(1)

16K 1K 33
                                    

Jangan takut jatuh cinta, Venus.
Karena jika cinta,
maka resikonya itu jatuh.
Kalau tidak sakit,
berarti belum cinta.

-Ur

PAGI hari seharusnya ditandai dengan kabut dan tetesan embun menyejukkan. Sudah langka, sekarang semuanya berubah seiring berjalannya zaman. Bahkan pagi pun berubah, fajar tidak pernah hadir seindah dulu di perkotaan. Gedung tinggi dengan kemewahan itu telah berhasil memakan korban. Fajar mundur, menghilang perlahan sebelum akhirnya lenyap. Sekarang, kabut berganti asap kendaraan. Embun pun berubah menjadi terik. Kicauan burung? maaf, sekarang yang berkicau adalah spesies baru, klakson.

Jakarta di Hari Senin memang tidak pernah bisa dibilang lenggang. Semua membutuhkan jalan, hampir semuanya, kecuali pengangguran. Gadis itu pun juga sama, berkali-kali ia mengecek jam tangan sambil mendesah gusar karena angkotnya tak kunjung jalan. 20 menit lagi gerbang sekolahnya akan ditutup, bila ia tidak bisa sampai di sekolah dalam rentang waktu diatas, tamat sudah riwayatnya sebagai murid baik-baik.

"Kiri pak,"

Gadis itu akhirnya nekat, ia mengeluarkan selembar uang lima ribuan dan memutuskan segera turun dari kendaraan. Sekolahnya memang sudah lumayan dekat. Hanya butuh berjalan hingga tikungan depan, lalu menyusuri trotoar sekitar 100 meter. Sekolahnya disitu, tepat di sisi kiri jalan menghadap rumah rumah warga. Dari tikungan juga pasti sudah terlihat contong kerucut bewarna oranye yang sengaja dipasang di tengah jalan. Lengkap dengan laki-laki berpakaian seragam putih dengan celana hitam serta topi dan peluit.

Venus bernafas lega, langkahnya pun perlahan memelan. Koridor mulai ramai, ada yang sengaja nongkrong di depan kelas, ada yang mengobrol dengan teman kelas sebelahnya, ada pula yang hanya duduk sambil memainkan ponsel. Mereka semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Dan, langkah itu berhenti. Ada sesuatu yang barusan terlintas di pikirannya.

Hari Senin? Rame? Upacara? Topi!

Ia menepi, duduk di salah satu bangku koridor sambil mengobrak abrik isi tas punggungnya. Dan benar saja, benda itu ketinggalan. Padahal sedari tadi ia sudah mewanti-wanti untuk tidak melupakan buku tugas dan topi. Buku tugasnya inget, eh malah topinya yang lupa.

"Baru dateng kenapa muka lo udah kusut gitu?" Pertanyaan pertama itu muncul saat ia baru saja duduk di bangkunya.

"Apes banget hari ini."

"Ven, pinjem tugas dong."

"Ck, Ambil aja." Venus membalasnya lagi dengan ogah-ogahan.

"Ya gimana lagi, sebenernya kemarin malem gue udah berniat buat bikin tugas. Tapi nanggung banget tuh, akhirnya gue mutusin buat habisin film dulu. Rencana mau begadang, eh malah ketiduran. Bukan salah gue kan ya, emang ini mata aja yang nggak bisa diajak nego."

"Diem aja deh, pusing nih gue."

Gadis bermata sipit di sebelahnya menoleh lagi, "Kenapa sih?"

"Topi gue ketinggalan."

"Mampus lo! Pak Kumis lagi jaga tau hari ini, bisa abis lo kalau kena hukumannya dia. Mana ngasih hukuman nggak tanggung-tanggung lagi." saut Arya yang duduk di belakang mereka sambil sibuk memiringkan ponsel, biasa cowok.

"Ih Buaya! temen lagi susah malah digituin," Manda menodong cowok itu dengan bolpoinnya. "Tenang Ven, nanti gue temenin deh buat nyari pinjeman ke anak PMR."

"Beneran? emang ada yang mau?"

"Gampang, cari adik kelas aja."

"Venus! dicari Kak Langit," teriak seseorang dari ambang pintu yang menyita perhatian seluruh isi kelas, termasuk Venus.

BIRUTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon