LLD 7 : I Found My Family

821 26 0
                                    

Langkah wanita berusia dua puluh lima tahun itu terlihat mantap mendatangi sebuah yayasan panti asuhan di kawasan Jakarta Pusat. Ia melewati barisan anak-anak yang sedang bermain tanpa beban menuju pintu masuk rumah besar itu.

“Permisi,” panggilnya sambil menengok ke dalam rumah. Seorang wanita paruhbaya datang tergopoh-gopoh mendekatinya.

Wanita itu tersenyum menatap sang wanita muda. “Ada apa ya, Mbak?”

Wanita tadi ikut tersenyum sopan. “Ibu pemilik panti ini? Saya sedang mencari seseorang yang mungkin menghuni panti ini, bisa kita bicara sebentar?”

Dia mengangguk. “Mari ikut saya.”

Mereka berjalan ke sebuah ruangan yang lebih sepi dari anak-anak yang berlalu lalang. Wanita tua itu meminta tamunya untuk duduk sementara ia ke dapur sebentar untuk mengambil minum. Beberapa saat kemudian dia kembali membawa secangkir teh yang masih mengepul.

“Jadi, apa yang bisa saya bantu?” tanya wanita itu kemudian.

“Perkenalkan, saya Rumi. Kedatangan saya ke sini untuk mencari adik saya yang sudah lama hilang,” ujar Rumi memperkenalkan diri.

Wanita tua di hadapannya mengangguk dan tersenyum ramah. “Kalau boleh tahu, kenapa anda mencarinya kemari? Siapa nama anak itu?”

“Saya mendapat info dari orang suruhan saya kalau adik saya ada di panti ini. Namanya Reyna, Bu. Apa Ibu mengenalnya?”

Tubuh wanita tua di hadapannya seketika menegang. Tanpa banyak penjelasan lagi, Rumi tahu kalau wanita tua di depannya ini mengetahui keberadaan adiknya.

“Kamu keluarga Diana? Reyna Willianto maksudmu?” tanyanya terbata-bata.

Rumi tersenyum lebar dan matanya mulai berkaca. “Ya, saya putri sulung Diana, satu-satunya keluarga Willianto yang tersisa. Saya mencari adik saya, Bu. Apa dia masih hidup?” tanya Rumi ragu.

“Ya, anak itu masih hidup. Anak yang dititipkan Diana dua puluh tahun yang lalu. Dia sekarang tumbuh dewasa dan menjadi gadis yang ceria. Saya tahu tiba saatnya nanti keluarga Diana akan menjemputnya kembali. Dan ternyata, sekarang saat itu telah tiba. Tapi sekarang ia sudah pergi dari tempat ini, dia memilih untuk hidup mandiri meski sesekali ia melihat saya ke sini.” Kemudian dia mencari kertas dalam sebuah laci kecil, sebuah alamat.

“Sekarang dia bekerja di rumah itu.” Wanita tadi memberikan kertas itu kepada Rumi. Rumi mengulurkan tangannya dan membaca alamat itu.

“Reyna kecil selalu sakit-sakitan sehingga saya mengubah namanya menjadi Lathifa,” sambung wanita tadi kemudian. Rumi terdiam membisu menatap alamat rumah Ervan yang berada di tangannya.

“Gak mungkin,” bisik Rumi tak percaya. “Thifa adikku?” ujarnya lagi entah bertanya pada siapa.

“Kamu sudah mengenalnya?” tanya wanita tua tadi.

Rumi mengalihkan pandangannya menatap wanita tua itu. “Ervan sahabat saya, Lathifa itu adik angkat saya. Jadi… dia adik kandung saya? Pantas rasanya aku tak asing menatap matanya, ada debar aneh dalam hatiku.”

Wanita tadi tersenyum hangat. “Itu lah uniknya hubungan darah. Sejauh apa pun kalian dipisahkan, takdir tetap bisa mempertemukan kalian.”

Rumi mengangguk membenarkan. “Kalau begitu, terima kasih atas bantuannya, Bu. Saya permisi dulu,” pamit Rumi. Kemudian gadis itu beranjak pergi.

***

Lathifa sedang bermain bersama Dimas serta Ervan saat tiba-tiba bel pintu berdering. Lathifa langsung berlari dengan cepat ke arah pintu. ia membuka pintu dengan sigap dan tersenyum ramah melihat Rumi berdiri di hadapannya.

Lathifa's Last DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang