Part 4 : Alarm Penyebab Baper

1.1K 131 3
                                    

Kata hatiku tidak sesuai dengan kata yang keluar dari mulutku.

—Kanina—

===

Malam ini, aku rebahan di dalam kamar sembari melakukan hal yang sangat tidak penting, yaitu menunggu sebuah balasan yang sejak di kantin tadi hanya di-read doang, sampai akhirnya aku terdampar di dalam kamar saat ini.

Aku sih positif thinking aja.

Mungkin dia pingsan saat mau bales chatku tadi.

"Argh!" Aku menggeram kesal.

Sial! Aku menunggu hal yang seharusnya tidak perlu untuk ditunggu. Aku berpikir hal itu tidak penting, tapi hatiku berkata lain, aku ingin menunggunya.

Tringg

Suara notifikasi ponselku berbunyi. Langsung kubuka aplikasi chat berwarna hijau itu. Namun, itu hanyalah sebuah pesan dari Wulan.

Kaninaaaaa! Woy!

Aku mengembuskan napas kecewa. Tak apalah, chat dengan Wulan sekalian menghibur diri.

Apa bep?

Gue mau curhat, Na.

Yaudah curhat aja.

Aku tadi ketemu mantan. 😬

Sebuah panggilan video dari Wulan masuk.

"Apa?" tanyaku malas saat video call sudah terhubung.

"Kepencet," jawabnya lalu mematikan sambungan secara sepihak.

"Apasih," gerutuku.

Tak lama, sebuah panggilan suara masuk dan aku melotot saat melihat nama yang terpampang nyata di layar.

Rizki R. is calling.

"Anjirrr!!!"

Padahal aku menunggu balasan, eh malah panggilan suara yang ku dapat.

Rezeki mah emang gak kemana.

Kugeser tombol hijau dan diam, menunggu orang di seberang sana memulai obrolan terlebih dahulu.

"Halo, Sayang?"

"Apasih panggil sayang-sayang," jawabku sok cuek. Padahal aslinya seneng. Hehe.

"Boleh minta tolong nggak?"

"Nggak."

"Jahat banget sih?"

"Lo kali yang jahat. Ngaca!" O'ow, aku terbawa emosi gara-gara pesanku sebelumnya cuma dibaca.

"Aku jahat apa ke kamu?" ucapnya dengan nada seperti dia adalah seorang korban. "Gara-gara chat kamu cuma aku baca doang? Kamu kan tahu aku pelupa. Maafin dong."

Eh, dia peka. Dalam hati, aku terkikik geli.

"Sok tau. Mau minta tolong apa tadi?"

"Gue mau minta tolong jadi alarm buat gue. Mau ya? Please."

"Alarm?"

"Gue tadi nggak masuk so'alnya bangun kesiangan. Jadi lo tolong bangunin gue."

"Kan hp lo ada alarm, Ki. Toh juga sama-sama bunyi yang berasal dari hp."

"Beda sensasinya tahu! Kalau alarm itu meskipun udah disetel 10 kali, tapi masih aja males bangun. Beda kalau ada yang nelepon, jadi ada semangat buat bangun, buat jawab telpon, buat denger suara kamu—"

"Itu yang terakhir bisa dihilangin nggak kata-katanya?" tukasku.

"Yang apa? Buat denger suara kamu?"

"Iya! Untung gue orangnya nggak baperan. Bisa-bisa gue bisa baper sama lo."

Aku dengar orang di ujung telpon tertawa ringan. "Iya-iya, maap."

"Au ah! Gue mau tidur. Bye," ucapku lalu mematikan sambungan.

Kulemparkan ponsel ke atas kasur dan menutup wajahku yang memanas dengan telapak tangan.

Meskipun aku bilang pada Rizki kalau aku bukan tipe orang baperan. Nyatanya, aku ini baperan. Bahkan bisa dibilang sangat.

Aku mencak-mencak lalu tengkurap di atas kasur. Aku berguling-guling ke kanan dan ke kiri.

"Argh! Kan gue baper!!!"

Panda Boy (✓) Where stories live. Discover now