Kampung Halaman Awang pt.1

12.9K 1.6K 1.6K
                                    

'Hari Sabtu ini gue gak bisa, gue ada acara keluarga Wang. Maaf ya hehe.'

Awang menghela napas membaca sebaris kalimat itu di layar hpnya. "Waktu kemaren acara keluarga, kemarennya lagi acara keluarga juga. Itu keluarganya tiap weekend hajatan kali yak???" Tukasnya sambil mengempaskan badannya ke tempat tidur.

Jime yang sedang mengerjakan tesisnya, melirik Awang lalu berdecak, "Kenape lageee, Waaang. Lo ngajak jalan dia lagi?"

"Iye, pertanda gue harus mundur nih." Awang menarik-narik tali guling yang sedang dipeluknya, "Kreatif dikit kek jawabannya kalo mau nolak lagi, jangan acara keluarga mele. 'Sorry nih gak bisa hari Sabtu belom motongin kuku badak, atau sorry Wang, gue sibuk bersihin empang buat lomba olahraga cabang loncat indah.' Kreatif gitu lho!!!"

Jime mendengus tertawa, "Julid banget lu."

"Sekamar sama lo sih."

"Eh sialan ya." Tapi Jime melirik Awang lagi, kali ini sedikit simpati. "Udahlah, cari yang lain Wang, udah jelas dia gak mau sama lo."

Mata Awang mendelik karena teman sekamarnya ini kalau ngasih saran suka blak-blakan, diperhalus dikit kek.

"Songong banget lo emang mentang-mentang udah dapet ganti yang ninggalin kawin."

"Apa siiih. Gue sama Andini tuh masih temenan kaliii." Jime mengibas-ngibaskan tangannya tapi mukanya sedikit congkak.

"Yang bilang Andini siapa? Yeeee geer sendiri tuh yeeee."

"Dih, rese lo Wang."

"Maklum aja, abis ditolak emang rese."

"Duileeee. Ngambek???"

"Nggak." Awang mengerucutkan bibirnya, semakin menegaskan kalau dia memang ngambek.

Jime kembali mengetik seraya mengeraskan volume musik yang sedang diputarnya ketika Awang mengembuskan napas kuat-kuat lagi, seperti napas banteng. Sengaja menarik perhatian Jime yang memutar bola mata karena sudah paham.

"HHHHHH." Awang merajuk lagi.

"Iya, iya Wang, sini gue dengerin cerita lo. Gak usah gengsian jadi orang, pake kode-kode HAH HOH HAH HOH." Gerutu Jime, akhirnya memutar kursinya menghadap ke tempat tidur. "Cepetan tumpahin keluh kesah lo."

"Ok kalo lo memaksa." Ujar Awang sok lesu membuat Jime mengernyit. Sejurus kemudian kernyitan di dahi Jime memudar karena sorot mata Awang berubah sedih, sedih betulan, bukan caper atau drama.

"Gimana ya Jim, bentar lagi gue lulus, gak boonglah kalo gue mikirin pasangan hidup apalagi emak bapak sama abah gue juga sama cerewetnya."

Jime mendengarkan dengan saksama, aduh pas banget lagu yang keputer dari laptop Jime lagunya Maudy Ayunda.

Awang melipat kedua tangannya di belakang kepala, menjadikannya bantal sementara matanya menerawang ke arah langit-langit kamar. "Ngeliat lo semua satu persatu udah nemuin 'orangnya', gue kok jadi ngiri ya."

"Wang," Raut muka Jime ikut berubah serius, "Gue paham kok, gue ngerti rasanya gimana. Kayak ditinggal jauh ke depan kan?"

Awang tidak menjawab.

"Tapi gue percaya sih Wang, sama kayak taneman, beda-beda jenis ditanem barengan, beda-beda tumbuhnya, ada yang lama, ada yang bentar, cara nyiramnya juga beda-beda, kaktus gak bisa disiram sesering nyiram bunga mawar, tapi pada akhirnya tumbuh dengan keindahannya sendiri-sendiri."

Komet 101Where stories live. Discover now