LLD 3 : Found That I Still Have Family

1.8K 26 0
                                    

Lathifa berjalan pelan memasuki sebuah rumah besar tempatnya dibesarkan dulu. Yayasan yatim piatu Al-ikhlas. Anak-anak kecil sibuk bermain kejar-kejaran di halaman depan. Lathifa menyapa mereka satu persatu sebelum masuk ke dalam untuk menemui ibu panti yang mengasuhnya.

“Assalamualaikum, Bunda,” sapanya saat melihat wanita paruh baya itu. Wanita itu menoleh dan seketika matanya berbinar riang melihat anak asuh kesayangannya datang.

Ia tergopoh-gopoh menghampiri Lathifa dan memeluknya. “Thifa, kamu baik-baik saja, Nak? Sudah lama sekali kamu tidak datang ke sini,” ucapnya.

“Aku baik, Bunda. Bunda gimana? Sehat? Aku kangen sama Bunda,” ucapnya manja.

“Bunda sehat. Bunda juga kangen sama kamu. Ayo duduk,” ajaknya. “Kamu udah pulang kerja? Masih kerja di restoran mewah itu?” tanya bundanya langsung.

Lathifa menghembuskan napasnya berat. “Thifa baru berhenti dari restoran itu hari ini, Bunda,” ujarnya. Lalu dengan perlahan cerita mengalir dari mulut gadis itu tanpa diminta. Bundanya dengan setia mendengarkan.

“Lalu dimana anak kecil itu? Kamu tidak mau menitipkannya di sini?” tanya sang bunda saat Lathifa telah berhenti bercerita.

Lathifa menggeleng pelan. “Lathifa enggak tega kalau harus bawa dia ke sini, Bun. Dimas masih punya Thifa. Biar Thifa aja yang rawat dia,” ucap gadis itu.

“Kamu yakin? Apa kamu gak akan kesulitan nantinya untuk membiayai Dimas? Kalau kamu menitipkannya di sini, kamu bisa menjenguk dia kapan pun kamu mau,” ucap bundanya.

“Aku gak akan kesulitan, Bunda. Bunda tenang aja, aku pasti bisa menghidupi Dimas. Bunda gak perlu khawatir ya,” ucap Lathifa sambil tersenyum dan menggenggam tangan wanita itu.

“Ya sudah kalau kamu inginnya begitu. Bunda gak akan pernah bisa memaksamu, kan? Tapi kalau nanti kamu merasa tidak sanggup merawat Dimas, kamu bisa menitipkannya ke sini karena bagaimanapun juga ini tempat yang pantas untuknya,” ujar wanita tua itu.

“Iya, Bun. Bunda tenang aja,” ujar Lathifa dengan senyum manisnya.

“Oh, iya, Bunda ingat sesuatu. Kamu tunggu di sini sebentar ya,” ucap wanita itu tiba-tiba teringat sesuatu yang penting.

Setelah hampir lima menit menunggu, wanita itu kembali ke tempat Lathifa sambil membawa sebuah kotak tua nan usang. Dia meletakkan kotak itu tepat di depan Lathifa. Sesaat dia membersihkan abu yang menempel di permukaan kotak itu.

“Ini untukmu, Thifa. Seharusnya Bunda memberikan ini sejak dulu, tapi Bunda sama sekali tidak ingat sampai minggu lalu Bunda melihat kotak ini lagi di dalam gudang,” ucapnya sambil menyerahkan kotak itu pada Lathifa.

Lathifa mengambil kotak itu dan membukanya dengan perlahan. Di dalamnya terdapat selimut bayi yang terlipat rapi. Lathifa mengambil selimut itu dan memerhatikannya dengan bingung. “Ini apa, Bunda?”

“Itu barang terakhir peninggalan ibu kandungmu. Saat ibumu memberikanmu pada Bunda, dia sempat meminta Bunda untuk menyuruhmu mencarinya saat kamu dewasa nanti. Bunda rasa saat itu kini telah tiba.”

Lathifa mendengarkan ucapan Bundanya dalam diam. Ia menemukan secarik kertas bertuliskan nama dan tanggal lahir.

“Reyna Willianto? Nama siapa itu, Bunda?” tanyanya.

“Itu namamu, nak. Dulu kamu sering sakit-sakitan, jadi Bunda memilih mengganti namamu supaya kamu mungkin lebih merasa sehat dengan nama baru.”

Tangannya tanpa sengaja menyentuh sebuah kalung berbentuk daun cemara. Matanya seketika menatap nanar kalung itu, tangannya sedikit bergetar.

“Jadi ibu kandung Thifa masih hidup, Bunda?” tanyanya dengan suara serak.

Lathifa's Last DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang