Sebuah Nama

108 7 3
                                    

Nama menyatakan identitas dirinya
Nama adalah doa bagi pemiliknya
Nama mencerminkan karakternya

****_+_****

Terkabut dalam kepiluan, memendam sebuah perasaan dan menanti sebuah kepastian dengan penuh pengorbanan. Seperti halnya yang dirasakan seorang anak yang terlahir dari keluarga petani yang merupakan putra bungsu dari tiga bersaudara. Dia hidup dalam kesederhanaan, bertempat tinggal di Madura, tepatnya di kota Sampang

Ach. Syauqy Aqil Maulana begitulah nama yang menyandang anak itu. Orang-orang sekitar terbiasa memanggilnya dengan nama indahnya. Syauqy. Dia memulai pendidikannya dari Madrasah Ibtidaiyah. Kecerdasan dan kepandaian otaknya, serta kemuliaan akhlaknya menjadikan namanya melambung tinggi ditelinga setiap insan.

"Hore..... hore aku lulus...!!"

Sorak gembira menghiasi papan pengumuman kelulusan pagi itu. Siswa dan siswi berjejer mengantri demi mencari deret demi deret nama yang terpampang. Seragam merah putih masih melekat menghiasi tubuh mereka yang masih mungil. Tanpa terasa sudah enam tahun mereka berjuang menghadapi pahit manisnya pengorbanan demi secuil ilmu yang akan mengantarkan mereka ke masa depan yang gemilang.

Dari kejauhan terlihat seorang anak yang mengenakan pakaian yang sama. Dia mematung. Memerhatikan segerombolan anak yang tak jauh berada di depannya. Pikirannya bingung. Menebak-nebak tentang apa yang mereka lakukan. Matanyapun berbinar. Terlihat ada sesungging senyum yang terhias dari bibirnya.

Seketika itupun, dia mempercepat langkahnya untuk bergabung dengan mereka. Tubuhnya merasakan sesak. Namun tidak dia pedulikan. Matanya mulai memutar ke atas ke bawah, dan ke kiri ke kanan. Akhirnya bola Matanya berhenti berputar. Dia melihat sebuah nama "Ach. Syauqy Aqil Maulana" terpampang jelas di barisan paling atas.

"Yeeeeeeeeeee,.... Syauqy lulus....!!!" Soraknya dengan gembira.

Lututnya menyentuh tanah kemudian diiringi dengan kedua telapak tangannya. Diapun bersujud syukur. Dia sangat senang atas apa yang telah dikarunikan Allah kepadanya hari ini. Hari kelulusan.

Hari mulai panas. Teriknya mentari mulai menyengat. Suasana di depan papan pengumuman tidak seramai seperti tadi pagi. Siswa-siswa mulai berhamburan ke rumahnya masing-masing. Menyampaikan kabar gembira pada orang tua. Membuat mereka bangga dan bahagia. Namun berbeda dengan Syauqy. Hari yang penuh keistimewaan ini dia tidak langsung menuju rumah tercintanya, melainkan malah pergi ke sawah yang tak jauh dari tempatnya menuntut ilmu.

Langkahnya mulai menyusuri gundukan tanah yang penuh dengan lumpur dan rumput. Desiran angin menghiasi alam pada saat itu. Terpaan angin melambaikan tumbuhan padi yang memenuhi sawah. Membuat pandangan dan pikiran sejuk. Langkahnya mulai berhenti. Terlihat dua orang sedang memanen tumbuhan padinya yang sudah menguning. Mereka tak lain adalah Bapak dan Ibu Syauqy. Syauqy langsung melepas tas yang sedari tadi menghiasi punggung mungilnya. Kakinya menuruni sawah yang lebih dangkal dari tempatnya.

"Assalamu alaikum, Pak,..... Bu...!!!" Salamnya pada orang tua tercinta. Dia meraih telapak tangan mereka dan mengecupnya dengan penuh rasa hormat secara bergantian. Dia tidak mempedulikan lumpur dan rumput yang terhias di telapak tangan orang tuanya.

"Waalaikum Salam, la mole kakeh cong....?" Tanya sang Bapak masih dalam kesibukannya.

"Engki Pak..." Jawabnya dengan bahasa halus khas Madura.

"Cong, kamu duduk di bawah pohon itu saja... Jangan main-main di air sawah." Pinta sang Ibu. Syauqy yang sedari ikut serta mengacak-ngacak tanaman padi kini telah beranjak menuju pohon mangga yang ditunjuk ibunya.

MAHLIGAI CINTA SYAUQYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang