LLD 2 : You Kill My Sister!

1.1K 28 0
                                    

Lathifa berjalan pelan menyusuri trotoar. Ia bersenandung riang meski terik matahari begitu terasa menyengat. Gadis itu seolah tak pernah kehilangan semangatnya. Kakinya terus melangkah pelan menuju kontrakan kecilnya di perumahan kumuh pinggiran Jakarta. Sebenarnya Lathifa ingin tinggal di tempat yang lebih layak, tapi dengan tabungannya yang sedikit, ia hanya mampu mengontrak di kawasan kumuh itu.

Kini Lathifa berdiri tegak di depan pintu rumahnya. Ia mengeluarkan anak kunci dan bersiap membuka pintu saat seorang anak laki-laki berusia lima tahun berlari sambil berteriak memanggil namanya.

“Kak Thifa!!!”

Lathifa menoleh menunggu anak itu mendekat. Saat tiba di hadapannya, Lathifa baru sadar kalau anak laki-laki itu menangis. “Dimas, ada apa sayang? Kamu kenapa nangis?” tanyanya khawatir. Anak ini adalah anak yang paling dekat dengannya semenjak ia tinggal di daerah itu dua tahun yang lalu.

“Ibu, Kak… Ibu dari tadi teriak kesakitan… aku takut, Kak…” teriaknya. Mata Lathifa membelalak kaget. Ia ingat kalau ibu Dimas sedang hamil tua. Apa jangan-jangan mau melahirkan?

“Ya udah, kita bawa Ibu ke rumah sakit sekarang, ya?” Kemudian ia menggandeng tangan Dimas menuju rumah gubuknya. Lathifa mendadak panik melihat wanita itu sedang berteriak kesakitan ingin melahirkan anaknya.

“Ayo, Kak, kita ke rumah sakit,” ajak Lathifa pada wanita yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Kemudian gadis itu membawa wanita tadi menuju rumah sakit terdekat dengan menggunakan becak tetangganya yang sedang tidak terpakai.

Tiba di rumah sakit, Lathifa membopong ibu hamil itu menuju sebuah kursi tunggu dan bergegas menuju resepsionis.

“Mbak, Kakak saya ingin melahirkan,” ujar Lathifa panik.

“Iya, tunggu sebentar, ya. Kamu bisa isi data pasien dulu,” ujarnya tak acuh sambil memberikan selembar formulir.

“Saya akan isi data itu nanti tapi tolong tangani dulu Kakak saya, dia ingin melahirkan!” teriaknya.

“Iya sabar ya, Mbak, harap ikuti prosedur dulu. Lagi pula dokter kandungan yang ada hari ini akan melakukan operasi caesar.

“Aaaahh, Thifa… sakit…” teriak wanita itu lagi.

“Mbak! Apa Mbak gak dengar?? Kakak saya sudah kesakitan, Mbak! Tolong panggil dokternya sekarang!” teriak Lathifa makin panik.

“Suster, pasien yang mau caesar hari ini sudah siap?” tanya seseorang tiba-tiba memotong kalimat yang akan keluar dari resepsionis itu.

“Sudah, Pak,” ucapnya sopan. Lathifa tidak perlu berpikir lama untuk tahu kalau pria itu adalah dokter kandungan.

“Dokter!” panggilnya sambil menarik lengan dokter itu yang hampir menjauh. Dokter itu membalik dan terlihat kaget bertemu dengan Lathifa lagi.

“Kamu! Mau apa kamu datang kemari?” tanyanya sinis.

Lathifa menggeleng tak percaya melihat Ervan di hadapannya. Ia menghilangkan dendamnya untuk sesaat pada pria itu. “Dokter Ervan, saya mohon tolong kakak saya, dia mau melahirkan,” ucapnya memohon.

“Memangnya kamu sudah melakukan pendaftaran?” tanyanya.

“Apa penting pendaftaran itu?? Ada apa sama rumah sakit ini, hah?! Kalian gak liat kakak saya sedang menahan sakit tapi dengan santainya kalian meminta saya mengurus administrasi? Dimana hati nurani kalian?!” bentaknya di depan wajah Ervan.

“Jangan kurang ajar kamu dengan saya! Saya sekarang ada jadwal operasi. Kamu tahu? Saya harus pulang dulu ke rumah karena kamu menumpahkan minuman ke kemeja saya sehingga saya terlambat untuk jam operasi hari ini. Pasien saya sudah menunggu. Sekarang kamu masih mau menahan saya? Maaf, saya terburu-buru,” kemudian dia melangkah pergi setelah melepaskan tangan Lathifa di lengannya.

Lathifa's Last DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang