimana kalau kita berburu saja untuk makan malam nanti?"

Aku mengangguk semangat. Aku tidak pernah berburu hewan liar untuk santapan makan malam, yang kulakukan selalu memasak dan memasak. Itu sangat membosankan.

Sebelum meninggalkan gua, aku menyobek lenganku kemudian meletakkannya di sekitar gua agar Araqiel tahu gua mana yang aku tinggali. Tentu saja aku melakukannya saat Ana tidak melihatku. Setelah selesai, aku mengikuti langkah kaki Ana yang berjalan menuju hutan.

Ana mengajakku berlari ke tengah hutan, ia juga membekaliku panah dan pisau kecil. Ana menghentikanku saat ia melihat rusa besar yang sibuk memakan rumput. Aku dan Ana langsung bersembunyi dibalik semak-semak.

"Arisa, apa sebelumnya kamu pernah memanah?"

"Mmmm, tidak."

"Ah sial. Seharusnya aku mengajarkanmu cara memanah." Ana menepuk jidatnya. Aku tersenyum melihat Ana, ia tidak sungkan padaku, padahal aku orang yang baru dikenalnya.

"Baiklah, ini akan menjadi latihan eksklusif. Lihat baik-baik."

"Baik, Bu Ana."

"Jangan membuatku malu!"

Aku terkikik geli ketika melihat wajahnya memerah. Rupanya dia malu-malu tetapi mau.

"Pertama, pegang badan busur dengan tangan kiri, kemudian tempelkan anak panah bagian belakang ke tali yang ada pada busur dengan tangan kanan. Kedua, tarik tali itu bersamaan dengan anak panah yang sudah ditempel tadi sampai kepalan tangan kananmu menempel pada dagu. Ketiga, tentukan target yang akan kau panah, ketika sudah yakin dengan target, tentukan kekuatan yang akan kau lepaskan, kemudian tarik napas dalam-dalam lalu keluarkan pelan-pelan, konsentrasi dan lepas!"

Bersamaan dengan kata 'lepas', anak panah itu langsung meluncur begitu cepat sampai akhirnya menancap di tubuh rusa itu. Seketika, rusa besar itu roboh.

CerpenRa (Mampukah Kau Menebak Akhir Kisahnya?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang