Jiwa

504 45 2
                                    

Jiwa Giri seolah melayang-layang. Lantunan doa mengalun di dekat Giri. Ia bisa melihat istrinya, Syarif dan Annisa, anak lelakinya itu seolah sedang berdoa. Yah, suara itu datang dari istrinya dan anak Syarif. Giri berkaca-kaca, punggungnya bergetar dan bahunya seolah di pegang oleh seseorang.

Giri menoleh dan terkesiap, ia melihat ada sosok yang wajahnya tidak tampak karena seolah cahaya menutupi wajah tersebut.

"Maaf.. kenapa aku tidak bisa melihat anda..?" Giri langsung bicara dengan sosok tersebut.

Sosok itu tidak menjawab membuat Giri agak bingung. Ia tiba-tiba merinding seolah sadar melihat tubuhnya satu berbaring di ranjang dengan alat bantu pernapasan dan istrinya berdoa.

"Apa.. apa.. apa aku sudah meninggal..?" suara Giri agak gemetaran. Hatinya sakit karena memikirkan istrinya yang harus menerima cobaan sebesar ini tanpa dirinya. Dan istrinya dalam keadaan hamil muda.

"Ooh.. " Giri mendesah sambil memegang dadanya seolah kesakitan. Ia tidak bisa menjaga istrinya seperti yang sudah ia janjikan sewaktu menikah dengan wanita tersebut.

Sosok di depannya diam dan Giri merasa sosok ini sangat baik. Giri merinding, ia berpikir kalau di depannya ini mungkin malaikat.

Terdengar suara 'hmm...' dari sosok di depannya tambah membuat Giri merinding. Kakinya seolah tidak kuat untuk berdiri padahal ia seorang polisi tangguh setidaknya ketika ia belum meninggal. Giri tiba-tiba menitikkan air matanya.

Ia tidak sedih kalau memang sudah ajalnya menjemput, tapi, ia sedih karena istrinya akan sendirian menghadapi ini semua.

"Apa istriku akan ada yang menjaga..?"

Sosok itu menjawab 'ada' melalui hati Giri. Lelaki ini tersedak air matanya karena menangis seperti seorang anak kecil.

'Kenapa kamu harus menangis'

Sosok itu berkata dengan lembut tambah membuat Giri menangis. Bahu Giri terguncang karena sesak di dadanya semakin meningkat. Sebuah tangan terulur di bahunya.

Giri tersentak, tangan itu sejuk di tubuhnya. Ia melihat kalau dirinya hanya memakai kain putih seperti orang mau beribadah ke tanah suci. Giri semakin tersentak ketika jari seseorang menghapus air matanya. Giri mendongak dan menatap sosok ayahnya sudah ada di depannya.

Giri bingung, ia menoleh dan tidak melihat sosok yang wajahnya bercahaya minggir seolah tahu kalau ayahnya ingin mengatakan sesuatu.

"Ayah..? Ayah ada di sini..?" Giri berbisik lihir. Ia tahu ayahnya sudah meninggal begitu pula dengan ibunya. Berarti ia fix sudah meninggal karena ayahnya di depan wajahnya ini.

"Nak.. kamu sudah sangat dewasa.. ayah rindu sama kamu.. " ucap ayah Giri pada anaknya itu. Wajah si ayah sangat adem.

Giri memeluk ayahnya dengan erat, sang ayah pun melakukan hal yang sama.

"Ayah.. ayah.. apakah aku akan jauh dari istriku itu..? Ayah lihatlah di sana. Istriku sedang hamil dan bayi di dalam kandungannya itu sepertinya mengalami hal sedih terus." ucap Giri sambil menoleh dan melihat istrinya yang masih berdoa sambil berlinang air mata.

"Shh.. tenanglah nak.. semuanya sudah di atur.. " balas sang ayah.

Giri menoleh ke arah sosok yang bercahaya tersebut sambil berkata di dalam hatinya. 'Jika aku harus pergi, maka berilah kebahagiaan pada istriku itu. Jauhkan dirinya dari marabahaya dan lindungi anak kami yang berada dalam kandungannya. Aku mohon maaf jika selama ini belum menjadi suami terbaik untuknya.'

Suara gumaman 'hmm..' kembali terdengar di dalam hati Giri.

"Nak.. kamu lelaki yang sangat baik dan bertanggung jawab. Semua yang terjadi ini adalah ujian untuk kamu dan istri kamu. Sang Pencipta mungkin menegur kalian ataupun memberikan ujian yang pastinya bisa kalian lalui. Tidak ada satupun umat manusia yang lepas dari ujian ataupun teguran. Kamu harus lebih memperhatikan keluarga, orang di sekitar kamu, atau mungkin teman-teman kamu yang hebat-hebat itu. Ayah sangat bahagia dengan kehidupan kamu dulu, tapi nak perbaikan kualitas diri kalian. Banyaknya mengirimkan kami makanan, baju dan rumah dari doa kalian. Ayah dan ibu sangat menantikan hal itu dari kalian. Kehidupan dunia hanya sebatas ujung kuku. Kehidupan di sini sangat panjang nak, kalian harus membekali diri kalian dengan segala sesuatu amalan baik sehingga di sini akan beranak pinak lalu membantu kalian juga keluarga kalian ini."

Ayahnya Giri menjelaskan panjang lebar sambil berkaca-kaca, Giri lalu merosot dan memegangi kaki ayahnya sambil bergumam minta maaf. Lalu, sosok ibu muncul di samping Giri sambil memeluk anak lelakinya itu. Giri tersedu-sedu dan memeluk ibunya dengan erat terus bergumam minta maaf.

Sebuah suara nyanyian ajaibnya terdengar dari kejauhan membuat Giri tidak bisa berkata-kata lagi.

**Sepotong kayu daunnya rimbun
Lebat bunganya serta buahnya
Walaupun hidup seribu tahun bila tak sembahyang apa gunanya

***Kami sembahyang limalah waktu
siang dan malam sudahlah tentu
hidup dikubur yatim piatu
tinggalah seorang dipukul palu

****Dipukul palu sehari-hari
barulah ia sadarkan diri
hidup didunia tiada berarti
akhirat di sana sangatlah rugi

Ibunya Giri menenangkan anaknya yang sekarang kembali menangis setelah lagu itu tidak terdengar lagi.

Kemudian, suara doa mendayu-dayu datang dari arah atas membuat Giri mendongak dan cahaya putih bersinar menyilaukan matanya. Giri menggigil, ia memeluk ibunya seperti ketakutan dan berujar ngeri, "Ibu.. apakah aku akan di bawa sekarang..?"

Ibunya tersenyum lembut dan berkata, "Iya nak.. sekarang..?"

"Tapi...istriku ibu..?" bisik Giri resah karena belum mengucapkan salam perpisahan.

Sosok bercahaya itu bergumam 'Janganlah kamu bersikap lemah, janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang - orang yang beriman.'

Hati Giri terasa plong dan tidak bersedih lagi. Ia tahu inilah suratan takdirnya.

Suara gumaman menyetujui ucapan sosok itu mengema di atas kepala Giri. Lelaki ini dengan pelan berjalan menyusuri sebuah lorong yang panjang. Lalu, kedua orang tua stop dan tidak membimbing dirinya lagi.

Giri mengernyit dan menoleh untuk melihat ibu dan ayahnya tersenyum.

"Ibu...ayah.. kenapa kita tidak jalan bersama..?"

"Tidak nak...itu jalan kamu sayang. Kami akan tetap di sini menanti semua pemberian dari kamu juga keluarga kita. Jangan lupa nak apa yang ayah katanya."

Giri terkesiap lalu berlari mendekati ibu dan ayahnya memeluk mereka berdua sampai ada tangan menarik bahunya dan membimbing dirinya untuk berjalan ke lorong yang tempat Giri tadi berdiri.

Sosok ini membawa dirinya dengan lembut. Giri mencium bau wangi menguar dari sosok tersebut.

"Apakah anda.. hmm.. malaikat?" tanya Giri penasaran.

Si bergumam 'hmm..'

Giri tenang dan tersenyum, setidaknya malaikat di sisinya ini tidak mendorong dirinya atau membawa cambuk seperti yang pernah ia baca dalam buku cerita sewaktu sekolah.

'Ada yang membawa cambuk.. ' sosok itu berkata di hati Giri membuat lelaki itu tersentak.

Giri jadi takut untuk berkata dalam hatinya seolah sosok di sampingnya ini bisa mendengar hatinya.

Giri lalu di hentikan, dan lelaki ini diam sebentar lalu sosok itu mendorong Giri dengan lembut dan berujar dengan lembut pula.

'Jagalah istri dan anak kamu kelak dengan baik. Didiklah mereka lagi supaya lebih beriman. Janganlah semata menikmati dunia. Dan pergilah sampai waktu yang telah di tentukan untuk memanggil kamu kembali ke sini.'

'Lalu...kasihi anak kecil di bawah sana. Sekiranya sudah dewasa bantulah dia untuk terus kuat karena apa yang ia lihat terkadang mengguncang jiwanya yang kecil dan lembut.

Giri shock dan paham maksud perkataan sosok tersebut. Ia merasa ada angin lembut berhembus dan mengelilingi tubuhnya lalu ia terjatuh terus sampai membentur sesuatu. Kemudian ia terbatuk-batuk. Tubuhnya bergetar dan suara orang riuh memenangkan dirinya juga sibuk memanggil dokter.

Gerbang di atas kepalanya menutup dengan perlahan, meninggalkan dirinya untuk melihat sosok malaikat serta kedua orang tuanya tersebut.

Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melaksanakan apa yang ayahnya katanya tadi di sana.

Giri mengerang dan tangan seseorang memegang tangan. Ada juga tangan seseorang yang lebih kecil berada di dadanya. Seolah menarik jiwanya untuk kembali. Annisa, anak Syarif dan Amel yang di maksud sosok tersebut.

Giri membuka matanya dan menatap flapon rumah sakit.

***

PERJALANAN CINTA {Geng Rempong : 8}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang