(17)

5.7K 569 39
                                    

Yang menyala akhirnya
pasti padam juga.
Namun setidaknya,
sebelum itu terjadi, hingga detik ini, kita ialah masih.
Masih belum.


"

Kenalin, aku Rainata."

Hening.

Venus tersenyum kikuk dan buru-buru menyambut uluran tangan dari si calon 'Rein' dalam prediksinya. Seharusnya dia senang kan, ternyata Biru tidak sekedar berilusi. Seharusnya dia bahagia bisa melihat gadis di hadapannya ini menerimanya dengan ramah. Tapi, ada apa dengan hatinya?

Kenapa dia..

Takut kehilangan secara tiba-tiba?

"Venus, nama yang bagus. Terinspirasi dari mana?"

Venus membalas tatapan gadis itu, "Bunda yang ngasih nama, dia bilang planet Venus itu disebut juga bintang fajar, yang sering orang lihat sebagai bulan di pagi hari. Bunda pengen gue kayak gitu, jadi awal yang indah untuk menyambut sesuatu yang lebih baik."

Raina tersenyum lebar, membuat Venus pun ikut terpaku menatap betapa cantik manusia di depannya saat ini. Gadis itu mendekati Venus, meraih tangannya dengan senyuman yang tak kunjung reda.

"Aku seneng bisa ketemu kamu."

"Kalau nama lo? terinspirasi dari hujan?"

Raina mengangguk, "Aku suka banget sama hujan. Karena di bawah hujan, semua orang nggak akan pernah tau kita lagi bahagia atau justru sebaliknya."

"Oh ya, kamu siapanya Biru?"

Venus melirik Biru sebentar, "Temen satu sekolah."

"Biru, jangan--"

"Rain, stop."

"Oke oke," Raina terkekeh dan kembali menatap Venus yang terlihat bingung.

"Mau pulang ya, Ven? kapan-kapan kita keluar bareng yuk, atau kalau nggak kamu boleh kok main ke apartemen aku, disana." tunjuk Raina tepat ke sebuah gedung yang paling tinggi di dekat taman itu.

"Pasti."

"Rain, tunggu sini dulu, nanti aku jemput."

Raina menggeleng, "Aku mau sendirian, kamu langsung pulang aja."

"Rain,"

"Ru, pliss, kali ini aja."

Biru menghembuskan nafas berat sebelum akhirnya mengangguk. Cowok itu mendekati Raina dan mencium sekilas kening gadis itu tepat di hadapan Venus. Venus terdiam, entah kenapa tiba-tiba seperti ada debu yang melewati kelopak matanya. Matanya perih.

"Ayo, Ven."

"Hati-hati ya Venus." ucap Raina membuat gadis itu hanya tersenyum, sebisa mungkin.

---

Sepanjang jalan, keduanya sama-sama diam. Tidak ada yang berniat membuka obrolan sampai motor hitam milik Biru sudah terparkir rapi di halaman depan rumah Venus. Gadis itu turun, membenarkan kuciran rambut sebelum akhirnya tersenyum menatap Biru.

"Makasih ya."

"Lo kenapa?" tanya Biru membuat Venus hanya menggeleng.

"Nggak papa, emang kenapa?"

"Kayak orang mau nangis."

Venus diam, "Oh, nggak kok, gue cuma inget aja waktu sama Langit. Nggak nyangka kalau itu cuma pura-pura."

"Ru, boleh nanya nggak?"

Biru mengangguk, "Boleh."

"Rain sekolah dimana?"

BIRUWhere stories live. Discover now