Tumis Ikan Teri Pedas Manis

14.5K 2.1K 556
                                    

( Dimas )

.

.

"Pagi, Bunda, pagi, Ayah." Gue nyapa Ayah ama Bunda ketika gue masuk ruang makan buat sarapan.

"Pagi, Dek." Ayah bales sapa gue.

"Pagi Adek manis kesayangan Bunda," jawab Bunda.

Gue pun nyamperin Bunda dan nyium pipi Bunda.

"Hari ini Adek nggak ada kuliah, ya?"

Gue anggukin kepala sambil jalan nyamperin kursi gue di seberang kursi Bunda.

"Bunda, kemaren Dimas udah bilang ke Tian soal tawaran kerja Bunda."

"Oh ya? Terus gimana?"

"Tian seneng tau ada lowongan kerja dari Bunda," jawab gue sambil nuangin sirup maple ke pancake gue. Kali ini bukan nasi goreng.

"Jadi dia kapan mau masuk kerja?" tanya Bunda seraya nuangin susu sapi segar ke gelas gue.

"Belum tau," jawab gue.

"Loh?"

"Soalnya Tian bilang dia butuh waktu buat mikir-mikir gimana kalo dia keluar dari kerjaan di mini market."

Gue ngambil pisau ama garpu dan mulai menyantap sarapan gue.

"Loh si Tian pingin keluar nggak sebenernya?? Kok bimbang gitu?? Kan Bunda bakal terima dia, ini juga kesempatan, kok masih harus mikir gimana semisal dia keluar dari mini market." Bunda mulai ngomel, karena memang Bunda nggak suka jawaban yang nggak pasti.

"Bund, Tian mungkin udah lama kerja di sana dan mungkin dia udah dipercaya pihak mini market, jadi kalo dia tiba-tiba keluar, dia pasti sungkan. Apalagi tawaran kerja ama Bunda kan di luar perkiraan, baru Dimas cerita kemarin terus saat itu juga Bunda ngasih lowongan. Tian pasti nggak nyangka dan nggak ada persiapan," ujar Ayah yang nyoba nenangin emosi Bunda.

Bunda akhirnya cuma ngehela napas.

"Dimas, bilang aja ama Tian kalau dia siap, suruh ketemu Bunda sambil bawa surat lamaran."

"Eh?"

Gue noleh ke Ayah kaget.

"Ayah! Tian bilang belum mau, pokoknya belum mau ngelamar Dimas!"

Bisa-bisa kayak kemarin gue ditabokin berulang kali gara-gara maksa Tian.

"Hahahaha! Kalau ngelamar kamu, nanti suratnya dikasih ke Ayah, ini surat lamaran pekerjaan, Dek." Ayah ngetawain gue.

"Ki-kirain..."

Ayah ama Bunda ngeliatin gue sambil senyum-senyum.

"Dimas mau laporan lagi, boleh Ayah, Bunda?"

"Boleh dong, Adek. Memang harus lapor malahan."

"Kemarin Dimas cerita ke Tasya kalo Bunda ngasih lowongan ke Tian," ujar gue dan Bunda ama Ayah anggukin kepala mereka. "Terus Tasya ngasih ide, gimana kalo Tian kuliah juga."

"Oh, bagus itu." Ayah menyela.

"Tapi kemarin Dimas tawarin Tian, Tiannya nolak... nggak ada dana. Terus Dimas bilang, Dimas yang bayarin..."

"Tiannya nggak mau?"

"Iya, Ayah."

Ayah ngelirik Bunda tiba-tiba, "Bund, di kantor ada program beasiswa buat karyawan?"

Bunda diem sebentar dan keliatan lagi mikir, habis itu gelengin kepala.

"Nggak ada, Mas. Aku nggak pakai program begitu."

Mini Market in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang