Latihan

839 61 1
                                    

Malam pun tiba, Giri yang berada di kamarnya jadi gelisah, ia seolah kepanasan dengan berada di kamar ini. Kamarnya sih memakai AC, tapi ia tetap gerah. Jam di dinding menunjukkan pukul 9 malam. Ia keluar kamar dengan memakai kaos putih pas badan dan juga celana training. Suasana rumahnya sepi, tapi ia tahu di dalam kamar tamu ada Septi dan juga mbak Iin. Keduanya mungkin sudah tidur ataupun bergosip.

Giri membuka pintu samping dan keluar menuju taman samping. Ia menuju ke bawah pohon yang ada samsak untuk latihan tinjunya. Ia mendekati samsak dan melakukan pemanasan terlebih dahulu baru mulai memukul bantalan samsak tersebut secara berirama. Hatinya yang gelisah, resah, gundah, gulana di salurkan pada samsak tersebut. Setiap pukulan yang melesak di sana mengekpresikan dirinya yang tidak karuan.

Keringat turun dari punggung belakang Giri merembes ke kaos putih yang ia kenakan. Otot lengan dan bahunya berkontraksi membuat tubuh lelaki ini semakin jantan. Napas lelaki ini menderu, uap napasnya terlihat karena lamput tampan bersinar temaram.

Septi turun dari tempat tidur dan mau ke dapur, ia berniat membuat susu hangat. Ia belum bisa tidur. Entahlah, seolah ada pikiran yang menganjal dirinya. Dengan langkah pelan ia menyusuri dapur dan mulai membuka susu coklat sachet yang sudah ia beli tadi ketika mbak Iin permisi ke toserba sore tadi.

Wanita ini mengaduk susu di dalam mug tebal dengan pelan, lalu telinganya menangkap suara pukulan yang sangat kuat tapi berirama. Jantung Septi berdebar, mata dan telinganya mencari sumber pukulan tersebut. Wanita ini melihat kalau pintu samping dalam keadaan terbuka tapi tidak terlalu lebar.

"Apakah Aa Giri tidak mengunci pintu?"

"Kenapa jam segini masih dalam keadaan terbuka?"

Septi agak waspada, ia melihat ke arah pintu kamar Giri yang tertutup.

"Apa saya harus mengetuk pintu itu dan memberitahukan pada Aa Giri?"

Septi berjalan dengan sangat berhati-hati, ia takut kalau ada seseorang yang malah mau niat jahat padanya. Ataupun bahkan pada Giri.

Septi menjulurkan kepalanya ke arah pintu samping dan melihat Giri masih asik dengan samsak yang lelaki itu tinju.

Jantung Septi malah berdebar sangat kencang karena tubuh keren lelaki itu terlihat mempesona di bawah lampu temaram taman.

Wanita ini menarik napas dengan agak susah payah. Lidahnya terjulur seolah mau mencicipi kulit yang berkilauan di tangan Giri. Yah.. sepertinya ia menjadi wanita yang 'ngiler' melihat lelaki bertubuh macho dan berotot bagus seperti milik Giri ini. Lelaki ini bisa menjadi model pria bertubuh seksi jika mau.

"Astaga.. mimpi apa saya semalam.. Ini mah rezeki mata ya.. Bukan salah saya kalau melihat bokong keras Aa Giri yang sedang meninju samsak ini."

Otak Septi sempat melenceng ke bagian anatomi tubuh lelaki di depannya ini. Ia tersedak ketika Giri menoleh dan menatap ke arahnya.

***

Giri merasa seseorang sedang mengamati dirinya, khususnya wanita yang ia cintai. Tubuhnya merespon dengan cepat. Ia menoleh.

Giri memiringkan kepalanya, matanya menatap tajam ke arah Septi yang terlihat agak bengong, lebih tepatnya agak 'kepanasan' melihat dirinya. Ia jadi gerah karena di tatap seperti itu, Giri langsung melepaskan kaosnya yang lengket akibat keringat. Suara mendesah melucur dari mulutnya Septi.

Giri jadi paham kenapa wanita ini terlihat melotot, mulut agak menganga dan lidahnya menjulur. Rupanya, Septi terpengaruh oleh tubuhnya yang sedang dalam keadaan seperti ini. Ia bergetar senang. Hatinya membuncah karena bisa membuat wanita ini memperhatikan dirinya. Well, ia rela membuka bajunya jika bisa membuat Septi kewalahan.

PERJALANAN CINTA {Geng Rempong : 8}Where stories live. Discover now