(8)

6.8K 638 41
                                    

Karena perasaan adalah lokasi awal menuju titik diantara dua persimpangan. Sakit atau bahagia.
Tergantung akan kemana orang itu membawanya. Dan siapa yang menyetirnya.

-Ur

VENUS berjalan menyusuri lorong sekolah bersama Langit. Gadis itu masih sedikit takut mengingat bagaimana reaksi Langit kemarin saat berhadapan dengan Biru. Apalagi jika ia sampai tau Biru telah mengiriminya pesan, ralat, bahkan sudah menelfonnya kemarin malam.

"Maafin aku ya, udah bikin kamu takut." Ucap Langit seolah paham dengan apa yang sedang dipikirkan Venus.

"Nanti pulang sekolah, temenin aku makan, mau?"

Venus mengangguk, membuat Langit tersenyum dan segera pergi dari sana setelah memastikan gadis itu sudah duduk di bangkunya. Elena berdecak beberapa kali, membuat Venus sepertinya tau apa yang akan gadis itu utarakan. Tentang ketidaksukaannya pada Langit.

"Kapan putus?"

"Huss!" Manda memukul kesal lengan gadis itu. "Kok nanyanya gitu sih lo?! bukannya didukung sahabatnya lagi seneng, malah didoain putus."

Elena memutar bola matanya jengah, "Terkutuklah kau, Manda."

Manda yang baru saja berniat untuk membalas ucapan Elena seketika terhenti saat seseorang yang tidak asing masuk ke dalam kelas mereka. Bukan anggota kelas ini, bukan anggota OSIS, tapi orang yang bahkan menjadi salah satu nama yang harus ia hindari selama sekolah di tempat ini. Dia, Biru.

Bukan hanya Manda, Elena dan anggota kelas lain pun ikut mengalihkan pandangan pada cowok itu. Pasalnya, Biru tidak pernah dengan senang hati masuk ke kelas lain, meski untuk mencari Arya sekalipun. Venus memejamkan matanya sejenak, berusaha menampik pikiran buruknya tentang Biru yang datang ke kelas ini hanya untuk mencarinya. Tidak mungkin kan?

"Heh."

Siapa yang dia panggil? Hah heh hah heh, semua orang juga punya nama.

"Venus,"

Mampus!

"Iya?" Venus mendongak ogah-ogahan. Antara takut dan juga malu menjadi pusat perhatian. Meski biasanya pun juga begitu, karena notabene dia adalah pacar Langit.

"Nih."

Gadis itu melirik paper bag yang baru saja disodorkan oleh Biru. Gadis itu mengernyit, tidak mengerti maksud dari seseorang di samping mejanya ini. Seakan tau isi pikiran Venus, Biru menarik sesuatu dari dalam sana yang berhasil membuat Venus terdiam. Baju olahraganya.

"Bunda lo tadi nitip di depan, nggak sengaja pas gue juga lagi lewat."

"Bunda bilang apa ke Biru?"

"Bilangin Venus," Biru membungkuk membisikkan sesuatu. "Jangan jatuh lagi, bunda nggak suka."

"Bohong." Venus menatap curiga ke arah Biru, Bundanya mana pernah tau kalau Venus sering jatuh di jam olahraga.

"Terserah,"

"Yang bener, Biru!"

"Udah bener."

Gadis itu menghembuskan nafas lelah, percuma juga memaksa si arogan ini. "Makasih, Biru."

"Iya." Baru saja cowok itu akan pergi, langkahnya tertahan saat melihat Arya berjalan mendekatinya.

"Waduhh, pagi-pagi tumbenan lo ngapelin gue, Ru. Kenapa nih? Mau ngajak bolos? Maaf Ru, sebenernya gue juga mau, cuman hari ini ada ulangan."

"Udah?" tanya Biru membuat Arya mengangguk.

"Ya udah."

Arya menatap Biru datar sebelum kakinya bergerak menginjak kaki cowok itu sedikit keras. Membuat yang diinjak melotot kesal saat Arya bukannya meminta maaf justru melenggang pergi begitu saja ke bangkunya.

BIRUWhere stories live. Discover now