Benih Cinta

22 2 1
                                    

Benih Cinta

****_+_***

Pagipun membuka tabir mata Syauqy untuk bangun dan berjemaah subuh. Jari-jemari menari memberikan banyak arti, semangat tak berlabu lagi, menipis karena kerkikis, lalu lalang bersimpuh untuk mengusik harinya di sekitar Pondok Pesantren. Tak terasa matahari telah menampakkan semburat sinarnya. Menerangi bumi di pagi hari.

Syauqy masih mematung di depan kamar yang selalu menjadi pelindungnya, menjadi tempat berlabuh dikala keletihan dan kelelahan menghinggap.

"Tuhan bersama terbitnya matahari ini, susudkanlah kesedihan dari hati hamba dan kembalikanlah semangat hamba AMIN." Do'anya dalam hati.

Dia melangkahkan kakinya. Ada niatan untuk memenuhi saran dari para pengurus untuk mengkonsultasikan rencananya kepada pengasuh. Ada rasa bimbang dan gelisah yang menyelimuti jiwanya. Membuatnya merasa ragu apakah rencana yang sangat membutuhkan tenaga dan biaya yang besar ini akan disetujui atau tidak. Namun, dia berusaha mengubur rasa itu. Dia memantapkan hatinya dalam keyakinan yang akan membawanya menuju kesuksesan. Dia percaya terhadap pertolongan Allah kepada hambanya yang selalu berikhtiyar dan berdo'a.

Langkahnya menyusuri gang-gang Pondok Pesantren. Menerobos beberapa lalu-lalang santri. Walaupun penuh rasa takut, dia tetap memberanikan diri untuk sowan kepada sang pengasuh. Langkahnya terhenti. Dia berpikir sejenak. Matanya berbinar.

"Bang Ridhoi...." Panggilnya. Bang Ridhoi tampak menghentikan langkahnya. Entah dia hendak kemana. Tergambar ketenangan diraut wajah Syauqy. Dia berlari menghampiri Bang Ridhoi yang masih mematung.

"Assalamu Alaikum Bang...." Sapanya seraya menjabat tangan.

"Wa Alaikumus Salam Ustad....." Senyum mengembang menghiasa jawaban Bang Ridhoi.

"Bang.......... boleh saya minta tolong untuk diantar ke dhalem...?" Pinta Syauqy. Bang Ridhoi mengiyakan permintaannya. Merekapun berjalan beriringan.

"Maaf Ustad..... saya hanya bisa mengantar sampai disini saja. Ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Mari..... Assalamu Alaikum.." Pamitnya ketika mereka telah sampai di depan dhalem. Syauqy hanya bisa mengiyakannya.

"Wa Alaikumus Salam.." Jawabnya tatkala Bang Ridhoi telah berlalu dari hadapannya.

Rasa bimbang kembali menyelimuti perasaannya. Keraguan telah bangkit dari kuburannya. Mengusik keyakinan Syauqy untuk menghadap sang pengasuh. Namun, dia tidak mungkin menyerah sebelum berperang. Dengan mengucap basmalah dia langkahkan kakinya ke ke serambi dhalem. Dia letakkan sandal yang menghias kakinya. Meninggalkannya di atas bumi tak berlantai. Tubuhnya mematung di depan pintu masuk dhalem.

"Ya Allah berikanlah pertolongan kepada hamba-Mu yang penuh dosa. Berikanlah hamba keberanian untuk menghadap beliau. Dan berikanlah kemurahan hati beliau untuk menyetujui rencana hamba....." Do'anya dalam pejaman matanya. Wajahnya ditutupi telapak tangannya yang sengaja dia tangkupkan.

BRAAKK. Tiba-tiba seseorang menabraknya. Hingga membuat tubuhnya ambruk kelantas. PLAK... terdengar suara jatuh.

"Astaghfirullah.." Syauqy belum bisa melihat seseorang yang menabraknya. Hanya ucapan lirih yang terdengar. Tangannya mengibas-ngibas beberapa plastik dan butiran debu. Dia berusaha untuk menopang tubuhnya kembali.

"Saya minta maaf..." Terdengar suara dari hadapannya. Mata Syauqy menangkap seorang gadis tengah berdiri di hadapannya. Dia berpikir bahwa dialah yang telah menabraknya dan telah berhasil menabur sampah ke tubuhnya. Syauqy masih belum mengeluarkan kata-kata. Bibirnya masih terbungkap. Namun, matanya menyelidik pada sosok di depannya. Dia tidak bisa melihat dengan jelas raut wajahnya. Kepalanya yang berhias jilbab putih masih tertunduk.

MAHLIGAI CINTA SYAUQYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang