LLD 6 : Fall in Love with Him

776 22 0
                                    

Lathifa berjalan pelan menuju ruang kerja Ervan sambil membawa secangkir teh hangat untuk pria itu. Kali ini teh sungguhan karena Lathifa tak ingin mengambil resiko pria itu mencekiknya jika ia mengulang perbuatannya lagi.

Setibanya di depan pintu, gadis itu mengetuk pintu yang sedikit terbuka.

“Masuk!” sahut sebuah suara dari dalam ruangan. Lathifa kemudian membuka daun pintu lebih lebar lalu masuk. Ia melihat pria itu sedang asyik dengan laptopnya dan sesekali membaca sesuatu di buku yang ada di samping laptopnya. Lathifa menghampirinya dan meletakkan cangkir teh di atas mejanya.

Ervan hanya diam tak mengucapkan sepatah kata pun. Lathifa memandang keliling. Ia menatap takjub dekorasi ruangan kerja Ervan yang hampir sebagian besarnya dipenuhi perabotan berwarna cokelat susu, berbeda jauh dengan ruang tamunya yang dihiasi warna putih gading. Sepertinya pria ini memang memiliki selera unik tersendiri karena setiap ruangan yang Lathifa masuki selalu bernuansa warna yang berbeda.

Lalu tanpa sengaja mata gadis itu menatap sebuah komputer berdebu yang terletak di sisi lain ruangan. Sepertinya komputer itu sama sekali tak tersentuh, terlihat dari debu yang menyelimutinya maupun kabel yang tidak terpasang pada stop kontak. Lathifa kemudian teringat dengan naskahnya yang sudah ditulis di kertas dan betapa ia sangat memerlukan komputer untuk merealisasikan mimpinya.

Ervan yang sadar bahwa Lathifa masih belum beranjak kemudian mendongak dan mendapati gadis itu sedang termenung menatap komputer di sisi lain meja kerjanya.

“Kamu ngapain masih di sini?” tanya Ervan kemudian membuat gadis itu tersentak kaget. Ia menatap Ervan takut-takut.

“Hmm, Van, itu komputer kamu?” tanyanya ragu-ragu.

Ervan mengernyitkan dahinya bingung. “Menurut kamu? Gak mungkin kan komputer Rumi aku sembunyiin di sini?”

Lathifa menyengir lebar. “Komputernya gak dipake, ya? Boleh aku pinjam?” tanyanya dengan mata penuh harap.

Kernyitan di dahi Ervan makin dalam. “Buat apa sama kamu? Tugas kamu kan masak, emang masak bisa pake komputer?”

“Ya enggak, lah. Ketauan banget gak pernah masak, kan. Aku mau minjam buat ketik naskah novelku,” jawab Lathifa dengan wajah innocent-nya.

“Naskah novel?”

Lathifa mengangguk. “Iya. Kan aku kerja cuma jadi koki, berarti jam kerja aku banyak yang kosong, kalau aku pinjam komputer kamu gak apa-apa, kan?”

“Ya udah, pinjam aja,” jawab Ervan singkat lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada laptopnya. Lathifa tak peduli dengan sikap acuhnya Ervan, yang terpenting sekarang impiannya untuk bisa menerbitkan buku makin dekat. Ia tersenyum lebar dan keluar dari ruangan itu.

Belum sepenuhnya keluar dari tempat itu, bel rumah terdengar. Lathifa dengan cepat berlari menuju pintu depan. Ia membuka pintu dengan cepat dan sigap. Saat pintu telah terbuka sepenuhnya, Lathifa tertegun melihat tamunya yang datang. Bundanya dan Dimas!

“Kakak!!” teriak Dimas riang langsung memeluk kaki Lathifa.

Lathifa tersenyum dan berjongkok untuk memeluk bocah itu. “Dimas, Kakak kangen banget sama kamu.” Dimas memeluknya makin erat. Kemudian Lathifa berdiri dan menggendong anak laki-laki itu.

“Bunda, ada apa ke sini malam-malam?” tanya Lathifa kemudian.

Bundanya tersenyum lebar. “Ganggu kamu, ya? Bunda mau antar Dimas soalnya sejak kamu pergi dia diam terus, gak mau makan dan minta diantar ke tempat kamu.”

Lathifa menatap Dimas gemas. “Kenapa kamu gak mau makan?” tanyanya.

“Aku maunya makan sama Kakak,” jawabnya dengan wajah polos.

Lathifa's Last DreamWhere stories live. Discover now