4

5 0 0
                                    

Seperti hari-hari biasanya, Cadorna dipenuhi lautan manusia sore ini. Banyak orang berlalu lalang mengejar tram, bus dan metro yang akan membawa mereka pada tujuan masing-masing. Berlokasi di pusat kota sekaligus stasiun utama bagi kota Milan membuat Cadorna memang selalu sibuk. Bagaimana tidak, bayangkan saja. Di kota ini, terdapat empat jalur metro berwarna merah, hijau, ungu, dan kuning dimana untuk dapat berpindah dari satu jalur ke jalur lainnya titik pergantian berada di stasiun yang sama yaitu Cadorna. Belum lagi ada lebih dari sepuluh jalur bus dan setidaknya delapan jalur tram yang pemberhentiannya juga disini. Aku menerobos ratusan orang dan berjalan cepat menuju lantai dua. Adri tadi mengirimkan pesan bahwa dia sudah tiba dan bertitah agar kami mengisi perut terlebih dahulu di Burger World sebelum melaksanakan tugas negara.

Sebetulnya sudah lama aku berhenti mengkonsumsi junk food dan makan di restoran cepat saji seperti Burger World adalah haram hukumnya. Tapi naga-naganya aku tidak punya pilihan lain karena keterbatasan waktu. Semua gara-gara seminar dikampus tadi molor hingga waktu yang sudah kuperhitungkan menjadi kacau balau. Begitu kordinator jurusan secara resmi menutup acara, aku langsung berlari seperti orang kesetanan mengejar tram menuju Cadorna. Nyatanya aku tetap tidak bisa menghindari keterlambatan. Ku dapati Adri sudah duduk manis di meja restoran menikmati burgernya duluan karena sudah menungguku selama dua puluh menit.

"Maaf banget ya Dri gue telat. Lo jadi harus nunggu deh." Sapaku masih dengan napas tak beraturan.

"Santai saja Ran, gue nih yang minta maaf makan duluan. Lapar banget tadi. Ayo duduk, gue sudah beliin makanan buat lo juga."

Aku melirik nampan berisi satu bungkus cheeseburger lengkap dengan kentang goreng dan segelas coca-cola. Kayaknya memang aku ditakdirkan harus makan junk food hari ini.

"Lo suka burger kan?"

"Suka kok." Jawabku singkat. Tidak, aku tidak berbohong. Aku memang suka burger walaupun akan memilih makanan yang lebih sehat jika ada.

"Soalnya gak ada tempat lain. Heran juga di stasiun sebesar Cardona cuma ada restoran ini." Rupanya itu alasan Adri memilih tempat ini.

"Iya, gak apa-apa kok Dri. Berapa Euro totalnya?"

"Gampang. Makan saja dulu, kita gak punya banyak waktu."

Segera kutempati bangku di hadapan Adri sambil menyeruput minumanku dan membuka plastik burger. "Thanks, Dri."

Adri menjawab ucapan terima kasihku dengan senyum lalu bertanya. "Gimana hari pertama di kampus? Teman-teman sekelas lo seru gak?"

"Belum bisa menilai sih. But so far so good." Jawabku sambil memulai gigitan pertama. Ah, lezat. Setelah setahun belakangan selalu berusaha makan sehat, akhirnya aku bertemu juga sama yang namanya racun enak. Dosa memang selalu nikmat.

"Rata-rata pada dari negara mana saja mereka? Italia sudah pasti lah ya?" Tanya Adri lagi.

"Italia sudah pasti, ada sekitar enam orang Italian di kelas gue. Sisanya ada yang dari Bolivia, US, Perancis, Turki, Jerman, Rusia, Jerman, Bulgaria, bahkan sampai Yunani saja ada."

"Seru banget dong! Ada anak Asia selain lo?"

"Ada. Satu orang dari China dan dua orang dari Thailand. Kalau anak Indonesia, kebetulan hanya gue."

"Ramai tuh kelas sama bendera-bendera negara." Adri tertawa kecil.

Aku ikut tertawa. "Ya gitu deh."

"Lo ambil jurusan apa sih Ran ngomong-ngomong?"

"Kalau lo lewatin toko sepatu atau baju, di depannya pasti ada jendela dimana lo bisa lihat manekin yang didandanin atau artwork yang bikin orang tertarik masuk ke dalam toko kan? Nah gue ambil S2 menata display di jendela toko. Masih berhubungan sama visual dan desain, cuma spesialisasinya berbeda saja." Aku memberi penjelasan yang sama dengan yang kuberikan pada Amanda tempo hari.

GroundiesHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin