2

9 0 0
                                    

Jalan-jalan memang cara membunuh waktu yang paling cepat dan tepat. Tur mengelilingi seperempat bagian dari negara Italia hampir membuatku lupa waktu hingga tak terasa perkuliahan akan segera di mulai. Pagi ini, di hari Sabtu yang ceria, aku menerima email dari sekolah berisi rentetan program pengenalan kampus bagi mahasiswa dan mahasiswi tahun ajaran baru dengan senyum sumringah. Seminggu pertama jadwalku akan penuh oleh banyak seminar sebagai pengantar yang akan dimulai hari Senin dan setelahnya kelas padat merayap tanpa ampun akan menjadi agenda sehari-hari. Rasanya senang sekaligus tidak sabar!

Kebahagiaanku juga semakin melengkap karena akan menghabiskan sore dengan menemui seseorang. Tadi malam aku mendapat ajakan bertemu melalui direct message instagram dari seorang teman lama yang ternyata juga tinggal di Milan saat ini. Namanya Amanda. Dulu kami adalah teman sebangku di sebuah sekolah homogen tempatku menyelesaikan pendidikan SMA. Sudah lama sekali kami tidak bertemu tetapi mana mungkin aku melupakan Amanda, gadis yang selalu masuk dalam daftar murid nakal. Bagaimana tidak? Ada saja tingkah aneh yang diperbuat olehnya jaman kami sekolah dulu. Dari mulai menangisi adik kelas, lupa mengerjakan PR, tidak membawa buku pelajaran, tidur di dalam kelas, kabur ke kantin di tengah pelajaran hanya untuk makan mie ayam, sampai urusan bolos membolos. Nah, bicara soal bolos membolos, dulu aku pernah tergoda ajakan Amanda untuk kabur dari sekolah pada saat kelas Bahasa Jerman sedang berlangsung. Alhasil kami dihukum karena perbuatan tersebut diketahui oleh wali kelas. Kalau kata Amanda saat itu, mungkin kami sedang apes sampai bisa tertangkap basah oleh satpam sekolah yang biasanya selalu berhasil dikelabui oleh Amanda. Rencana cabut pelajaran dan berjalan-jalan pun gagal total. Yang ada malah baru sore hari menjelang petang kami bisa pulang karena harus mencuci semua kamar mandi yang ada di sekolah sebagai bentuk hukuman. Walaupun bandel gak ketolongan, aku juga ingat kalau Amanda adalah anak pintar. Setelah hari kelulusan, Amanda pindah ke Swiss melanjutkan pendidikan ke sebuah sekolah perhotelan yang cukup terkenal dan sejak itulah kami tidak pernah bertemu. Merupakan suatu kebetulan yang luar biasa menyenangkan karena pada akhirnya kami akan bertemu lagi di Milan setelah lebih dari delapan tahun lamanya hanya tahu kabar masing-masing melalui social media.

***

Tepat pukul empat sore aku sudah tiba di Brera yang menurut Amanda merupakan salah satu daerah elite di Milan, tempat berkumpulnya para eksekutif muda ketika mereka haus akan kafein di tengah jam kantor. Karena alasan itulah Amanda menawarkan ide bertemu di California Bakery yang adanya di daerah Brera. Ngopi sambil menikmati "pemandangan" katanya.

Tidak sulit menemukan tempat yang Amanda maksud. Coffee shop yang didominasi dengan warna kuning di semua sisi bangunan tersebut begitu eye catching dan terlihat sangat ramai dari luar, berada di ujung jalan utama. Sebagai orang yang memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaan di industri desain dan kreatif, tentu saja aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan coffee shop yang dipilih Amanda. Tempatnya sangat lucu, kalau meminjam istilah anak jaman sekarang instagramable. Pintar juga temanku itu memilih tempat.

"Raniaaaaaaaa!" Lengkingan suara seorang perempuan bergema di seluruh ruangan begitu aku memasuki California Bakery.

Aku langsung mencari asal suara dan yakin seratus persen bahwa perempuan yang sedang bersorak-sorai dari bangku di pojok kanan dengan wajah sangat girang adalah Amanda, teman SMAku. Tanpa memperdulikan beberapa pasang mata yang menoleh karena terganggu oleh teriakan itu, aku berlari menghampiri Amanda dan memeluknya sangat erat. Sesaat kemudian aku melepaskan pelukan, memperhatikan Amanda dari atas sampai bawah lalu memeluknya lagi. Rasa haru membuncah dari dadaku, teringat masa-masa sekolah kami dulu. Banyak yang berubah dari Amanda terutama cara berpakaiannya yang kini terlihat lebih feminin. Jaman kami sekolah, Amanda terkenal sebagai anak basket yang kemana-mana selalu memakai celana dan baju olahraga. Siapa sangka kini si tomboi terbalut dalam dress elegan yang membuatnya terlihat dewasa, sesuai dengan usia kami yang tiga tahun lagi memasuki kepala tiga.

GroundiesWhere stories live. Discover now