Serangan

1.2K 70 1
                                    

Septi pulang dari klinik dengan tetap memesan ojek online. Zaman canggih seperti ini semuanya serba mudah. Ia pulang jam 10 malam karena memang jadwal kerjanya di klinik dari jam 2 siang ke jam 10 malam.

Udara dingin menyambut dirinya ketika ia keluar klinik dan langsung naik motor yang di kendarai seorang lelaki sekitar umur 40 tahun. Bapak ini sangat ramah mengajaknya bercerita tentang kehidupan seharian manusia yang sibuk dan ia ngojek setelah sore pulang dari kerja sebagai driver di rumah orang kaya.

Septi mendengarkan dengan pemahaman yang baru bahwa terkadang seorang lelaki tidak akan berhenti mencari rezeki untuk keluarganya seperti yang di lakukan bapak ini.

Setelah sampai di depan lorong rumahnya, Septi minta stop.

"Apa tidak di depan rumah saja atuh neng?"

"Tidak usah pak.. tidak apa-apa.. saya mau jalan sedikit. Tidak sampai 500 meter kok. Biar peredaran darah saya jalan dengan baik."

"Ooh..bapak agak tidak enak hati kalau mengantar sebatas sini."

"Tidak apa-apa kok pak.. santai saja.. ""

"Hmm.. baiklah atuh neng.. terima kasih.. jangan lupa ya bintangnya untuk bapak.. "

Si bapak mengisyaratkan untuk memberikan bintang pada pelayanan dirinya malam ini.

"Siap pak.. 5 bintang kok.. kalau ada seribu bintang akan saya berikan."

Bapak tersebut terkekeh dan permisi dari hadapan Septi sambil membunyikan klakson.

Septi menghirup udara dingin malam. Taman di dekat rumahnya ini terlihat sunyi dan damai. Ia tidak takut berjalan sendiri karena merasa aman.

Berjalan pelan menuju rumahnya tiba-tiba terasa agak seram karena mati lampu mendadak membuat Septi refleks menjerit. Ia diam di tempat karena merasakan semuanya menjadi seram. Suara jangkrik terdengar ngeri di telinganya. Ia merogoh ke dalam tas selempang miliknya untuk mencari handphone.

Ia mendekati ada seseorang yang berjalan mendekati dirinya. Bulu kuduknya berdiri seketika.

"Siapa?!"

"Siapa di sana?!"

Suara Septi jadi gugup ketika tangannya yang meraba handphone tidak ketemu. Tangannya jadi gemetaran. Ia mundur dengan refleks untuk menghindari seseorang di depannya atau di sampingnya itu.

Ia tidak takut pada makhluk tak kasat mata karena makhluk tersebut tidak akan menggangu ketika manusia tidak berbuat jahat ataupun usil. Tapi, ia sangat takut dengan makhluk hidup yang mempunyai niat jahat pada makhluk hidup lain.

Septi sudah mulai berdoa dalam hati dan kakinya melesat melarikan diri berharap keluar dari lorong rumahnya itu. Namun, dirinya bernasib tidak baik. Rambutnya di tarik seseorang dengan keras menyebabkan tubuhnya tersentak dan ia di dorong dengan sangat kuat menyebabkan dirinya limbung lalu terjerebab ke depan dengan dengkul duluan menghantam aspal.

Septi refleks menjerit  dan mau meminta tolong ketika punggung belakangannya di injak oleh kaki orang itu dengan sangat keras  Suara napas Septi tersentak dan ia sulit bernapas. Punggungnya di injak berulang-ulang membuat dirinya menjerit keras dan kepalanya kebagian juga kena injakan.

Ada suara orang yang sedang mau menghidupkan generator listrik agar dapat menyalahkan lampu menghentikan injakan di punggung belakangannya.

Septi mengeram kesakitan. Ia mau bangkit berusaha menarik kaki orang tersebut. Tapi, ternyata orang ini gesit dan sudah berlari meninggalkan dirinya yang terungkup di aspal.

Septi meraba lagi ke dalam tasnya dan menemukan handphonenya. Ia menekan dial 1 langsung mengarah ke nomor handphone seseorang.

"Tolong.. tolong saya Aa.. " desah Septi kesakitan. Ia tidak tahu apakah handphonenya sudah tersambung atau belum. Ia tidak peduli, kepalanya muyeng. Ia merasa seolah mau pingsan.

PERJALANAN CINTA {Geng Rempong : 8}Onde histórias criam vida. Descubra agora