S E M B I L A N

46.6K 6.2K 378
                                    


Sudah satu minggu Arshad tak menunjukkan batang hidungnya, namun nasi kuning kirimannya tetap sampai dengan selamat pada Vica. Wanita itu sempat bertanya-tanya, kemana Arshad pergi, lalu kemudian ia mengambil kesimpulan; Arshad pasti sedang berlibur bersama wanita yang ia koleksi. Meskipun dia bilang sudah memutuskan semuanya, tetap saja... wanitanya Arshad itu mati satu tumbuh seribu kan?

"Neng Vica, olah raganya di sini aja atuh, kita senam."

Suara Bu Aminah membuat Vica yang baru saja menutup pintu pagar menoleh. Ia melihat sekumpulan Ibu-ibu komplek sedang bersiap untuk senam pagi. Tahu tidak, yang menyebalkan dari acara senam pagi rutin milik ibu-ibu ini adalah... mereka sampai menutup jalan segala. Sumpah! Memang sih komplek juga komplek mereka, senamnya juga di depan rumah mereka, tapi karena menutup jalan begini, Vica harus selalu mempersiapkan diri untuk memarkirkan mobilnya jauh-jauh sejak pagi hari kalau-kalau ia mau pergi. Untung saja, sekarang ia lebih senang memakai gojek sehingga Vica tak harus kerepotan dengan acara menutup jalannya ibu-ibu.

"Nggak apa-apa bu, saya lebih seneng lari," sahut Vica, menjawab pertanyaan bu Aminah.

"Iya Ceu, atuh ya biarin aja Neng Vica lari. Lagian kalau senam juga buat apa."

"Bener Ceu, kan hari ini kita mau senam kegel. Buat mengencangkan otot bawah. Atuh Vica mah da suaminya juga nggak ada, kenceng juga buat siapa."

"Bener nya, da nggak akan digempur. Hahahaha."

Ajang bercandaan Ibu-ibu yang berada di sana membuat Vica mengusap dadanya, mencoba untuk bersabar. Ya Tuhan, Ibu-ibu ini... kenapa sih kalau terhadap janda, perilakunya begini sekali? oke, anggap saja mereka bercanda. Tapi, ya nggak segitunya juga! Memangnya sedekat apa Vica dan mereka hingga bercanda saja bisa sampai seperti ini? kalau Adel yang mengatakannya, Vica mungkin akan tertawa. Jelas, karena mereka dekat, tapi ini kan...

"Udah dulu ya Bu, kalau larinya siang. Keburu penuh," ucap Vica seraya berlalu begitu saja. mulutnya mendumel. Ia bersumpah bahwa Ibu-ibu yang katanya mau mengencangkan otot bawahnya untuk digempur itu akan mendapat balasan yang setimpal. Oke, misalnya mungkin alih-alih mengencangkan... malah sakit badan?

"Hahahaha, jahat juga," gumamnya.


****


"Shad! Maneh mau gini aja?"

Gilang menendang halus tubuh Arshad yang masih menggulung di dalam selimut. Saat dimana Arshad bersikap sangat menyebalkan itu datang hari ini, di saat yang tidak tepat sekali. Tahu-tahu kemarin sore Arshad datang ke kantornya dengan penampilannya yang kuyu, rambutnya yang semakin gondrong tak terurus dan kumis juga brewoknya yang terlihat mengerikan karena pria itu tidak bercukur. Menyebalkannya, sejak mendatangi kantornya kemarin sore, Arshad belum juga beranjak dari tempatnya. Pria itu menggulung dirinya dalam selimut, tidak makan, tidak minum, tidak ke kamar mandi, atau bahkan mungkin tidak bernapas?

Buru-buru Gilang membalikkan tubuh Arshad, namun tubuhnya terperanjat, bola matanya melebar dan Gilang berteriak, "ANJIR! ARSHAD!!!!"

Bagaimana tidak terkejut. Saat Gilang membalikkan tubuh Arshad, mata pria itu melotot—oke maksudnya terbuka namun karena Arshad tak berkedip, jadi Gilang kaget juga melihatnya, ditambah lagi si Arshad ini tidak menampilkan ekspresi apa-apa karena tatapannya juga kosong! Ya Tuhan, sungguh. Tatapan si Arshad ini kosong. Dia sedang melamun, sampe digeber gitu aja nggak bisa sadar.

"WOY!" Gilang berteriak lagi. Kali ini Arshad bangkit. Pria itu duduk, menatap Gilang dan bertanya, "Apa?"

"AI SIA CAGEUR?" (Lo sehat?! Sia: artinya kamu, tapi kasar.)

ODIVICATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang