32

6.7K 869 277
                                        


"Bekalnya nggak dimakan?"

Gue membuka kotak makan yang biasa dibawa sama Kai ke kampus. Kotak makan berisi ayam kecap kesukaan Kai dan beberapa lauk lain yang gue masakin tadi pagi masih utuh, nggak disentuh sedikitpun sama Kai.

Bahkan posisi semuanya masih sama kayak tadi pagi pas gue nyiapin makanannya.

"Oh iya, tadi makan sama anak-anak. Maaf ya?" Kai menghampiri gue yang sekarang menuju ke meja makan sambil membawa bekal makannya tadi.

"Sama Nana?"

"Kok Nana?"

Gue cuma mengangkat bahu sambil duduk di meja makan dan mulai makan bekal Kai yang nggak dimakan itu.

"Kenapa sama Nana?" Kai duduk di sebelah gue melihat gue lagi makan bekalnya.

"Nggak."

"Tal." Kai menghentikan tangan gue yang mau nyuap. Membuat gue berhenti makan dan menatap Kai.

"Kenapa sama Nana?"

"Dia ngapain nelpon kamu semalem?" Tangan gue sedikit bergetar ketika mengajukan pertanyaan barusan. Hal yang bikin gue penasaran dari semalem. Sebenernya gue nggak mau nanyain ini tapi gue bener-bener kepikiran dan nggak tenang.

Jadi daripada jadi prasangka, mendingan gue tanyain langsung sama Kai.

"Aku nggak tau. Hari ini aku nggak ketemu Nana, dan aku juga nggak nanya kenapa dia nelpon."

"Kenapa nggak nanya?" Gue masih belum puas sama jawaban Kai. Kenapa nggak nanya sama sekali maksud telepon semalem apaan.

Antara emang Kai nggak peduli, atau dia menutupi sesuatu dari gue.

"Kenapa harus nanya? Kalau penting pasti dia nelpon lagi, tapi ternyata enggak."

"Siapa tau aja kamu sengaja nggak ngangkat telepon dia." Gue melepaskan tangan Kai yang menghalangi tangan gue buat makan, untuk melanjutkan menghabiskan makanan Kai.

"Aku sama dia cuma temenan, tal."

"Temen apa sih yang nelpon malem-malem gitu?"

Temen apa yang nelpon di jam istirahat, terlebih lagi Kai itu pria beristri. Sebagai orang yang punya pendidikan tinggi, seharusnya Nana tau kalau itu nggak sopan.

"Aku juga nggak tau. Nanti aku tanya sama dia biar jelas sekalian." Kai kembali menjelaskan ke gue, yang menurut gue jawaban dari Kai sepele banget, nggak membuat gue tenang.

"Terserah kamu."

"Kamu kenapa sih?" Lagi-lagi Kai menghentikan tangan gue yang lagi menyuap makanan.

Gue kembali melepaskan tangan Kai dan melanjutkan acara makan gue.

"Tal, ngomong. Kalau kamu cuma diem aja kayak gini aku mana ngerti?"

Gue menghentikan suapan gue dan menatap Kai. Dia keliatan capek banget, baru pulang dari kampus dan harus berdebat sama gue. "Kamu nyadar nggak sih kalau sekarang tuh kamu sibuk banget?"

"Sibuk gimana?"

"Kayaknya waktu kamu tuh abis buat kuliah aja. Apa emang yang lain sama sibuknya kayak kamu?"

"Maksud kamu apa?"

"Kamu tuh beneran sibuk banget sampai waktu buat Srestha aja nggak ada. Udah lama banget juga kamu nggak main berdua sama Srestha." Gue mengungkapkan unek-unek gue. "Srestha nanyain kamu terus, aku ngerti kalau kamu kerja tapi Srestha mana tau? Dia cuma tau kalau kamu nggak bisa nemenin dia."

Masalah preschool gue memang udah nggak mempermasalahkan, karena Kai juga sempet nemenin nyari walaupun cuma sekali. Tapi ketika gue pergi berdua sama Srestha, dia ngeliat anak-anak lain yang dianter sama papanya, dia selalu nanya Kai kemana. Dan selalu gue jelaskan kalau Kai lagi kerja.

Ad Astra Per AsperaWhere stories live. Discover now